Jumat, 18 Mei 2012

Khotbah Minggu 20 Mei 2012 Rahasia Hidup Bahagia Mazmur 1:1-6

HARI ULANG TAHUN GKPI BEKASI KE:28 Pertama-tama ijinkanlah kami atas nama seluruh gereja GKPI Wil. Jabodetabek mengucapkan Selamat HUT, kepada warga jemaat GKPI Bekasi, Pdt. BPH dan Majelis Jemaat. Setiap kali kita memperingati HUT Gereja, kita patut bersyukur sambil mengenang pemimpin dan pelayan Tuhan dan tokoh2 pendiri yang dengan visi yang jelas telah berjuang tanpa pamrih dan meletakkan landasan yang kokoh bagi keberlangsungan pelayanan ini sehingga berdiri gereja GKPI Perumnas II Bks.. Mereka telah mengorbankan: waktu, tenaga, uang dan masa depan mereka, bahkan nyawa mereka bagi pelayanan ini dan hasilnya kita bisa lihat hari ini, yaitu berdiri dengan kokohnya Gereja Kristen Protestan Indonesia Res. Bekasi. Tentu kita semua percaya sesuai dengan janji Tuhan bahwa jerih payah mereka dalam Tuhan tidak sia-sia (1 Kor 15:58). Kiranya perjuangan mereka dalam Tuhan akan terus memotivasi kita yang sedang hidup dan melayani di Gereja ini. Memang kita patut mengucapkan syukur atas pertolongan Tuhan bagi Gereja kita sejak berdirinya 28 Thn yang lalu hingga kini. Tidak sedikit masalah dan hambatan yang telah kita alami sebagai Gereja, namun hingga kini kita masih ada dan tetap melayani di negeri ini. Siapa yang tak mau hidup bahagia? Setiap orang pasti ingin hidup berbahagia. Tapi pertanyaannya, seperti apakah hidup yang disebut berbahagia itu? Ada yang berpendapat bahwa hidup bahagia itu jika memiliki kekayaan yang berlimpah. Ada juga yang mengatakan bahwa hidup berbahagia itu hidup selalu sehat dan aman. Yang lainnya menunjukkan keluarga yang harmonis sebagai pertanda hidup bahagia. Orang lain mengatakan bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang selalu tertawa. Apakah semua itu menjamin kebahagiaan? Kenyataannya, ada orang kaya yang jika ditanya apakah mereka berbahagia, mereka menggelengkan kepala. Orang sehat pun belum tentu merasa sudah bebhagia. Mengapa begitu? Karena selama ini kita memiliki pandangan yang keliru terhadap arti kebahagian. Pertama, kita sering keliru dengan menganggap bahwa kebahagiaan itu berarti bersenang-senang. Hatinya selalu bergembira. Itu sebabnya banyak orang kemudian berusaha menciptakan acara pesta-pesta atau lari ke obat penenang untuk menciptakan kegembiraan. Kedua, kita sering berpikiran keliru dengan menganggap bahwa kita dapat mengejar kebahagiaan. Kita harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan kebahagiaan itu. Padahal kebahagiaan sebenarnya merupakan akibat atau hasil dari sesuatu yang kita lakukan. Ketiga, ada anggapan keliru bahwa kebahagiaan itu selalu ditemukan di luar diri kita atau ada pada orang lain. Kita sering berkata pada diri sendiri, “Dengan berganti pekerjaan, mungkin saya akan menjadi bahagia”, “Saya tidak betah hidup di sini. Kalau saya pindah rumah ke kompleks yang lebih elit mungin saya akan lebih bahagia.” Atau berpikir begini, “Kalau saya menikahi orang ini, hidup saya pasti akan berbahagia.” Ada seorang pria yang selalu memohon segala sesuatu pada Tuhan. Suatu hari, Tuhan berkata kepadanya: “Aku sudah bosan. Ajukanlah tiga permohonan. Aku akan mengabulkannya, tapi setelah itu jangan minta lagi.” Pria itu tercengan tak percaya. “Tuhan meskipun aku malu mengatakannya, tapi aku ingin Tuhan mengambil istriku. