Selasa, 31 Juli 2012

Khotbah Minggu 05 Agustus 2012. "Yohanes 6:24-35 "

I. Pendahuluan 1. Penulis buku Yohanes ini adalah Yohanes anak kedua Zebedeus (Mrk 1:19-20). Ibunya bernama Salome, saudaranya adalah Yakobus. Mereka orang Galilea dari desa Betsaida. 2. Yohannes bertujuan untuk memperkenalkan Yesus dengan sejelas-jelasnya kepada para pembacanya. Berbeda dengan ketiga injil yang lain, Yohannes tidak memperkenalkan Yesus sebagai Yesus sejarah, tetapi di awal tulisannya ia langsung memperkenalkan Yesus sebagai Firman yang telah menjadi manusia, dan selanjutnya ia menyebut Yesus sebagai Anak Domba Allah, Mesias, Raja orang Israel, roti hidup, dan air hidup. 3. Tujuan utama injil ini adalah agar semua orang percaya bahwa Yesus Kristus adalah anak Allah, agar kita semua mendapat kehidupan yang kekal (Yoh 20:31). 4. Barang siapa yang menaruh kepercayaan kepadaNya akan memperoleh kehidupan yang kekal (Joh. 3: 16) Dan barang siapa yang berjaga-jaga serta siap akan kedatanganNya, dialah yang mendapat tempat di sisiNya (Joh 3:28). Orang yang mempercayainya, secara langsung maupun tidak, diperhadapkan kepada suatu pertanggung jawaban yang Historis dan Religius. Hal ini sangat perlu dan sangat esensial, sebab sampai saat ini juga masih banyak orang yang tidak mempercayaiNya, walaupun sebenarnya sudah menerima Kristus sebagai Juru SelamatNya. Kristus hadir dalam sejarah, dalam konteks kehidupan, kehadiranNya nyata sejak kelahiranNya, dan akan hadir kelak pada kedatanganNya yang kedua kali (parusia) II. Penjelasan Nats renungan kita adalah lanjutan dari peristiwa “Yesus memberi makan 5000 orang dan dilanjutkan dengan peristiwa “Yesus berjalan di atas air”, satu rangkaian peristiwa yang luar biasa atau sering dikatakan dengan mujizat . Menurut pandangan Yesus, orang banyak mencari-Nya bukan sungguh-sungguh mencari Yesus tetapi yang mereka cari adalah karena mereka telah makan roti. Yesus mengingatkan mereka supaya bekerja untuk makanan yang tidak dapat binasa, tetapi untuk makanan yang bertahan sampai pada kehidupan yang kekal, yaitu “Anak Manusia yang telah di meteraikan dan disahkan oleh Bapa Allah. Mendengar perkataan Yesus, lalu mereka bertanya “Apakah yang harus kami perbuat supaya dapat mengerjakan apa yang dikehendaki oleh Allah ? Lalu dijawab oleh Yesus “kamu harus ‘Percaya’ kepada Dia yang telah diutus Allah.Disini jelas Yesus mau mengatakan “percayalah kepada-Ku”itulah yang dikehendaki oleh Allah. Lalu mereka bertanya, tanda apa yang kamu buat supaya kami percaya kepada-Mu, mereka membandingakan Yesus dengan Musa, karena menurut mereka Musa itu jauh lebih besar dari Yesus, karena ketika nenek moyang mereka di padang gurun diberi makan roti sorga. Lalu Yesus menjawab, bukan Musa yang memberikan roti itu, melainkan Bapa-Ku yang memberikan “kamu” roti yang benar dari sorga. Orang banyak berbicara tentang zaman Musa tetapi Yesus berbicara masa ini, dengan mengatakan “memberikan kamu” (Yesus tidak bercerita tentang nenek moyang Isarel, karena Yesus tidak berbicara tentang “mereka (orang ketiga, nenek moyang Israel) tetapi berbicara kepada orang kedua (kamu)” ini adalah usaha Yesus untuk memusatkan perhatian mereka pada diri-Nya. Sehingga mereka spontan mengatakan “Tuhan, berikan kami roti itu senantiasa” sebutan “Tuhan” disini adalah ungkapan pengakuan mereka bahwa Yesus jauh melebihi Musa, karena Musa tidak pernah dipanggil dengan sebutan Tuhan. Yesus mengatakan “Akulah roti hidup” Pernyataan “Akulah Roti Hidup” adalah yang oertama dari tujuh pernyataan “Aku adalah” yang dicatat dalam Injil Yohanes, setiap pernyataan itu menampilkan suatu aspek penting dari pelayanan pribadi Yesus. Pernyataan ini memberitahukan kita bahwa Kristus adalah makanan yang memelihara kehidupan rohani. Sehingga setiap orang yang datang kepada-Nya tidak akan lapar lagi. Lapar dan haus adalah situasi “yang paling tidak menyenangkan”, situasi yang sangat menyiksa, dalam Yesus semuanya aman. III. Aplikasi 1. Apa motivasi kita menjadi seorang kristen (pengikut Kristus), Tuhan ingin mengetahuinya, apakah kita ingin hanya untuk makan minum saja ? Motivasi yang benar mengikuti kristus bukan karena untuk mendapatkan makanan, kesembuhan, atau untuk mendapatkan apa yang kita ingini, tetapi karena Dialah roti kehidupan yang dapat memberikan hidup yang kekal kepada kita. Cintailah Yesus lebih dari pemberian-Nya (berkat-Nya), banyak orang mau mengikut Yesus hanya berfokus ke hal-hal duniawi. 2. Jangan kita sibuk, capek dan lelah oleh karena roti dunia ini, sehingga kita tidak mendapatkan roti yang kekal itu. Dunia ini sedang gencar-gencarnya menawarkan roti/minuman dunia ini (dalam arti bisa dikonsumsi oleh mata, mulut dsb, dengan reklame dan ) Kita harus arif dan bijaksana untuk dapat memilah-milah mana roti dunia dan roti surga itu (Ep 5:10) 3. Orang yang selalu rutin makan makanan roti surgawi, ia akan hidup dengan semangat, gairah dan penuh sukacita, tidak hanya selama berada di dunia ini juga hingga kepada kehidupan yang kekal. 4. Ralph Washington berkata, “ kasih kita kepada Tuhan diuji dengan pertanyaan apakah kita mencari Dia atau mencari pemberianNya” 5. Ketika hidup kita memfokuskan diri kita kepada roti hidup itu (kekekalan) maka otomatis nilai-nilai kita berubah. Kita akan lebih menghargai lebih tinggi pada hubungan dan karakter daripada kepopuleran atau kekayaan atau prestasi atau bahkan kesenangan. Prioritas-prioritas yang kita miliki akan ditata ulang, sehingga mode, trend, nilai-nilai populer dunia ini tidak menjadi hal yang penting lagi bagi kita. Sebagaimana Paulus juga mengalaminya, ketika ia lebih memprioritaskan ‘roti surga’ itu, ia mengatakan, “ Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus”(Flp 3:7-8) 6. Kehidupan yang baik, sukses, penuh sukacita apabila kita mau menerima Yesus selaku roti kehidupan kita. Yesus mutlak sangat perlu bagi kita, seperti perlunya kita makan dan minum. Yesus adalah kebutuhan dasar hidup kita, supaya kita kenyang dan puas dalam hidup ini. Manusia tidak dapat dikenyangkan dan dipuaskan hanya dengan harta, uang, jabatan, hiburan, bakat dsb., kita masih tetap lapar dan haus (ada saja yang kurang, tidak pas/puas, putus asa, ketakutan, stress, sombong, kebencian dsb.) Yesus roti hidp, hanya dalam Dia saja kita ada kepenuhan hidup yang sesungguhnya, bukan kepenuhan hidup yang sementara, Yesus mengatakan dalam Yoh 11:25, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” Amen. Dikutip dari berbagai sumber

