Selasa, 25 Mei 2010

"KISAH BAUT KECIL"



Bacaan: Filipi2:1-11

Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; - Filipi 2:3
Sebuah baut kecil bersama ribuan baut seukurannya dipasang untuk menahan lempengan-lempengan baja di lambung sebuah kapal besar. Saat melintasi samudera Hindia yang ganas, baut kecil itu terancam lepas. Hal itu membuat ribuan baut lain terancam lepas pula. Baut-baut kecil lain berteriak menguatkan, "Awas! Berpeganglah erat-erat! Jika kamu lepas kami juga akan lepas!" Teriakan itu didengar oleh lempengan-lempengan baja yang membuat mereka menyerukan hal yang sama. Bahkan seluruh bagian kapal turut memberi dorongan semangat pada satu baut kecil itu untuk bertahan. Mereka mengingatkan bahwa baut kecil itu sangat penting bagi keselamatan kapal. Jika ia menyerah dan melepaskan pegangannya, seluruh isi kapal akan tenggelam. Dukungan itu membuat baut kecil kembali menemukan arti penting dirinya di antara komponen kapal lainnya. Dengan sekuat tenaga, ia pun berusaha tetap bertahan demi keselamatan seisi kapal.
Sayang, dunia kerja seringkali berkebalikan dengan ilustrasi di atas. Kita malah cenderung girang melihat rekan sekerja "jatuh", bahkan kita akan merasa bangga apabila kita sendiri yang membuat rekan kerja gagal dalam tanggung jawabnya. Jika itu dibiarkan, artinya perpecahan sedang dimulai dan tanpa sadar kita menggali lubang kubur sendiri. Apa yang disebut gaya hidup seorang Kristen seakan tidak berlaku di tempat kerja. Padahal setiap tindakan yang kita lakukan akan selalu disorot oleh Sang Atasan.
Bagaimana sikap kita dengan rekan kerja? Mungkin saat rekan kerja menghadapi masalah, kita menganggap itu risiko yang harus ia hadapi sendiri. Tapi sebagai tim, kegagalan satu orang akan selalu membawa dampak pada keseluruhan. Jadi mengapa kita harus saling menjatuhkan? Bukankah hasilnya tentu jauh lebih baik jika kita saling mendukung dan bekerjasama menghadapi persoalan? Kristus mengajarkan bahwa kita adalah satu tubuh. Jika satu anggota mengalami masalah, yang lainnya harus mendorong dan menguatkannya. Jangan sampai masalah yang dialami rekan kerja malah membuat kita senang. Tapi baiklah kita berseru, "Berpeganglah erat-erat! Tanpa kamu, kami akan tenggelam!"
Kegagalan atau kesuksesan rekan sekerja akan selalu mempengaruhi diri kita juga, karena itu mari kita ciptakan kerjasama yang baik di tengah-tengah gereja, jangan bawakan egoisme pribadi. Pakailah teologia sapulidi; sapu lidi kalau diikat menjadi satu akan dapat dipergunakan untuk membersihkan yang kotor, walau dari tempat yang paling sulit di jangkau, tetapi kalau hanya satu sapu lidi tidak akan berguna.

"BUDAYA BERIBADAH"