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku tidak bisa hidup lagi bersamanya.” “Baik, tidak masalah” jawab Tuhan, “Terjadilan seperti yang kau minta.” Maka matilah isterinya. Pria ini sebenarnya merasa bersalah, tapi sesaat kemudian dia merasa bahagia dan lega. Pikirnya, “Aku akan menikahi wanita yang lebih muda dan cantik.” Pada saat upacara penguburan, tiba pria ini berubah pikiran. Tuhan, dulu istriku ini adalah wanita yang baik. Selama dia hidup, aku tidak pernah menghargainya. Tuhan tolong hidupkan dia lagi.” Tuhan menjawab, “Baik, permohonanmu yang kedua sudah terkabul.” Sekarang tinggal satu permohonan lagi. Apa yang dia minta lagi. Dia bingung, lalu minta pertimbangan teman-temannya. “Minta uang saja. Kalau kamu punya uang, kamu dapat memiliki apa saja.” “Apa untungnya punya uang alau kamu tidak sehat? Minta kesehatan saja” “Apa gunanya kesehatan jika suatu saat nanti kamu akan mati? Minta keabadiaan saja? “Apa gunanya keabadian jika kamu tidak seorang pun untuk dicintai? Mintalah cinta” Pria ini malah tambah bingung. Lima tahun, sepuluh tahun, limabelas tahun berlalu. Suatu hari Tuha bertanya, “Kapan kami akan menggunakan permohonan ketigamu?” Pria ini tertawa kecit, “Tuhan saya ini bingung. Saya tidak tahu apa yang harus kuminta! Dapatkah Engkau katakan apa yang harus kuminta?” Tuhan tertawa keras mendengar dia mengatakan hal itu, “Baik Aku akan memberitahukan apa yang harus kau minta. Mintalah untuk menjadi bahagia tanpa peduli seperti apa pun keadaanmu. Itulah rahasianya.” Kebahagiaan tidak ada kaitannya dengan hal-hal di luar kita. Uang dan kekuasaan memang menjanjikan kebahagiaan. Namun kenyataannya, orang miskin pun bisa bahagia. Ada seorang mahasiswa yang berjalan-jalan di pantai pada siang hari. Dia mendapati seorang bapak sedang tidur-tiduran santai di bawah pohon kelapa. “Maaf, mengapa Bapak tidak melaut?” tanya mahasiswa. “Memangnya kenapa, dik?” tanya Bapak itu enggan. “Kalau Bapak bisa menangkap banyak ikan, Bapak ‘kan punya uang banyak?” jawab Mahasiswa. “Kalau saya sudah punya uang banyak, memangnya kenapa?” tanya Bapa itu lagi. Mahasiswa mulai jengkel, “Lho, dengan uang itu Bapak bisa membeli dan memiliki banyak kapal?” “Kalau saya punya banyak kapal, memangnya kenapa?” “Bapak ‘kan bisa memperkerjakan banyak orang sebagai anak buah kapal?” “Kalau saya punya banyak anak buah kapal, memangnya kenapa?” “Bapak ‘kan tidak perlu kerja lagi. Bapak tinggal terima setoran. Bapak bisa hidup dengan santai,” jawab mahasiswa dengan nada tinggi. “Lho memangnya apa yang sedang saya lakukan ini? Saya sedang bersantai ‘kan?” Kekayaan tidak menjamin datangnya kebahagiaan. Kebahagiaan itu tidak terdapat di luar. Hilangkan pemikiran keliru itu. Kalau tidak, Anda tidak pernah mendapatkan kebahagiaan. Sikap keliru yang lain adalah kelekatan ita terhadap sesuatu, terutama pada emosi negatif. Jika Anda terikat pada emosi negatif, maka Anda tidak akan pernah merasakan bahagia. Itu tidak berarti bahwa kita tidak boleh memiliki emosi negatif. Sepanjang kita menjadi manusia normal maka kita pasti memiliki emosi negatif: seperti kesedihan, kekhawatiran, stress, depresi, kemarahan, kebencian. Yang terpenting kita tidak larut dan terikat dalam emosi negatif ini. Lalu bagaimana cara mencari kebahagiaan? Pemazmur mengatakan, orang yang berbahagia adalah orang yang “kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” Dengan kata lain, orang itu suka melakukan Perintah TUHAN dan merenungkannya siang malam.” Ciri-ciri orang yang sudah melakukan perintah Tuhan dan merenungkannya siang malam adalah seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya. Orang itu berhasil dalam segala usahanya. Pertama, tidak egois. Buah yang dihasilkan oleh sebatang pohon, selalu diberikan pada pihak lain. Pohon tidak pernah memakai buahnya untuk kepentingan diri sendiri. Dengan