Rabu, 25 Juli 2012

"Khotbah Minggu 29 Juli 2012" 2 Raja-raja 4: 42-44

Pengantar: 1.Setelah Nabi Elia diangkat ke surga, segera nampak bahwa kuasa kenabian diberikan Tuhan kepada Elisa. Jubah Elia pun telah ditinggalkan padanya. Elisa telah resmi mengganti fungsi Elia sebagai nabi. Teks khotbah kita ini adalah bagian dari tanda-tanda mujizat yang dilakukan oleh nabi Elisa, mulai dari pasal 3-7. Tuhan menunjukkan kuasaNya melalui perbuatan-perbuatan mujizat yang dilakukan Elisa. 2.Seperti yang pernah terjadi pada masa Elia, demikian juga pada masa Elisa terjadi kekeringan selama 7 tahun lamanya. Dimana-mana terjadi kekurangan makanan. Oleh karena itu perempuan Sunem dengan keluarganya disuruh pergi oleh Elisa untuk menyelamatkan diri dari bahaya kelaparan tersebut (Psl 8:1 dst). Sebelumnya Elisa pernah menolong keluarga ini, dengan menghidupkan kembali anak laki-lakinya yang sudah mati (4:8-37). 3.Minggu ini adalah munggu ke-8 setelah Trinitatis yang mengingatkan kita akan meja perjamuan, yang tersirat juga dalam mujizat yang dilakukan oleh Yesus, dimana ia memberi makan 5000 orang hanya dengan 2 ekor ikan dan 5 keping roti, dan masih tersisa 12 bakul. Hal ini mengingatkan kita bahwa kuasa Tuhan Yesus jauh melampaui segala akal budi manusia. Dalam teks khotbah kita. Tuhan juga menunjukkan kuasaNya yang besar melalui tanda mukjizat yang dilakukan Elisa. Penjelasan: Ada seseorang dari Baal-Salisa datang membawa roti hulu / hasil pertama bagi Elisa (ay 42). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1) Dari cerita ini kelihatannya kelaparan dalam ay 38 masih terus berlangsung sampai saat ini. Jadi ay 38-41 dan ay 42-44 saatnya berdekatan. Tetapi sekalipun ada pada masa kelaparan, orang ini membawa persembahan yang harus diberikannya. Bandingkan dengan banyak orang yang pada waktu krismon, atau mengalami problem uang, berhenti memberi persembahan persepuluhan. Ia tidak membayangkan bahwa ‘kelaparan di negeri itu’ membebaskannya dari kewajiban dalam hal hasil pertama. Andaikata setiap orang kristen mempunyai standard yang tinggi dan teliti dalam pemberian agamawi. 2) Pada hal hukum Taurat memberikan peraturan bahwa hasil pertama itu harus diberikan kepada imam. Bil 18:13 - “Hulu hasil dari segala yang tumbuh di tanahnya yang dipersembahkan mereka kepada TUHAN adalah juga bagianmu; setiap orang yang tahir dari seisi rumahmu boleh memakannya”. Ul 18:4-5 - “Hasil pertama dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, dan bulu guntingan pertama dari dombamu haruslah kauberikan kepadanya. Sebab dialah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu, supaya ia senantiasa melayani TUHAN dan menyelenggarakan kebaktian demi namaNya, ia dan anak-anaknya”. Namun diberikan kepada Elisa yang bukan Imam. Tetapi karena pada saat itu tidak ada imam yang benar di Israel, kecuali imam-imam dari patung anak lembu (bdk. 1Raja 12:31), maka orang ini lalu mengalihkan persembahannya kepada Elisa dan rombongan nabi itu. Adalah jelas bahwa orang-orang yang lebih saleh di antara orang Israel tidak hanya memandang kepada nabi-nabi untuk pengajaran agama (ay 23), tetapi menganggap mereka sebagai pewaris posisi dari imam-imam Lewi, yang oleh pembaharuan yang dilakukan Yerobeam, telah diusir dari negeri itu. Hasil pertama dari jagung, anggur, dan minyak ditetapkan oleh hukum Taurat bagi imam-imam (Bil 18:13 Ul 18:4,5)] Kewajiban pembayaran agama biasanya diberikan kepada imam-imam dan orang-orang Lewi, tetapi dalam keadaan agama di Israel, orang saleh ini berpikir bahwa ia memelihara / mentaati dengan sebaik-baiknya arti sebenarnya dari hukum Taurat dengan membawa roti dan jagungnya kepada Elisa dan murid-muridnya) 3) Pemeliharaan pelayan Tuhan. Sang nabi dipelihara. Itu adalah masa kelaparan. ‘Tetapi mereka yang takut kepada Tuhan tidak akan kekurangan sesuatupun yang baik’. Elisa menerima persembahan syukur dari umat Israel - roti hulu hasil, 20 roti jelai, serta gandum baru. Keberatan terhadap pelayanan yang dibayar tidak mempunyai dasar dalam Firman Allah. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sama-sama menganjurkan pemeliharaan untuk kebutuhan pelayan-pelayan Allah. Yesus berkata: ‘Seorang pekerja patut mendapat upahnya’. Paulus berkata: ‘Mereka yang memberitakan Injil harus hidup dari Pemberitaan Injil itu’. Adalah tidak praktis dan menyusahkan / menyukarkan bahwa seseorang harus memberitakan Injil, dengan semua persiapan yang dibutuhkan oleh pekerjaan itu, dan menggembalakan jemaat, dengan semua perhatian yang dibutuhkan, dan pada saat yang sama dibebani dengan kerja keras dan kekuatiran untuk kebutuhan sementara mereka dan kebutuhan keluarga mereka, jika mereka mempunyainya. Catatan: Kutipan pertama dari Maz 34:10-11, kutipan kedua dari Luk 10:7, kutipan ketiga dari 1Kor 9:14. 4) Roti yang diberikan itu hanya sedikit. Istilah ‘20 roti jelai’ dalam bahasa Inggris diterjemahkan ‘twenty loaves of barley bread’ (istilah ‘loaves’ menunjuk pada bentuk roti tawar pada umumnya yang berbentuk seperti mobil station), dan ini bisa menimbulkan kesan bahwa roti yang diberikan itu cukup banyak, padahal sebetulnya tidak demikian. ‘loaves’ bagi orang Israel adalah potongan roti kecil dan tipis atau roti tipis yang digulung, dan bukannya ‘loaves’ dalam arti modern. Setiap orang yang ikut makan biasanya mendapat satu untuk dirinya sendiri. Tentu saja 20 ‘loaves’ hampir tidak cukup untuk 20 orang. Jadi jelas bahwa untuk 100 orang jumlah itu sangat tidak memadai (bdk. ay 43a). 5) Elisa tidak egois, ia tidak mengambil semua roti itu untuk dirinya sendiri, tetapi membaginya untuk semua. ” Dalam masa kelaparan ia bisa berpikir bahwa adalah bijaksana untuk menyimpan bagi dirinya sendiri persediaan makanan yang telah ia terima. Tetapi tidak. Ia percaya kepada Allah untuk masa depan. Yang pertama ia pikirkan adalah orang-orang lain yang lapar di sekitarnya. ‘Berikanlah itu kepada orang-orang ini, supaya mereka makan’. Dibutuhkan lebih banyak ketidak-egoisan, sikap penuh perhatian seperti ini. Betapa banyak dari mereka yang mempunyai berlimpah-limpah lupa untuk memikirkan mereka yang ada dalam kekurangan 6) Elisa bernubuat (ay 43b) dan lalu melakukan mujijat, sehingga roti itu cukup untuk makan mereka semua, dan bahkan masih ada sisanya (ay 44). Aplikasi 1 Dari teks khotbah kita dapat melihat, bahwa kuasa Tuhan tetap berlangsung dan bekerja di segala zaman. Juga di zaman kita sekarang ini Tuhan tetap menampakkan kuasaNya. Hanya kita harus melihat dengan mata iman kita, bukan hanya dengan akal budi kita. 2 Kita bisa belajar dari nabi Elisa, juga untuk kehidupan kita sehari-hari. Kita dapat melihat ciri-ciri kehidupannya, antara lain: 1. Elisa adalah orang yang beriman. Dia sangat meyakini, bahwa Firman Tuhan berkuasa. Dengan penuh yakin dia menyuruh pembantunya untuk membagikan sedikit roti untuk banyak orang. Dan memang menjadi kenyataan, bahwa roti itu masih sisa seperti Firman Tuhan (ay.43). Tanpa iman dan keyakinan kepada firman Tuhan, tidak mungkin Elisa memerintahkan pembantunya untuk membagikan roti itu. Pertama iman baru ada mujizat. 2. Elisa tidak egois. Dia tidak mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri. Dia mempunyai hak untuk memakan roti yang dihadiahkan kepadanya. Tetapi dia tidak memakai haknya tersebut untuk dirinya. Dengan kebebasan dan kerelaannya, dia membagi-bagikannya untuk orang lain. Berkat yang dia terima, dijadikan berkat juga bagi orang lain. Elisa memberi teladan, memberi pelajaran bagi kita, bahwa pelayanannya adalah pelayanan yang menyeluruh (holistik), rohani dan Jasmani. 3. Bagi orang-orang yang percaya dan berpengharapan kepada Tuhan, dia akan selalu memperhatikan dan mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidup kita. Oleh karena itu janganlah khawatir, tetapi tetap bekerja dan berdoa, jalankan apa yang diperintahkan Tuhan kepada kita maka Tuhan akan memberi yang kita perlukan dalam hidup ini. Amen Diambil dari berbagai sumber