Bacaan: Matius;15:1-20

Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan. - Matius 15:2
Makan itu ada budayanya sendiri. Tiap daerah memiliki budaya yang berbeda. Pergilah ke daratan Cina, Anda harus bersiap-siap menggunakan sumpit sebagai ganti sendok dan jangan kaget atau merasa aneh kalau mereka yang duduk semeja dengan Anda bersendawa dengan bebasnya. Budaya Latin juga berbeda, kalau Anda menghabiskan semua makanan di piring Anda tanpa sisa, itu sama saja memberitahukan kepada tuan rumah bahwa Anda masih lapar. Di Italia, para bangsawan selalu meletakkan pisau dan garpu bersilang setelah selesai makan. Budaya Yahudi berbeda lagi. Ada aturan mutlak yang harus mereka patuhi soal makan, yaitu membasuh tangan lebih dulu sebelum makan.
Suatu ketika murid-murid Yesus mengindahkan tata cara makan ala Yahudi ini. Akibatnya, Yesus ditegur habis-habisan oleh orang-orang Farisi dan ahli taurat hanya karena para murid tidak membasuh tangan lebih dulu sebelum makan. Jawaban Yesus sungguh bijak menanggapi pertanyaan Farisi, bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.
Saya mau beritahu, tapi jangan kaget. Kita seringkali bertindak seperti para Farisi dan ahli taurat itu. Kekristenan tak lebih dari sekedar tata cara dan aturan, bukan kehidupan. Kening kita mengkerut dan tidak suka kalau tata cara beribadah yang dilakukan tidak seperti aturan baku dalam gereja kita. Kita lebih memusingkan soal bertepuk tangan atau tidak. Kita lebih memusingkan antara memakai musik lengkap ataukah hanya menggunakan organ tua. Bagi yang biasa beribadah dengan tenang akan marah kalau suasana ibadah meriah dan hiruk pikuk. Bagi yang biasa beribadah dengan meriah akan mengecam kalau ibadah itu tidak ada urapan, seandainya dilakukan dengan cara yang tenang.
Kekristenan lebih penting hanya dari sekedar tata cara atau budaya saja. Kekristenan bukan hanya sekedar ritual belaka, tapi sungguh merupakan kehidupan nyata. Jadi, bagaimanapun beraneka ragam budaya saat beribadah itu tak terlalu penting, tak perlu dipusingkan, apalagi dipeributkan. Tuhan kita adalah Tuhan diatas segala budaya. Jadi, apakah kita akan memegahkan diri kalau merasa bahwa tata cara ibadah kita lah yang paling berkenan di hadapan Tuhan?
Lebih fokus kepada gaya hidup kita sebagai orang Kristen daripada ritual yang kita lakukan.

Sabtu, 15 Mei 2010

"BAHAGIA TANPA................!


Seorang filsuf Yunani Kuno, yakni socrates (469-399 S.M.), percaya bahwa jika anda sungguh-sungguh bijak, anda tidak akan terobsesi oleh kekayaan. Untuk mempraktekkan secara ekstrim apa yang telah ia kotbahkan itu, ia bahkan menolak untuk mengenakan sepatu.
Socrates suka mengunjungi tempat perbelanjaan, tetapi ia hanya memandang beraneka ragam pakaian yang dipamerkan dengan penuh kekaguman. Saat seorang teman bertanya mengapa ia demikian terpesona, ia menjawab: “Saya pergi ke sana dan menyadari betapa saya bahagia meski tak memiliki banyak hal yang ada di sana”.
Sikap di atas bertentangan dengan iklan-iklan komersial yang terus menerus menyerang mata dan telinga kita. Para pemasang iklan telah menghabiskan jutaan rupiah untuk mengatakan bahwa kita takkan bahagia bila tidak memiliki produk-produk terbaru mereka.
Rasul Paulus menasihati anak rohaninya, Timotius, demikian, “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apapun ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah”. (I Timotius 6:6-8). Jika kita terpikat pada harta benda, Paulus memperingatkan, kita bisa melenceng dari iman dan frustasi karena keinginan daging (ayat 9-10).
Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri, “Hal-hal apakah yang walau tidak kumiliki tetapi tidak mengurangi kebahagiaanku?” Jawaban atas pertanyaan ini akan mengungkapkan banyak tentang hubungan kita dengan Tuhan dan kepuasan kita bersama Dia. Tuhan, tolong aku untuk tidak menetapkan hatiku
Pada hal-hal yang akan berlalu;
Buatlah aku puas dengan milikku,
Dan mengucap syukur kepada-Mu setiap waktu. Amin

"KASIH SANGAT LUAR BIASA"


YOHANES 3:16

Pada suatu malam bersalju yang dingin dan gelap di Chicago, seorang
bocah laki-laki sedang menjual koran di pojok jalan, orang-orang
berlalu lalang dalam dinginnya malam itu. Bocah laki-laki itu sangat
kedinginan sampai-sampai ia tidak bersemangat menjual dagangannya.