kata lain, orang yang berbahagia adalah orang yang tidak egois. Orang yang egois itu seperti anak kecil, “Kalau kamu tidak mau meminjamkan mainanmu, aku pulang lho.” Coba kita ingat-ingat, apakah kita pernah mengatakan hal seperti itu: “Kalau mereka memberiku ini atau itu, aku akan berbahagia” atau begini, “Kalau aku tidak memperoleh ini atau itu, maka aku tidak akan berbahagia.” Banyak orang yang tidak merasa berbahagia karena mereka memaksakan kondisi-kondisi kebahagiaan untuk diri mereka sendiri. “Aku akan merasa bahagia jika aku punya mobil”; “Aku tidak akan berbahagia jika gagal membangun usaha ini.” Banyak orang yang merasa berbahagia ketika dia mau berbagi berkat dengan orang lain. Kedua, Bersyukur dan menghitung berkat. Coba kataan “Betapa beruntungnya aku. Aku bersyukur sekali!” Sungguh tidak mungkin merasa bersyukur, tetapi tidak berbahagia. “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Mazmur 42:11 TB) Pembahasan Nats Mazmur 1:1-6 Pertama, Nats khobah membandingkan perjalanan hidup orang yang benar dan perjalanan hidup orang yang fasik (ay.1). Hanya ada dua jenis orang yang diakui Allah yaitu orang benar dan orang Fasik. Orang benar atau orang saleh adalah orang yang jalan hidupnya bercirikan (tanda-tandanya) adalah : kebenaran, kasih, ketaaatan kepada Firman Allah, dan terpisah dari persekutuan orang yang kesukaanya berbuat dosa. Tetapi kesukaannya adalah Taurat Tuhan (ay.2) Orang Fasik adalah orang yang tidak tinggal dalam Firman Allah, yang kesukaannya berbuat dosa (dosa adalah melakukan apa yang dilarang Tuhan dan tidak melakukan apa yang diperintahkan Tuhan). Perjalanan hidup orang yang benar dapat diketahui dari apa yang tidak dia lakukan yaitu: tidak menuruti nasehat orang Fasik (jalan orang Fasik), tempat yang tidak mereka kunjungi (orang pencemooh) dan kesukaannya adalah ialah Taurat Tuhan (hidup dekat dengan Tuhan/sekitar Firman Tuhan) dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menaatinya (ay. 2). Kedua, hasil perjalanan hidup orang yang benar. Ia seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya dan tidak layu daunya daan apa yang diperbuatnya berhasil (ay. 3). Orang yang benar menerima sumber hidup yang tidak habis-habisnya (Joh. 15: 1-8, khusus ay. 8 : jikalau kamu tinggal di dalam Aku, dan hukumku tinggal di dalam kamu, mintalah saja apa yang kamu kehendaki, dan kamju akan menerimanya). Apa yang diperbuatnya berhasil bukan berarti tidak pernah akan mempunyai masalah atau kegagalan, tetapi orang benar akan mengetahui kehendak Allah dan berkat Allah (Rm. 8:28). Ketiga, hasil perjalanan hidup orang Fasik digambarkan dengan tiga gambaran yang mengerikan: 1. Mereka seperti sekam yang ditiupkan angin (ay3). Ini suatu gambaran berbagai kekuatan yang tidak mereka lihat yang akan menghancurkan perjalanan hidup mereka. Mereka terlepas dari kasih karunia Allah dan berada di bawah penghukuman Allah (bd. Efesus 2:2 kamu hidup di dalamnya (dosa-dosa), karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sedang bekerja diantara orang-orang yang durhaka. 2. Tidak tahan dalam penghakiman dan dan tidak tahan dalam perkumpulan orang benar. Tidak ada orang fasik yang dapat bertahan saat Allah murka (Mazmur 76:8), dan penghakiman terakhir Mat. 25:31-46, khusus ay. 46 dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang yang benar ke dalam hidup yang kekal). 