Minggu, 22 Juli 2012

“Keagungan dan Kasih Setia Tuhan” Kolose 1:15-20.

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupannya orang beriman juga mengalami kesulitan, dan bahkan penderitaan. Kesulitan dan penderitaan itu bisa terjadi karena kesalahan diri sendiri, atau disebabkan oleh sesuatu di luar dirinya, yang kemudian juga menimbulkan banyak pertanyaan. Tidak jarang, ketika penderitaan hidup datang, apalagi bila dirasakan terlalu berat, orang beriman menjadi ragu-ragu akan kasih dan kesetiaan Tuhan. Di satu pihak, orang beriman menyakini akan kebesaran dan keagungan Tuhan, namun pada pihak lain, ia sebagai orang beriman, seperti berada pada keadaan yang tidak memungkinkannya mengakui kebesaran dan keagungan Tuhan. Dengan membaca dan merenungkan firman Allah, kita akan tahu bahwa Allah selalu memperhatikan keadaan umatNya, dan pasti akan menolong dan menyelamatkannya. Sejak semula kasih Allah tidak berubah. Sekalipun banyak orang menolak dan ingin menghalangiNya, Ia tetap dengan rencanaNya, yakni membawa manusia kembali kepadaNya. Melalui manusia Yesus, yang dapat merasakan semua pergumulan dan penderitaan manusia, Allah menyatakan kasih dan karuniaNya yang menyelamatkan. Dengan menghayati apa yang dilakukan Allah di dalam Yesus Kristus ini, umat beriman akan dikuatkan dalam menjalani kehidupannya, sekalipun tidak selalu mudah. Kitab Kolose merupakan suatu dokumen yang mengandung arti yang dalam sekali dan tidak ternilai harganya. Uraian ajaran ini bernada pembelaan karena Paulus bermaksud memerangi ajaran-ajaran mistik dan asketik yang bercorak Yahudi dengan pengertian yang salah tentang alam, penyembahan kepada malaikat-malaikat. Tema pokok Kolose ini adalah kepenuhan dan keutamaan Kristus dan kesempurnaan orang Kristen dalam Dia dibandingkan mistik dan siksaan diri yang diajarkan oleh ilmu filsafat dan hikmat manusia. Ajaran sesat yang mencampurkan teosofi, agama Yahudi dan asketisisme itu nampak bersifat rohani, tetapi pada hakekatnya menjauhkan Kristus dari jabatan-Nya sebagai Tuhan. Beberapa hal yang dibentangkan dalam Kol 1:15-20 ini yang melukiskan Kristus sejati sebagai Allah adalah: pertama, Dia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan. Kedua, sulung dari segala yang diciptakan. Ketiga, di dalam Dialah diciptakan segala sesuatu. Keempat, Dia adalah terlebih dahulu dari segala sesuatu. Kelima, segala sesuatu ada di dalam Dia. Keenam, seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia. TIADA TANDING, TIADA BANDING Bagi orang Kristen, Allah dikenal bukan saja sebagai Pencipta, tetapi juga Pembebas. Cara pembebasan itu ialah melalui karya penebusan yang dikerjakan oleh Anak-Nya yang tunggal. Penebusan itu berisikan penebusan dosa (1:13-14). Sebagai bentuk syukur atas karya penebusan Allah tersebut, meluaplah syukur rasul Paulus dalam bentuk puji-pujian yang menunjukkan betapa agung dan utamanya Kristus di atas segala sesuatu. Pasal 1:15-20 merupakan doksologi (pujian) Paulus rentang keagungan dan kemuliaan Yesus Kristus. Ia termulia atas seluruh ciptaan (ay. 15-17) dan di dalam penebusan (18-19). Paulus menunjukkan adanya sesuatu yang hilang di dalam ajaran yang menyelusup ke dalam jemaat Kolose: pandangan yang tepat akan siapa Kristus. Maka, dengan cara pandang yang terarah ini, jemaat diberi peranti untuk menangkal setiap bentuk penyelewengan. Di sini, rasul mengajak jemaat masuk ke dalam suasana penyembahan terhadap Pribadi Kristus, dan bukan sekadar dimensi doktrinal. Keutamaan Kristus ini secara langsung melucuti kepongahan kuasa-kuasa lain yang ingin berkuasa. Penjelasan Teks Kalau kita perhatikan, ada dua bait di dalam nyanyian pujian di 1:15-20 Bait pertama—Kristus, Allah, dan Ciptaan, 1:15-16 1:15 Kristus, gambar Allah 1:16 Kristus, Agen Penciptaan dan Tujuan Segala Sesuatu Bridge—Kristus, Figur Sentral, 1:17,18a 1:17a Kristus, Yang Terlebih Dahulu Ada 1:17b Kristus, Penopang Segala Sesuatu 1:18a Kristus, Kepala Gereja Bait Kedua—Kristus, Allah, dan Ciptaan Baru, 1:18b-20 1:18b Kristus, Dasar Gereja 1:19 Kristus, Kepenuhan Allah 1:20 Kristus, Sarana Pendamaian Segala Sesuatu Pertama, Kristus, Allah dan Ciptaan (1:15-16). Kristus disebut sebagai gambar Allah (eikon Theou) yang berarti representasi tepat atau perwujudanAllah sendiri. Allah adalah roh, dan Ia tidak akan pernah kelihaatan (1Tim. 6:16). Anak Allah adalah pengungkapan yang kelihatan. Ia tidak hanya mencerminkan Allah, tetapi, sebagai Allah sendiri, Ia menyatakan Allah kepada kita (Yoh. 1:18; 14:9; Ibr. 1:1-2). Kemuliaan Kristus mengekspresikan kemuliaan ilahi-Nya (2Kor. 4:4). Ia bukanlah salinan, tetapi pengejawantahan hakikat Allah sendiri. Kita memperoleh “pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” (2Kor. 4:6). Kristus adalah “cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah” (Ibr. 1:3). Sebagai yang sulung dari segala ciptaan, Kristus memiliki keutamaan dan kuasa seperti seorang anak sulung di keluarga kerajaan (Ibr. 1:2). Ia datang dari surga, bukan dari debu tanah (1Kor. 15:47), dan Dialah Tuhan segala sesuatu (Rm. 9:5; 10:12; Why. 1:5; 17:14). Kristus benar-benar suci (Ibr. 7:26-28; 1Ptr. 1:19; 2:22; 1Yoh. 3:5), dan Ia memiliki kuasa untuk menghakimi dunia (Rm. 2:16; 2Kor. 5:10; 2Tim. 4:1). Karena itu, Kristus lebih dari segala sesuatu di atas ciptaan, termasuk dunia roh. Meskipun kata “sulung” mengandung arti anak pertama yang dilahirkan manusia, 1:16 segera menjelaskan kebenaran siapa Yesus, bahwa Ia adalah Pencipta. Kristus, tidak sama dengan ciptaan; Ia sendiri adalah Khalik alam semesta. Sebagai Agen dan Tujuan Segala Sesuatu, di sini Paulus memakai kata sambung di dalam, melalui dan untuk Kristus. Jadi, Paulus hendak membungkam pernyataan bahwa Kristus bukan setara dengan Allah. Kata sambung “untuk” menunjukkan bahwa tujuan dari segala ciptaan yakni untuk “memuliakan Kristus.” (Bdk. Yoh. 1:3; Ibr. 1:2-3). Sebagaimana seluruh kepenuhan Allah berada di dalam Dia (1:19), maka di dalam Dia pula seluruh kuasa penciptaan menyatakan Dia adalah Tuhan yang terutama. Oleh sebab para pengajar sesat percaya bahwa dunia fisik ini jahat, mereka berpikir bahwa Allah yang adalah roh tak mungkin menciptakannya. Tetapi Paulus menerangkan bahwa segala singgasana, maupun kerajaan, pemerintah, maupun penguasa, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, tunduk di bawah kuasa Kristus sendiri. Pada zaman Paulus diyakini bahwa umat manusia sedang menghadapi kuasa yang bekerja untuk menjatuhkannya. Tetapi segala macam kuasa ini tunduk tak berkutik di bawah Kristus. Kristus, tiada tanding dan tiada banding. Karena Kristus adalah Pencipta semesta, maka segala kuasa baik yang tak