Ia berjalan menghampiri seorang polisi dan berkata, "Pak, apakah
Anda tahu sebuah tempat di mana seorang bocah miskin dapat tidur
malam ini? Anda tahu? Saya tidur dalam sebuah peti kayu di ujung
jalan menuju lorong kecil itu, dan di sana sangat dingin malam ini.
Pasti akan sangat nyaman jika saya dapat tidur di tempat yang
hangat." Polisi itu menatap bocah laki-laki itu dan berkata, "Susuri
jalan ini menuju rumah besar bercat putih itu dan ketuklah pintunya.
Saat mereka membuka pintu, katakan saja `Yohanes 3:16`, dan mereka
akan mengizinkanmu masuk dalam rumah."

Demikianlah ia melakukannya. Ia menaiki tangga, mengetuk pintu rumah
tersebut, dan dibukanyalah pintu rumah itu oleh seorang wanita.
Bocah itu menengadah dan berkata, "Yohanes 3:16." Kemudian kata
wanita itu, "Masuklah, Nak." Wanita itu membawanya masuk dan
mendudukkannya di sebuah kursi goyang di depan sebuah perapian kuno
yang besar, dan kemudian ia berlalu. Bocah itu duduk di kursi goyang
itu selama beberapa waktu sambil berkata dalam hati: "Yohanes 3:16
.... Aku tidak paham, tapi jelas hal itu telah menghangatkan seorang
bocah yang kedinginan."

Kemudian wanita itu kembali dan bertanya, "Apa kamu lapar?"
Jawabnya, "Yah, tidak terlalu. Saya belum makan selama beberapa
hari, dan rasanya sedikit makanan saja sudah cukup untukku." Wanita
itu membawanya ke dapur dan menyuruhnya duduk di depan sebuah meja
yang penuh dengan makanan enak. Ia makan dan makan sampai-sampai ia
kekenyangan. Lalu ia berkata dalam hatinya: "Yohanes 3:16 .... Wah,
aku benar-benar tidak paham, tapi jelas hal itu telah mengenyangkan
seorang bocah yang kelaparan."

Wanita itu membawanya ke loteng menuju sebuah kamar mandi dengan bak
mandi besar yang penuh dengan air hangat, dan bocah itu pun berendam
di bak mandi itu selama beberapa saat. Saat ia berendam, ia berkata
dalam hatinya: "Yohanes 3:16 .... Wow, Aku jelas tidak mengerti,
tapi kata-kata itu jelas telah membuat seorang bocah yang kotor
menjadi bersih. Aku tidak pernah mandi -- benar-benar mandi --
seumur hidupku. Aku mandi hanya sekali saat dulu berdiri di depan
sebuah pipa air besar kuno yang menyemburkan air."

Wanita itu masuk dan kemudian membawanya keluar menuju sebuah
ruangan, lalu menidurkannya di atas sebuah kasur kuno besar yang
terbuat dari kulit, menyelimutinya hingga sebatas leher, menciumnya
sambil berucap selamat malam, dan mematikan lampu kamar. Saat bocah
itu terbaring dalam gelap dan melihat salju yang turun di malam
gelap itu melalui jendela, ia berkata dalam hatinya: "Yohanes 3:16
.... Aku sungguh tidak memahaminya, tapi jelas kata-kata itu telah
membuat seorang bocah yang kelelahan dapat beristirahat."

Keesokan harinya, wanita tadi masuk ke kamar dan kemudian membawanya
turun menuju ke meja besar yang penuh dengan makanan. Setelah bocah
itu makan, wanita itu kembali membawanya ke kursi goyang di depan
sebuah perapian besar dan mengambil sebuah Alkitab kuno yang besar.
Wanita itu duduk di depannya dan menatap wajah muda bocah laki-laki
itu.