3. Menuju kebinasaan. Alkitab mengajarkan bahwa ada hukuman atas orang yang berbuat kejahatan adalah pasti. Hukuman itu berupa kutukan, penderitaan, dan pemisahan dari Allah tanpa jangka waktu tidak terbatas. Aplikasi: 1. Jalan Tuhan adalah jalan yang menuju kebahagiaan dan jalan yang menawarkan sampai ke tujuan. Ibarat orang yang mengadakan perjalanan jauh yang mengikuti route yang benar, walaupun banyak tantangan akan sampai ke tujuan dengan dengan selamat atau pengemudi yang patuh dalam berlalu lintas; mengiikuti rambu-rambu lalu lintas maka kemungkinan untuk sampai ke tujuan lebih besar daripada pengemudi yang ugal-ugalan. 2. Mungkin saja kita melihat jalan orang fasik lebih (jalan yang lebar) mudah daripada jalan orang benar (korupsi, tidak adil, penjinah, penipu, tidak punya kasih, egois, mau menang sendiri) tidak perlu iri, sebab mereka tidak mencapai kebahagian seperti jalan orang benar. Mereka seperti sekam, mereka tidak dapat bettahan di pengadilan dan mereka akan dihukum Allah, Tetaplah di jalan yang sempit karena itu adalah jalan keselamatan. Umat Tuhan tidak mencari jalan yang gampang, tetapi bertentangan dengan Firman Tuhan. 3. Agar tetap kita memmilih jalan Tuhan, kita harus dekat dengan Firman Tuhan itu sendiri (dekat dengan Allah=sahabat Allah=menyenangkan Allah). Apa yang kita rasakan, pikirkan dan lakukan harus sesuai (sejajar) dengan Firman Allah, untuk itu Roh kuduslah yang berkuasa dalam hati kita (bd. Ibr, 3:15, suara Tuhan memanggil untuk bertobat …Amin.

Sabtu, 12 Mei 2012

Khotbah Minggu 13 Mei 2012. 1 Johannes 5: 1-6 Iman Kepada Yesus Kristus Mengalahkan Dunia

Pendahuluan. Tidak hanya sekedar ketaatan, tetapi ketaatan yang penuh sukacita sangat diperlukan…sebab Perintah-perintahNya itu tidak berat (3). Hidup adalah perjuangan. Alkitab mengajarkan bahwa kita berada dalam suatu pertempuran. Alternatifnya jelas, di satu sisi ada kekalahan, di sisi lain ada kemenangan. Pilihannya adalah antara menjadi seorang ‘pecundang’, orang yang selalu dikuasai keadaan, atau menjadi ‘pemenang’, orang yang menguasai dan mengatasi keadaan. Kita dapat diatasi atau kita bisa mengatasi. Musuh jiwa kita, iblis, telah dan sedang mengerahkan semua kekuatan jahatnya untuk tujuan tunggal yaitu, mengalahkan iman kita; sdh banyak sekarang serigala berbulu domba; bahkan maaf Babi berbulu domba pun sdh ada sekarang; di TV di sebut bahwa di Inggris sekarang ada babi berbulu domba. Di sisi lain, Tuhan telah menempatkan strategi untuk kita gunakan agar dapat menjadi seorang ‘pemenang, melawan penyesat dan ibblis yg berbulu domba ini. Penjelasan Ayat 1-3 Percaya pada Yesus adalah pekerjaan Allah bukan hanya keputusan manusia (ayat 1). Ketika manusia percaya pada Yesus, saat itu ia dilahirkan dari Allah. Kata kerja ‘dilahirkan’ pada ayat 1 dipakai dalam bentuk pasif bukan aktif. Di sini terlihat hubungan tak terpisahkan antara tindakan manusia untuk percaya dan karya Allah melahirkannya menjadi anak-anak Allah yang pertama adalah akibat dan tanda dari yang kedua. Dilahirkan menjadi anak-anak Allah berarti dipersilahkan masuk ke dalam relasi kasih. Relasi kasih dengan Allah melalui Yesus inilah yang mendorong kita untuk mengasihi saudara seiman. Mereka menjadi saudara kita di dalam Kristus, tanpa memandang ras, bahasa, budaya, strata ekonomi, atau pendidikan. Maka kita tidak selayaknya membedakan orang berdasarkan hal-hal tersebut, melainkan pandanglah sebagai orang yang sudah sama-sama diselamatkan oleh Tuhan. Meskipun di antara kita terdapat perbedaan, kita dapat tetap saling mengasihi karena kita berasal dari keluarga yang sama. Bukti seseorang mengasihi Allah adalah mengasihi saudara seiman. Mengasihi saudara seiman berarti mengasihi Allah dan melakukan perintah-perintah-Nya (ayat 2). Yohanes menghubungkan tiga hal sekaligus yakni mengasihi Allah, melakukan