kelihatan maupun yang kelihatan berada di bawah kekuasaan mutlak Kristus. Maka, tidak benar pula jika dikatakan bahwa di samping Kristus, ada perantara lain seperti malaikat yang patut dipuja. Semua kuasa malaikat dan kuasa langit dan bumi takluk di bawah kuasa Kristus. Dialah Tuhan segala sesuatu. Kedua, Kristus adalah Figur Sentral (1:17, 18a). Bahwa Kristus yang lebih dahulu ada. Kristus sudah ada baik secara waktu maupun posisi. Ia adalah Allah yang agung. Kristus Penopang segala sesuatu. Ia bukan hanya Pencipta; Ia juga Penjaga segala hal. Oleh Dia, segala sesuatu ada, dan oleh Dia segala sesuatu terus menjadi. Di dalam Dia, segala sesuatu terjalin, terpelihara dan terjaga dari kekacauan. Sebab Kristus adalah Penopang kehidupan, tidak ada satu pun di dalam dunia yang dapat bebas dari Dia. “Segala sesuatu ada di dalam Dia” dapat dipahami “segala sesuatu terjalin satu sama lain” (sunestaken), yaitu dalam satu keterikatan yang koheren dan logis, tertopang dan tegak, terjaga dari segala keterpurukan dan kekacauan. Di dalam Dia saja dan oleh sabda-Nya, kita menjumpai prinsip pemersatu kehidupan. Umat di Kolose, dan semua kaum beriman, adalah hamba-hamba-Nya yang tiap hari harus mempercayai penjagaan dan pemeliharaan-Nya. Serta, Kristus adalah Kepala Gereja. Gereja ada oleh sebab Kristus adalah awal dan sumber keberadaan-Nya. Kristus adalah Sang Kepala. Orang-orang Kristen harus bekerja bersama-sama di bawah perintah dan otoritas Yesus Kristus. Gereja terdiri dari banyak tipe manusia dari segala jenis latar belakang, dengan pelbagai karunia dan kemampuan. Kendati berbeda-beda, semua orang percaya memiliki prinsip pemersatu—iman di dalam Kristus. Di dalam kebenaran hakiki ini, semua orang percaya bersepakat. Semua orang percaya tidak kehilangan identitasnya, tetapi semuanya bersatu di dalam Kristus, kepala tubuh. Tiap anggotanya bekerja untuk menuntaskan pekerjaan Kristus di atas dunia (Ef. 4:15). Ketiga, Allah, Kristus, dan Ciptaan Baru (1:18b-20). Kristus disebut sebagai dasar gereja, sebab Dialah “yang sulung . . . yang pertama bangkit dari antara orang mati.” Dialah yang pertama mati serta bangkit. Orang yang percaya pun akan mengalami kebangkitan (1Kor. 15:20; 1Tes. 4:14). Tetapi Ia tetap menduduki tempat yang terutama. Kebangkitan Kristus adalah batu penjuru keyakinan Gereja—alasan keberadaan gereja. Hanya Kekristenan yang memiliki Allah yang menjadi manusia, wafat dengan cara hina bagi umat-Nya, dan dibangkitkan kembali dalam kuasa dan kemuliaan untuk memerintah ciptaan lama dan ciptaan baru (yang dimulai oleh gereja) selama-lamanya. Kebangkitan meyakinkan kaum beriman bahwa Kristus bukan legenda; Ia hidup dan memerintah kerajaan-Nya. Kristus juga Kepenuhan Allah. Allah berkenan agar “kepenuhan-Nya” (“totalitas” atau “kesempurnaan”) tinggal (artinya “hidup secara permanen”) di dalam Kristus. Paulus ingin memberikan pemahaman kepada orang Kolose bahwa Kristus adalah tempat bersemayamnya Allah; karena itu, kristus adalah ilahi, berdaulat dan agung. Kristus secara sempurna menampilkan segala atribut (sifat) dan aktivitas Allah: Roh, Firman, hikmat, kemuliaan. Dengan pernyataan ini, Paulus menolak alam pikir Yunani bahwa Yesus tidak mungkin bisa menjadi manusia sekaligus Allah sejati. Kristus benar-benar manusia; Ia pun benar-benar Allah. Rasul pun menolak ajaran sesat bahwa segala kuasa malaikat mengalir dari Allah, memenuhi ruang antara surga dan bumi, sehingga menjadi perantara Allah dan manusia. Ketika kita memiliki Kristus, kita memiliki segala sesuatu yang ada pada Allah, dalam rupa manusia. Segala ajaran yang mengecilkan salah satu aspek—kemanusiaan dan keilahian Kristus—adalah ajaran yang salah. Di dalam Dia, kita menemukan segala hal yang kita butuhkan. Akhirnya, Kristus adalah Sarana Pendamaian Segala Sesuatu. Pendamaian berarti meneguhkan kembali hubungan. Perseteruan menjadi persekutuan. Permusuhan menjadi persahabatan. Oleh sebab Kristus adalah Pencipta dan Penopang segala sesuatu, maka wafat dan salib-Nya menyediakan pendamaian bagi segala sesuatu. Kepenuhan Allah tinggal di dalam Kristus dan kepenuhan Allah ini mendamaikan segala sesuatu kepada Diri-Nya sendiri. Pendamaian ini dipenuhi di dalam Dia (Kristus) dan “oleh darah salib Kristus.” “Baik yang di bumi maupun yang di surga” berarti tidak ada satu pun di alam semesta ini yang terhindar dari jangkauan Kristus. Tidak ada wilayah netral; segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada kuasa kegelapan yang dapat merendahkan karya-Nya bagi gereja-Nya. Iblis dan kuasa jahat tunduk kepada-Nya. Mereka tidak akan diperdamaikan dengan Allah. Sebaliknya, takdir akhir mereka jelas (lihat Why. 20:7-10). Pendamaian dengan cara demikian ini tidak mungkin dapat dikerjakan oleh kuasa-kuasa ataupun malaikat-malaikat. Mereka bukanlah Pencipta dan Penopang, maka tidak mungkin bagi mereka untuk mengerjakan pendamaian tersebut. Kuasa jahat yang menyamar sebagai malaikat terang malahan dilucuti kedoknya, dibongkar kepalsuannya dan menjadi tontonan kekalahan. Ia ditaklukkan di bawah kuasa kemenangan Kristus (2:15). Penerapan 1. Siapakah Yesus Kristus? Kolose 1:15-20 menerangkan bagi kita siapa Dia: a. Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan (1:15) b. Ia adalah yang sulung dari segala ciptaan (1:15) c. Oleh Dia segala sesuatu diciptakan (1:16) d. Ia adalah Kepala tubuh, gereja (1:18) e. Ia adalah yang pertama dari semua yang dibangkitkan (1:18) f. Kepenuhan Allah tinggal di dalam-Nya (1:19) g. Melalui Kristus, Allah berkenan mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (1:20) 2. Kematian Kristus membuka jalan bagi kita untuk datang kepada Allah. Salib membuka jalan yang terhalang dosa sehingga kita tidak mendapatkan persekutuan dengan Allah. Hal ini tidak berarti bahwa setiap orang secara otomatis diselamatkan (seperti paham universalisme—Yesus mati bagi semua, maka semua selamat). Hanya yang percaya dan datang kepada Kristus akan diselamatkan. Kita dapat menerima keselamatan itu tatkala kita datang kepada Kristus yang telah wafat di tempat kita. Allah berkenan melakukan ini melalui Putra-Nya agar kita mendapatkan persekutuan yang kekal dengan Dia. Satu-satunya jalan kepada pendamaian adalah melalui salib Kristus. 3. Apa implikasi bagi kehidupan kita ketika kita mengenal siapa Kristus? a. Kita harus menyembah Dia dengan pujian dan ucapan syukur, b. Kita harus belajar mengenal Dia lebih sungguh, sebab Dia adalah Allah, c. Kita harus menaati Dia, sebab Dia adalah otoritas yang ultimat, dan tidak boleh menduakan kasih Kristus dengan tawaran-tawaran yang lain, d. Kita harus mengasihi Dia atas segala karya-Nya bagi kita. Amen.