"Apakah kamu memahami arti kata-kata Yohanes 3:16?" tanyanya lembut.

Bocah itu menjawab, "Tidak, Bu, saya tidak paham. Saya baru pertama
kali mendengarnya saat seorang polisi mengatakannya." Wanita itu
membuka Alkitab pada Yohanes 3:16 dan mulai menjelaskan padanya soal
Yesus. Di situ, di depan perapian kuno yang besar itu, bocah
laki-laki itu menyerahkan hati dan hidupnya pada Yesus. Ia duduk di
sana dan berpikir: "Yohanes 3:16 .... Aku tidak memahaminya, tapi
jelas hal ini telah menyelamatkan seorang bocah yang tersesat."

Anda tahu, saya harus mengaku bahwa saya pun juga tidak memahaminya,
bagaimana Tuhan bersedia mengirimkan anak-Nya untuk mati demi saya,
dan bagaimana Yesus mau melakukan pengorbanan seperti itu. Saya
tidak mengerti penderitaan Bapa dan setiap malaikat di surga saat
mereka melihat Yesus menderita dan mati. Saya tidak memahami
besarnya kasih Yesus padaku yang tetap membuat Yesus bertahan di
kayu salib sampai pada kesudahannya.

Saya tidak memahami semuanya itu, tapi semuanya itu jelas membuat
hidup ini layak untuk dijalani.

(Yohanes 3:16)
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa,
melainkan beroleh hidup yang kekal.

"KELUMPUHAN KARIR"

Bacaan: Lukas;5:37-39

Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?-
Kita merasa jenuh dengan pekerjaan. Kita bermalas-malasan pergi ke tempat kerja. Selalu saja ada alasan untuk ijin atau mengambil cuti. Kita tidak memiliki antusias dalam bekerja. Kinerja kita tidak meningkat tapi menurun. Grafik kita statis dan bukan dinamis. Kreatifitas kita mati dan miskin inovasi. Bisa jadi semua tanda-tanda di atas menunjukkan bahwa kita sedang mengalami gejala Career Paralyse ( kelumpuhan karir). Kalau tidak segera diatasi, bisa-bisa karir kita akan mandeg atau bahkan tamat! Bagaimana cara mengatasinya?
Satu, tentukan target baru. Banyak orang mengalami kelumpuhan karir karena ia sudah kehilangan target. Bisa karena target yang ingin ia capai sangat kabur tapi bisa juga karena targetnya sudah terpenuhi . Jika target sudah sangat kabur, ada baiknya kita menata ulang lagi target macam apa yang ingin kita capai. Dalam menetapkan targetnya, hendaknya target tersebut benar-benar jelas dan masuk akal. Kalau kelumpuhan karir tersebut disebabkan target yang sudah dipenuhi, kita harus membuat target baru yang lebih besar dan lebih menantang untuk peningkatan karir kita.
Dua, temukan motivasi baru. Kelumpuhan karir juga disebabkan hilangnya motivasi. Kita perlu mendapatkan kembali hal-hal yang bisa memotivasi kita. Membahagiakan keluarga, menciptakan masa depan yang lebih baik, dan memaksimalkan potensi diri bisa menjadi sumber motivasi bagi kita.
Tiga, tidak berpuas diri. Jika kita sudah berpuas diri dengan apa yang kita kerjakan, puas dengan posisi kita dalam pekerjaan, dan puas dengan hasil kerja kita, bisa-bisa kita akan mengalami kelumpuhan karir, sebab tanda awal dari kelumpuhan karir adalah berpuas diri. Memang Alkitab mengajarkan kepada kita untuk mengucap syukur dalam segala hal. Namun hal tersebut bukan berarti membuat kita berhenti dan berpuas diri. Masih ada kesuksesan besar yang perlu kita raih. Masih ada jenjang karir yang lebih tinggi yang perlu kita capai. Masih ada potensi dalam diri yang perlu kita tingkatkan.
Kelumpuhan karir hanya akan membuat potensi diri kita mati dan tidak berkembang.