perintah Allah dan mengasihi saudara seiman ketiganya harus ada dalam hidup kita. Untuk melaksanakan ketiga perintah ini sekaligus, ada langkah-langkah yang harus kita tempuh, perhatikan dan pahami. Pertama, sifat perintah Allah. Perintah Allah tidak berat karena beban yang diberikan kepada kita tidak melebihi kemampuan kita. Kedua, iman kita. Orang percaya mampu melakukan perintah Allah karena ia memiliki iman yang mengalahkan dunia. Ayat 4-6 Kata Yunani untuk dunia dalam ayat kita ini adalah Kosmos. Biasanya, bila kita berpikir tentang Kosmos, kita berpikir tentang planet, bintang, galaksi, dan semua alam semesta yang diciptakan oleh Allah. Tapi Yohanes menitik-beratkan arti kata ini sebagai ‘dunia yang sesat dan bahkan yang berseteru dengan Allah’. Istilah "dunia" disini lebih merujuk pada kualitas ketimbang kuantitas. (Lih. ay 5). Di tengah arena pertandingan, seseorang harus tahu terlebih dahulu: kekuatan musuh yang dihadapi dan kekuatannya untuk menghadapi musuh. Demikian pula kita sebagai anak-anak Allah yang setiap saat hidup di kancah pertandingan dunia. Kita bersyukur karena ada yang mengontrol pertandingan ini, yakni Allah yang berdaulat mengizinkan setiap tantangan yang kita hadapi, bersama itu pula Allah memberikan kekuatan-Nya sehingga kita pasti menang. Kemenangan ini pasti karena Allah sendiri yang berperang melawan kuasa dunia. Setiap anak Allah diberi kuasa untuk menang, inilah iman kita kepada Yesus Kristus, Anak-Nya. Memiliki iman berarti memiliki relasi dengan Yesus Anak Allah (ayat 5). Untuk dapat mengatasi dunia ini, kita membutuhkan lebih dari usaha sendiri. Kenyataan yang mengagumkan adalah bahwa kita telah diubah pada inti dari keberadaan kita. Kita telah diubah, dari makhluk yang ditakdirkan untuk kalah, menjadi makhluk ditakdirkan untuk menang. Kita telah erat bersatu dengan Juruselamat kita, yang telah mengalahkan dunia. Tuhan Yesus telah mengalahkan musuh manusia yang paling ditakuti yaitu kematian. Logikanya, jika kematian dapat dikalahkan-Nya apalagi hal-hal lainnya. Seandainya saat ini kita berada dalam berbagai penderitaan, kesusahan dan pergumulan berat, bersyukurlah! Mengapa bersyukur? Karena iman yang kita miliki adalah iman yang mengalahkan dunia. Refleksi Apakah rahasia ketaatan yang penuh sukacita…? Rahasianya ialah dengan mengenal bahwa ketaatan adalah suatu persoalan keluarga. Kita melayani Bapa yang penuh Kasih dan menolong sdr2 kita dalam Kristus. Kita telah di lahirkan dari Allah; kita mengasihi Allah, karena itu kita harus mengasihi anak-anak Allah. Dan kita membuktikan kasih ini dengan melakukan perintah-perintahNya. Kehidupan iman adalah hidup dalam keluarga. Tuhan adalah orang tua dalam keluarga ini. Beriman adalah saudara dan saudari. Seperti dalam setiap keluarga yang sehat, masyarakat tumbuh baik di antara orang tua dan saudara dalam kasih dan loyalitas. Semuanya dimulai dengan mencintai Allah. Dimulai dengan mengasihi Allah. Jika kita mengasihi Allah, dan jika kita lahir dari Allah, kita akan mengasihi Allah, maka kita tidak bisa tidak mengasihi orang yang juga lahir dari diriNya. Seharusnya tidak ada perang saudara dalam keluarga Allah. Tapi kadang-kadang tampaknya bahwa keluarga Allah sangat rentan patah dan terus-menerus dikalahkan. Saat kita mengasihi saudara seiman menunjukkan bahwa kita memiliki iman yang mengalahkan dunia. Tunjukkanlah bahwa Anda memiliki iman yang mengalahkan dunia. Berbagai macam bentuk tantangan kita hadapi dalam arena pertandingan dunia, yang bertujuan mengalahkan kita, supaya kita tetap bertahan dalam kehidupan lama, agar tidak mampu