"MENGELUH atau BERSYUKUR" ? Mazmur 42:6

Pernah dengar kata-kata seperti ini: "Bos gue kelewatan…baget.. masa udah jam 6 sore gue masih disuruh lembur, sekalian aja suruh gue nginep di kantor!" atau "Kerjaan gue ditambahin ampe seabrak…abrak…tiap hari, padahal itu kan bukan "job-des" gue" atau "Anak buah gue memang bego, disuruh apa-apa salah melulu". Mungkin kita pernah mendengarnya atau bahkan kita pernah melakukannya setiap saat tanpa kita sadari. Cobalah kini renungkan: Hari ini...sebelum anda mengeluh tentang rasa dari makananmu ... pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan. Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa ... pikirkan tentang seseorang yang harus meminta-minta di jalanan. Sebelum mengeluh bahwa anda buruk ... pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk di dalam hidupnya. Sebelum anda mengeluh tentang pasangan hidupmu ... pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan untuk diberikan teman hidup. Sebelum anda mengeluh tentang anak-anakmu ... pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak, tetapi dirinya mandul. Sebelum anda mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu lalai ... pikirkan tentang orang-orang yang tinggal di jalanan dengan apa adanya. Disaat anda lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu ... pikirkan tentang para pengangguran dan orang-orang cacat yang mencari pekerjaan sepertimu. Sebelum menunjukkan jari telunjuk anda untuk menyalahkan orang lain ... pikirkanlah, bahwa keempat jari yang lain menunjuk pada anda ... dan tidak ada orang yang tidak pernah membuat kesalahan. Jika anda mampu untuk berpikir dahulu sebelum mengeluh ... maka ketika kita sedang bersedih dan hidup kita dalam kesusahan ... anda masih bisa bersyukur kepada Tuhan bahwa anda masih diberi kehidupan, seperti kata pemazmur dalam refleksinya, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku”! ( Mazmur 42:6 ) Amen

Jumat, 20 Juli 2012

“KETERTIBAN DI DALAM JEMAAT” 2 Tessalonika 3: 6 – 15

Pendahuluan: Apabila masalah-masalah tidak diselesaikan, maka masalah-masalah itu berkembang dan menjadi lebih gawat. Luka kecil pada jari, jika dibiarkan, mungkin menjadi infeksi dan menimbulkan keracunan yang demikian gawat sehingga memerlukan operasi. Jika kita memberitahu dokter bahwa kita telah menginjak paku berkarat, ia akan segera memberi kita suntikan tetanus walaupun luka pada kaki kita itu kelihatan sepele. Masalah-masalah jemaat sama seperti masalah-masalah fisik : jika dibiarkan tidak terselesaikan, masalah-masalah itu berkembang dan menjadi lebih gawat, dan mempengaruhi lebih banyak orang lagi. Jemaat setempat merupakan tubuh; kuman bagi tubuh jasmani sama seperti dosa bagi tubuh rohani. Ketika Paulus menulis suratnya yang pertama kepada jemaat di Tesalonika, ia memperingatkan orang-orang yang tidak mau bekerja supaya mereka melakukan pekerjaan mereka ( 1 Tes 4 : 11 ). Ia menasihati para pemimpin jemaat supaya mereka menegor “ mereka yang hidup dengan tidak tertib “ ( 5 : 14 ). Ungkapan “ tidak tertib “ berarti “ prajurit yang keluar dari barisan “. Rupanya orang-orang yang menimbulkan kesulitan ini tidak mau bertobat karena Paulus menyinggung lagi masalah ini dalam bagian akhir suratnya yang kedua. Apakah yang menjadi masalah? Beberapa anggota jemaat telah menyalahtafsirkan ajaran Paulus tentang kedatangan Kristus untuk kedua kali. Mereka melepaskan pekerjaan mereka dan hidup dari kemurahan hati jemaat. Mereka menganggur, sedangkan orang-orang lain bekerja. Mungkin sekali bahwa kelompok orang Kristen yang malas ini merupakan sumber ajaran palsu yang disebutkan oleh Paulus dalam II Tesalonika 2 : 2. Mereka juga menyiarkan desas-desus mengenai orang-orang di dalam jemaat. Mereka mempunyai banyak waktu dan menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak berguna, tetapi mereka membela diri dengan mengatakan, “ Tuhan akan segera datang ! “ Apabila kebenaran-kebenaran Firman Allah ditafsirkan dan di terapkan secara salah, maka timbullah berbagai macam kesulitan. Sejarah mencatat kebodohan orang-orang yang menentukan tanggal, menjual segala milik mereka, dan duduk – duduk di atas gunung untuk menantikan kedatangan Tuhan. Setiap ajaran yang menyebabkan kita menentang ajaran ilahi yang lain pasti bukan ajaran Alkitab. Orang - orang Farisi mencari jalan untuk merampok orang tua mereka tetapi tetap mentaati hukum yang kelima : Jawab-Nya ( Yesus ) kepada mereka, “ Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis, “ Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh daripada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adapt istiadat manusia. “ Yesus berkata kepada mereka, “ Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adapt istiadatmu sendiri. Karena Musa telah berkata, “ Hormatilah ayahmu dan ibumu! “ dan “ Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati, “ Tetapi kamu berkata, “ Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya : Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban yaitu persembahan kepada Allah, “ maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adapt istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan “ ( Markus 7 : 6 – 13 ). Paulus mengharapkan supaya seluruh jemaat bekerja sama dalam memecahkan masalah ini. Jemaat di dalam kasih harus menangani setiap anggota jemaatnya dan berusaha menolong mereka masing – masing untuk mentaati Allah. Untuk menolong mereka dalam tugas ini Paulus mendorong orang-orang Kristen yang sembrono itu supaya berpaling dari dosa mereka dan mulai mencari nafkah lagi. Penjelasan: Ajaran Firman Allah ( 3 : 6 ) Di dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Tesalonika ( 4 : 2, 11 ) dan juga dalam pasal ini ( ayat 4, 10 dan 12 ), Paulus memakai kata yang berarti perintah : “ perintah militer yang disampaikan oleh seorang atasan kepada bawahannya “. Paulus mengibaratkan jemaat sebagai bala tentara ; dan jika bala tentara tidak mentaati perintah, tidak mungkin ada ketertiban. Sayang, beberapa orang Kristen di Tesalonika “ keluar dari barisan “ ( “ tidak tertib “ dalam 1 Tes 5 : 14 dan 2 Tes 3 : 11 ). Wewenang apa yang dipunyai oleh Paulus untuk mengeluarkan perintah, “ Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan “ ? Ia mempunyai wewenang di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Setidak-tidaknya 20 kali dalam I dan II Tesalonika, Paulus menyebutkan gelar Juruselamat yang lengkap ini. Yesus berarti “ Juruselamat “ dan merupakan nama yang diberikan kepada-Nya sebagai manusia ( Mat 1 : 21 ). Kristus adalah nama ilahi-Nya yang berarti “ Mesias – Yang Diurapi “. Orang-orang lain dapat memakai nama Yesus ( dalam bahasa Ibrani : “ Yosua “ ) dan orang – orang lain dapat mengaku bahwa mereka diurapi, seperti misalnya para nabi, iman dan raja. Tetapi kedua nama ini, Yesus Kristus, ditambah lagi dengan nama Tuhan, “ Tuhan Allah “. Kita tidak lagi mengenal “ Kristus menurut ukuran manusia “ ( 2 Kor 5 : 16 ), tetapi sebagai Anak Allah yang ditinggikan dan yang telah diberikan “ kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada “ ( Ef 1 : 22 ). Ketuhanan-Nya mencakup pekerjaan kita dan urusan keuangan kita. Apakah yang diajarkan Alkitab tentang pekerjaan tangan ( atau pekerjaan pikiran ) ? Yang pasti ialah bahwa pekerjaan adalah bagian dari hidup manusia sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Allah menugaskan Adam untuk mengusahakan dan memelihara taman Eden ( Kej 2 : 15 ). Walaupun dosa telah mengubah pekerjaan menjadi jerih payah yang tidak memberi harapan ( Kej 3 : 17 – 19 ), janganlah kita mengira bahwa keharusan bekerja diakibatkan oleh dosa. Teladan Rasul (7-10) Sebagai seorang Rasul, Paulus berhak mengharapkan tunjangan keuangan, tetapi ia tidak menggunakan haknya (lih I. Kor 9 : 6-14). Walaupun sebenarnya setiap pekerja Kristen mempunyai hak untuk mendapatkannya ( Luk 10:7; Gal 6:6; I. Tim 5:17-18). Penguatan hati dari pihak Jemaat ( 11-15) Ay 13 ini adalah merupakan ayat inti, orang Kristen harus terus menerus berbuat baik, agar menjadi tiruan bagi orang lain, khususnya dalam bekerja. Paulus menyebut dosa-dosa kelompok ini, pertama-tama “tidak tertib”, keluar rel, mereka tidak mentaati perintah dan ini menimbulkan kekacauan dan perpecahan didalam persekutuan, lagi pula mereka itu sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna (I. Tim 5:13). Untuk itulah Paulus mengambil langkah dan menasihati mereka (I Tes 5:14), dan memperingatkan mereka bahwa mereka itu salah. Amin

"PEMBENARAN KARENA IMAN" Roma 4 : 13 – 25

Pendahuluan: Dalam bagian ini Rasul Paulus hendak membuktikan bahwa semua manusia adalah orang berdosa, dan bagaimana orang berdosa ini dapat diselamatkan. Istilah teologi untuk keselamatan ini ialah pembenaran karena iman, dimana pembenaran ini adalah tindakan Allah untuk membenarkan orang berdosa di dalam Kristus berdasarkan karya penyelamatan Kristus yang sempurna di kayu salib. Disini Paulus juga ingin berbicara mengenai hubungan antara Injil dengan hukum Taurat, dimana doktrin pembenaran karena iman tidak bertentangan dengan hukum Taurat karena doktrin ini justru meneguhkannya.(3:27-31). Pernyataan ini adalah untuk meluruskan pandangan Jahudi terhadap hukum Taurat itu, dimana mereka yakini bahwa dengan melakukan hukum Taurat keselamatan itu akan mereka peroleh. Orang-orang Kristen Jahudi bertanya, bagaimana hubungan antara doktrin pembenaran karena iman dengan sejarah kita..? bagaimana dengan Abraham..? Lalu Paulus menjelaskan bagaimana Abraham diselamatkan. Renungan: Abraham dibenarkan karena kasih karunia, bukan karena hukum Taurat (4: 9-17) Seperti telah kita ketahui, orang-orang Jahudi sangat bangga akan sunat dan hukum Taurat. Jika seorang Jahudi ingin menjadi benar dihadapan Allah, ia harus disunat dan melakukan hukum Taurat. Dalam Rom 2:12-29 Paulus telah menjelaskan bahwa harus ada ketaatan batin kepada “hukum Taurat dan sunat di dalam hati”. Perbuatan lahiriah tidak akan dapat menyelamatkan orang berdosa yang sesat. -Tetapi Abraham dinyatakan benar ketika ia belum disunat. Dari sudut pandangan bangsa Jahudi, Abraham bukan orang Jahudi, dan dia berumur 99 tahun ketika ia disunat (Kej 17:23-27), Kalau begitu mengapa sunat diberikan..? Sunat adalah tanda dan meterai (4:11) bukti bahwa ia menjadi milik Allah dan percaya kepada janji-Nya. Sedang orang-orang percaya saat ini dimeteraikan dengan Roh Kudus Allah (Ep. 1: 13-14). -Tetapi Abraham juga dibenarkan sebelum hukum Taurat diberikan, dan fakta ini dibicarakan Paulus dalam ayat 13 sampai dengan ayat 17. Di sini kata yang penting adalah “ janji “. Abraham dibenarkan karena percaya kepada janji Allah, bukan karena melakukan hukum Taurat; karena hukum Allah melalui Musa belum diberikan. Janji Allah kepada Abraham diberikan benar-benar karena kasih karunia Allah. Abraham tidak mengusahakannya atau memperolehnya sebagai ganjaran. Jadi pada masa sekarang ini, Allah membenarkan orang-orang durhaka karena mereka percaya kepada janji-Nya yang penuh rahmat, bukan karena mereka melakukan hukum Taurat. Hukum Taurat diberikan bukan untuk menyelamatkan manusia, melainkan untuk menunjukkan kepada manusia bahwa mereka perlu diselamatkan ( Roma 4 : 15 ). Fakta bahwa Abraham dibenarkan karena kasih karunia dan bukan karena melakukan hukum Taurat membuktikan bahwa keselamatan adalah untuk semua orang. Abraham adalah bapa semua orang percaya, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi ( Roma 4 : 16; Gal 3 : 7, 29 ). Daripada menggerutu karena Abraham diselamatkan bukan karena melakukan hukum Taurat, orang Yahudi seharusnya bersenang hati bahwa keselamatan Allah adalah untuk semua orang, dan bahwa Abraham memiliki keluarga rohani ( semua orang percaya yang sejati ) maupun keluarga jasmani ( bangsa Israel ). Paulus memandang ini sebagai penggenapan Kejadian 17 : 5 : “ Karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. “ Abraham dibenarkan oleh kuasa Kebangkitan, bukan oleh usaha manusia ( 4 :18 -25 ). Ayat-ayat ini merupakan perluasan dari satu ungkapan dalam ayat 17 : “ yang menghidupkan orang mati. “ Paulus melihat peremajaan tubuh Abraham sebagai suatu gambaran kebangkitan dari antara orang mati; dan kemudian ia menghubungkannya dengan kebangkitan Kristus. Satu alasan mengapa Allah menunda dalam memberikan keturunan kepada Abraham dan Sara adalah untuk membiarkan seluruh kekuatan jasmani mereka menurun dan kemudian lenyap. Tak dapat dibayangkan bahwa seorang laki-laki berumur 99 tahun dan memperanakkan seorang anak dalam rahim isterinya yang berumur 89 tahun! Dipandang dari segi reproduksi, keduanya telah mati. Tetapi Abraham tidak berjalan dengan mata jasmani; ia berjalan dengan iman. Apa yang dijanjikan Allah akan dilaksanakan-Nya. Yang perlu kita lakukan hanyalah percaya. Iman Abraham yang mula-mula kepada Allah seperti yang tercatat dalam Kejadian 15 tidak berkurang pada tahun-tahun berikut. Dalam Kejadian 17 dan 18, Abraham “ kuat dalam iman”. Iman inilah yang memberikan kekuatan kepada Abraham untuk memperoleh seorang anak laki-laki pada usia tuanya. Penerapannya pada keselamatan jelas: Allah harus menunggu sampai orang berdosa “ mati “ dan tidak dapat menolong dirinya sendiri sebelum Ia dapat melepaskan kuasa-Nya yang menyelamatkan. Selama orang berdosa yang sesat merasa bahwa ia cukup mampu melakukan sesuatu untuk menyenangkan Allah ia tidak dapat diselamatkan oleh kasih karunia. Pada saat Abraham mengakui bahwa ia “mati”, maka kuasa Allah mulai bekerja di dalam tubuhnya. Pada saat orang yang sesat mengakui bahwa ia mati secara rohani dan tidak dapat menolong dirinya sendiri, maka barulah Allah dapat menyelamatkannya. Injil adalah “kekuatan Allah yang menyelamatkan” ( Roma 1:16 ) karena kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati. Roma 4:24 dan Roma 10:9-10 adalah sebanding satu dengan yang lain. Yesus Kristus “telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibagkitkan karena pembenaran kita” (Roma 4:25). Ini berarti bahwa kebangkitan Kristus adalah bukti bahwa Allah menerima korban Anak-Nya, dan bahwa sekarang orang berdosa dapat dibenarkan tanpa Allah melanggar hukum-Nya sendiri atau bertentangan dengan sifat-Nya sendiri. Tentu saja, kuncinya adalah “karena kita percaya” (ayat 24). Ada lebih dari 56 referensi pada iman atau ketidakpercayaan dalam Surat Roma. Kuasa Allah yang menyelamatkan dialami oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus ( Roma 1:16). Kebenaran-Nya diberikan kepada semua orang yang percaya ( Roma 3 : 22 ). Kita dibenarkan karena iman ( Roma 5:1). Sasaran iman kita adalah Yesus Kristus yang telah mati untuk kita dan telah bangkit kembali. Semua fakta ini membuat iman Abraham semakin indah. Ia tidak memiliki Alkitab, tetapi ia hanya memiliki janji Allah, ia percaya dan mendapatkan buah janji itu. Sekarang kita memiliki Alkitab yang dapat dibaca setiap hari, memiliki persekutuan di gereja, kebaktian rumah tangga, dan dapat melihat pengalaman orang-orang percaya di masa lampau, tetapi mengapa banyak orang tidak mau percaya….? Amin RHL. Tobing.