memperjuangkan kehidupan yang berkemenangan dalam iman. Kegagalan demi kegagalan dosa membuat kita lelah, putus harapan, dan kehilangan daya juang untuk mengambil peran sebagai pahlawan iman. Arus dunia semakin deras menentang iman kekristenan, bukan saja dari kalangan non kristen, tetapi justru dari kalangan kita sendiri. Banyak kita temui siswa kristen yang terimbas narkoba, tawuran, pergaulan bebas; banyak karyawan kristen yang memanipulasi waktu, uang, dan jabatan; banyak pedagang kristen yang tidak jujur; banyak suami kristen yang tidak setia kepada keluarganya; banyak aktivis kristen yang menjadi batu sandungan; banyak hamba Tuhan yang mengejar popularitas dan kesuksesan. Terbuka pada kenyataan ini kita menyadari betapa lebih beratnya perjuangan anak-anak Allah di tengah dunia sekuler, menentang kristen-kristen yang berkompromi dengan dosa. Masih sanggupkah bertahan dalam arus dunia yang akan semakin deras dan gencar? Sesungguhnya ini bukan pilihan tetapi konsekuensi anak-anak Allah yang memang rindu mempertahankan imannya dan jaminan kepastian kemenangan sudah disediakan bagi yang mau setia melakukan perintah-perintah-Nya. Jangan mundur dan menyerah kalah sebelum perjuangan ini selesai, kehidupan kekal menanti di sana, hidup selamanya bersama Dia yang mengasihi kita. Sebagai anak-anak Allah, kita memiliki Tuhan Yesus Kristus yang telah mengalahkan dunia. Jangan biarkan salib Kristus sia-sia karena kita menyerah dalam peperangan iman. Amin. Pdt. Anthony

Jumat, 04 Mei 2012

"Kotbah Minggu Kantate 06 Mei 2012" Yakobus 2:8-13

Pendahuluan 1. Kedewasaan Rohani adalah menjadi inti pengajaran dalam surat Jakobus ini, jika kita benar-benar di dalam Kristus maka harus : belajar bersabar; menang terhadap pencobaan; kita harus mempraktekkan ajaran-ajaran Alkitab; mampu mengendalikan lidah; menciptakan perdamaian bukan persoalan dan harus hidup dalam Doa. 2. Surat Yakobus (1:1) ini adalah surat yang dikirim oleh rasul Yakobus kepada jemaat yang berada di diaspora (perantauan), yang secara umum berisi petunjuk dan nasehat praktis bagaimana melakukan suatu tindakan/perbuatan kristiani. 3. Sifat praktis ini kelihatan dalam Yakobus 2:14-26 yakni bagaimana iman dan perbuatan harus seiring dan sejalan. Tidak hanya perkataan atau janji, atau pengakuan verbal yang utama (2:19) tetapi bagaimana ‘karya nyata’ kerja yang sesuai kepada pengakuan, iman tanpa perbuatan adalah mati (2:26), tidak mendua hati (1:8), standar ganda, terpisah iman dan perbuatan. 4. Yakobus 2 ini menegaskan hubungan iman secara khusus dengan cara pandang kepada sesama manusia. Perbuatan yang benar adalah orang yang mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. II. Keterangan 1. Sikap kepada sesama • Dalam ayat 1, Yakobus mengkritik praktek “memandang muka” (prosopolempsia; ) yakni suatu sikap menentukan prioritas, favoritisme, penghargaan yang berbeda, yang berhubungan dengan status, jabatan dan sosial ekonomi,dsb. • Iman sangat erat berhubungan dengan sesama, sehingga segala sikap dan perbuatan kita yang berhubungan dengan sesama, khususnya dalam menghargai seseorang hendaknya di dasarkan dengan ‘iman’ . Sebutan, ‘saudaraku’ dalam surat Yakobus ini, hendak memperlihatkan bahwa semua mereka sama di hadapan Tuhan. • Dasar untuk tidak ‘memandang muka’ adalah karena hukum utama (basilikos/nomos/royal law) yakni Mengasihi sesama seperti dirimu sendiri (bnd Mat 22:39), hormat dan tidak memandang muka, itulah sikap orang yang beriman, sebab Tuhan kita adalah Tuhan yang mengasihi (1 Joh 4:7-8). • Selaku warga kerajaan Allah, aturan yang berlaku ialah kasih, dan salah