Khotbah Minggu 22 Juli 2012 Efesus 2:11-22 Kita semua adalah Keluarga di hadapan Allah.

Saya mau mengajak kita untuk membayangkan sejenak, apa bila peristiwa yang terjadi dalam perikop kita hari ini, terjadi juga dalam kehidupan kita: ditengah-tengah keluarga, jemaat, masyarakat, atau antar suku bangsa lainnya …apa kita ngak merasa ngeri ?? Ketika ada orang-orang yang merasa dirinya itu paling benar, paling hebat, paling bisa, paling dekat, paling suci dan semua yang pake paling-paling lagi … dan kemudian menganggap orang-orang lain disekitarnya itu lebih rendah, lebih buruk, lebih dibawah … lebih-lebih yang gak enak lah … Terbayangkan apa jadinya. Prasangka rasial mengandung dan melahirkan jauh lebih banyak kekejian, kekejaman dan kebencian, dibandingkan kejahatan lainya. Alkitab mencatat peristiwa dimana orang-orang Yahudi Kristen dalam perikop kita dalam kehidupan berjemaat pernah merasa diri lebih dibanding orang Kristen bukan Yahudi. Gimana rasanya hidup berjemaat ditengah-tengah prasangka seperti itu … ke gereja datang, ketemu, beribadah, tapi dalam hatinya: "Ni orang gak se-Level dengan saya!! Berani macam-macam, tak sikat nanti!!" … Ada rasa tak nyaman. Contoh yang lain: Sejarah mencatat peristiwa MahatmaGandhi, tokoh besar umat Hindu di India, yang sangat mengidolakan ajaran cinta kasih Yesus suatu kali pernah datang ke gereja, tapi apa yang terjadi … di depan gereja dia disambut oleh MJ-nya “Pak kalau mau ke gereja, jangan ke sini …. Ke sana aja, disana gereja khusus orang kulit hitam, disini khusus kulit putih”. Gandhi yang awalnya bersemangat ikut Yesus jadi mikir lagi: “buat apa jadi Kristen, kalo orang Kristennya aja gak mencerminkan Kasih Kristus!" Pulang Dia! … Hari ini, tantangan Firman Tuhan kepada kita mari kita lihat hidup kita saat ini … Kehidupan macam apa yang sedang kita bangun ditengah-tengah kebersamaan dengan orang lain disekitar kita!! Apakah kita sedang membangun jalan untuk bisa memberitakan cinta kasih Tuhan kepada yang lain atau ... justru kita sedang membangun tembok pemisah: disini calon sorga, diluar sana calon neraka!! Dalam suratnya ini, nampak jelas Paulus menekankan pentingnya persatuan di dalam tubuh gereja karena bila gereja terpecah karena perbedaan yang ada, maka hal itu sama sekali tidak berguna. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya yang di dalamnya tidak ada lagi pembedaan meskipun adanya perbedaan merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri. Gereja adalah tubuh Kristus. Semua anggota gereja, baik orang Yahudi maupun non Yahudi dipersatukan oleh kasih Kristus dengan darahnya yang kudus. Gereja dipanggil menjadi alat Tuhan yang menyaksikan kasih Kristus di tengah dunia Gereja seharusnya menghargai perbedaan. Paulus melihat dan menggambarkan keragaman sebagai dasar untuk membentuk satu kesatuan. Keragaman dalam jemaat bukan untuk membuat anggota jemaat membandingkan diri satu dengan yang lain, bukan juga untuk menciptakan persaingan dan perpecahan, melainkan membentuk kesatuan yang dianalogikan sebagai satu tubuh Kristus. Tugas Gereja, yakni bersekutu, bersaksi dan melayani akan semakin bertumbuh dan berkembang jika seluruh umat Kristen tidak mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang ada namun memaknai perbedaan itu sebagai satu kekuatan yang sangat berguna bagi orang lain. Dan pada akhirnya, gereja yang sejati adalah gereja yang meletakkan Kristus sebagai batu penjuru, penopang yang membuat ”bangunan” tersebut dapat kokoh berdiri. Jika Kristus mati di kayu salib juga untuk memperdamaikan bukan hanya antara manusia dengan Allah, tapi antara manusia dengan sesamanya, mengapakah kita mau memisah-misahkannya kembali? Jangan karena kita berbeda suku, bahasa, ras, budaya, bahkan hanya karena berbeda denominasi gereja, menganggap diri yang paling baik dan benar dihadapan Tuhan sementara yang lain itu jauh. Jangan ciptakan tembok pemisah lagi karena itu sudah dilenyapkan di kayu salib. Jika kita membangun kembali tembok pemisah di dalam gereja, itu sama saja menghina pengorbanan Kristus. Refleksi Pada tahun 1945 usai Perang Dunia II, kota Berlin dibagi empat ; dibawah kekuasaan Rusia, Amerika, Inggeris dan Perancis. Pada Agustus 1961 dibangun satu tembok tebal yang panjangnya ± 46 km memisahkan antara Berlin Barat yang dikuasai Amerika, Inggeris, Perancis dengan Berlin Timur yang dikuasai Rusia (Uni Soviet). Sehingga sejak tahun 1961 antara orang Berlin Barat dengan Berlin Timur tidak bisa saling bertemu. Tembok Berlin dikenal seluruh dunia dan tembok ini menjadi lambang pemisahan. Pemisahan antara anak dan orangtua, pemisahan keluarga dengan keluarga, pemisahan Saudara dengan saudara. Banyak orang berpikir apa mungkin tembok ini bisa runtuh. Tetapi pada bulan November 1989 kekuasaan komunis di Berlin Timur beramai-ramai merobohkan tembok itu sampai akhirnya rubuh total. Dan pada bulan Oktober 1990 Jerman Timur dan Jerman Barat menjadi satu negara. Ini sejarah yang luar biasa karena tembok yang menjadi lambang pemisahan itu roboh. Iblis juga membangun tembok tetapi bukan tembok yang kelihatan melainkan tembok yang tidak kelihatan. Tembok itu adalah perseteruan, pemisahan, permusuhan antara orang Yahudi dan orang non Yahudi, antara orang yang memegang hukum Taurat dengan orang yang disebut kafir. Sehingga tidak ada DAMAI SEJAHTERA antara keduanya tetapi justru permusuhan. Di dunia ini banyak permusuhan dan yang membangunnya adalah Iblis. Iblis membangun tembok-tembok permusuhan antara orang kulit putih dan kulit hitam, antara negara dan negara, antara bangsa dan bangsa, antara anak dan orang tua, antara gereja dengan gereja, antara organisasi dengan organisasi, dsb. Iblis tidak menghendaki adanya damai sejahtera. Iblis adalah anti damai sejahtera. Tetapi perlu kita ketahui bahwa tembok permusuhan bisa roboh oleh Damai Sejahtera Kristus (ayat 14). Dalam perikop di atas kata DAMAI SEJAHTERA diulang sebanyak 5 kali. Damai sejahtera tidak bisa kita peroleh dari manusia atau suatu lembaga yang didirikan manusia. Sebab satu-satunya Sumber damai sejahtera adalah Yesus Kristus. Iblis selalu memasang strategi untuk membangun tembok antara orang tua dan anak agar tidak cocok, antara suami dan istri agar tidak rukun. Tetapi di dalam Yesus tembok itu bisa dirobohkan. Yang jauh menjadi dekat, yang bermusuhan menjadi rukun. Tugas kita adalah meruntuhkan setiap tembok pemisah yang dibangun oleh iblis itu dengan pendamaian dan perdamaian di dalam kasih Kristus. Doa kita melalui Nats ini, kita tidak tertular dengan 2 virus ini: 1. Virus Menganggap diri lebih hebat. Aku yang paling hebat, keluargaku, suku-ku, agamaku … Bangsa kita terjangkit virus ini, dan kita sedang berusaha sama-sama menyembuhkan diri kita mulai terbuka mata ketika bencana di Wasior, di Mentawai, di Yogya, bahwa tembok pemisah itu harus diruntuhkan perbedaan suku, agama, tidak lagi jadi pemisah karena bencana datang tidak pandang bulu!! Ingat cerita tentang 10 orang Kusta: 9 orang Yahudi, 1 Orang Samaria. Kalo gak ada penderitaan mereka gak mungkin jalan bareng. Mungkin itu sebabnya Tuhan mengizinkan 1 penderitaan datang ditengah-tengah keluarga, jemaat atau bahkan bangsa .. Karena melalui penderitaan kita bisa belajar tentang arti kebersamaan, persatuan, dan menghilangkan virus SUPERIORITAS . 2, Virus Rendah diri. Itu sebabnya Paulus nulis surat ini kepada jemaat di Efesus: yang Yahudi Kristen kena Virus SUPERIORITAS, yang bukan Yahudi kena Virus Minderitas!! Merasa diri gak sebaik orang lain: minder. Makanya banyak orang suka lagu D’Masiv: "syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah, tetap jalani hidup kita, menjalani yang terbaik” Bersyukur Lakukan yang terbaik yang kita bisa!! Tuhan pasti tolong kita!! Ambil kesempatan yang diberikan Nya, Tuhan memang ada dan menolong kita yang mau menjawab panggilan Nya itu. Amen Dikutip dari berbagai sumber.