satu dari kasih itu adalah tidak memandang muka. • Sehingga orang yang memandang muka berarti ia tidak memperlakukan sikap seorang yang beriman (warga kerajaan Allah), sebab memandang muka adalah bukan sikap orang yang mengasihi (ayat 8-9). • Jika ada seseorang melakukan perbuatan kasih kepada orang kaya, pejabat, atau yang lainnya dengan cara berlebihan oleh karena maksud tertentu, maka ia telah berdosa, karena seorang yang beriman seharusnya mengasihi sesamanya tanpa pilih bulu. Sama dengan hukum utama / aturan (titah) itu adalah merupakan satu kesatuan yang utuh, yang tidak dapat dipisahkan. • Semua manusia sama di hadapan Allah, tidak ada bedanya, sama-sama warga kerajaan Allah. 2. Penghakiman • Yakobus mengingatkan supaya melakukan suatu perbuatan hendaknya dilakukan dalam perspektif kepada penghakiman Allah (Ibr 4:13). Sebab kita semua akan bertanggung jawab kepada Allah pada hari yang akan datang. • Bagi mereka yang memandang muka, sesungguhnya mereka sendiri sudah bertindak sebagai hakim kepada sesamanya, padahal mereka adalah sama, yang juga akan dihakimi oleh Allah pada hari penghakiman kelak, tidak ada seorang pun yang luput dari penghakiman tersebut. Dengan demikian setiap orang hendaknya waspada (hati-hati) di dalam perkataan dan perbuatannya. Yesus mengatakan dalam Mat 12:36, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman” • Orang yang beriman seharusnya tetap melakukan perbuatan yang baikHa, penuh dengan kasih, sebab orang yang beriman itu telah menerima kemerdekaan dari keterikatan dosa, yang telah dianugerahkan Allah melalui kasih dan pengorbanannya yang besar itu. Kita melakukan perbutan yang baik karena Tuhan telah lebih dahulu melakukan hal yang demikian kepada kita. • Setiap orang yang melakukan perbuatan kasih (berbelas kasihan) kepada orang lain, maka ia akan menerima penghakiman yang berbelas kasihan yang sempurna pada hari penghakiman terakhir kelak (13b) Sebaliknya jika kita masih tetap bersikap keras terhadap orang lain (memandang sebelah mata, anggap enteng, memandang muka, dsb), Tuhan juga akan bersikap keras pada hari penghakiman (13a) III. Aplikasi 1. Nama minggu kita adalah “kantate” artinya bernyanyi. Bernyanyi maksudnya adalah bukan sekedar syair atau lagunya, tetapi lebih daripada itu yakni seiring, harmonis dan senada; hendaknya perkataan dan perbuatan kita selaku orang yang beriman selaras, seiring dan sejalan. Orang yang beriman akan kelihatan dalam praktek hidupnya sehari-hari dalam perkataan dan sikapanya yang mengasihi sesamanya. 2. Praktek ‘memandang muka’ sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga bukan manusianya lagi yang kita butuhkan tetapi adalah status, jabatan dan kekayaannya. Sehingga jika demikian maka sulit bagi kita untuk ber kantate, sebab ada orang yang bernyanyi di atas penderitaan orang lain, dan ada yang merintih dan kesakitan dipijak oleh orang lain. 3. Marilah kita saling mengasihi, tanpa dibatasi oleh muka tetapi mengasihi karena sudah menjadi orang yang beriman kepada Yesus yang mati demi keselamatan kita bersama dan yang tidak memandang muka. 4. Kita patut bernyanyi dan bersorak-sorak sebab kita telah menerima ‘kemerdekaan” . Kemerdekaan itu hendaknya diteruskan dan dipraktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari, melalui perbuatan yang memerdekakan sesama kita, agar mereka juga dapat menikmati kemerdekaan itu dengan saling mengasihi, saling menghargai satu dengan lain, saling perduli dan memperhatikan, dan tidak ditemukan adanya praktek yang saling menekan, dan mengecilkan satu dengan lainnya. Pdt. Jaksen Saragih, MTh