Sabtu, 07 Juli 2012

"Khotbah Minggu Tgl. 08 Juli 2012" Yeheskiel 2: 1-5

Yehezkiel adalah seorang nabi yang dipanggil oleh Tuhan dengan cara yang unik. Ia mengalami penampakan dari Sang Mahakuasa yang menakutkan dan menggentarkan. Kejadian ini membuat nabi yang masih muda itu bersujud. Cahaya, roda, sayap dan suara merupakan sebentuk perwujudan dari kuasa, kekuatan, keagungan, kemuliaan, kemahatahuan, dan kemahahadiran Allah yang Mahakuasa. Dalam panggilan dan penugasan Yehezkiel, Allah memberikan sejumlah petunjuk kepada Yehezkiel tentang apa yang tersedia untuk dia sebagai nabi bagi bangsa Israel. Dia dipenuhi dengan firman Tuhan yang terlihat pahit tetapi rasanya manis. Roh Kudus masuk ke dalam diri Yehezkiel, membawanya berdiri kembali. Kejadian ini merupakan pangggilannya untuk melayani sebagai nabi. Sikap yang dituntut dari Yehezkiel adalah siap dan sigap (ayat 1), yang menandakan ketaatan yang tidak hanya emosional namun ketaatan yang cerdas. Ini diperlukan sebab tugas yang akan diemban bukanlah tugas yang ringan dan mudah. Allah juga menegaskan bahwa Yehezkiel mesti melaksanakan tugas dengan setia (ayat 5), yang sekaligus menegaskan agar bangsa Israel mengetahui bahwa ada seorang nabi Allah di antara mereka dan bahwa mereka sudah diberi kesempatan untuk bertobat. Suatu saat Allah akan datang untuk menghakiminya. Tentu ini bukan tugas yang menyenangkan dan mudah bagi Yehezkiel karena yang dihadapinya adalah bangsa yang sedang hidup dalam pemberontakan kepada Allah bahkan disebutkan sebagai bangsa yang keras kepala dan tegar hati (Yehezkiel 2:3-4). Allah sendiri menyebutkan berkali-kali karakteristik bangsa yang akan dilayani Yehezkiel (ayat 3-8). Ya, dia Dia dipanggil untuk pergi kepada bangsanya sendiri, Israel yang ”Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya” (bdk. Mat. 13:57). Yang tidak kalah unik, Allah menyebut Yehezkiel dengan istilah "anak manusia" lebih daripada 90 kali. Sebutan ini menekankan kemanusiaan dan kelemahan sang nabi sehingga mengingatkannya bahwa dia tergantung pada kuasa Roh untuk melaksanakan pelayananya. Yesus juga memakai sebutan ini untuk mengacu kepada diri-Nya sendiri (Mat 8:20; 9:6; 11:19; Mr 2:28; 8:31,38; 9:9; Luk 5:24; Yoh 3:13). Yehezkiel dikuasai oleh Roh Allah untuk memberitakan berita Allah. Ketika itu dan saat ini, Allah menuntut bahwa umat-Nya diberi kuasa oleh Roh Kudus untuk memberitakan Injil dengan efektif kepada semua bangsa (lih. Kis 1:8; Kis 2:4). Respons Yehezkiel terhadap firman dan panggilan Allah sangat indah yaitu ia taat secara total ketika diperintahkan untuk memakan seluruh gulungan kitab (ayat 3:1-3). Apa yang dihasilkan oleh ketaatan Yehezkiel? Kekuatan Ilahi untuk mewartakan firman-Nya walaupun isinya bertentangan dengan pengharapan bangsa Israel (ayat 3:1) serta kedamaian di dalam hidupnya (ayat 3:3). Bagaimana Yehezkiel bisa mempertahankan pelayanan di antara orang-orang seperti ini? Hanya keyakinan bahwa Allah telah memanggilnya untuk tugas ini! Kunci kekuatan rohani Yehezkiel adalah mengetahui bahwa dia tidaklah sendirian, melainkan telah dipanggil dan diutus oleh Allah. ”Gulungan kitab” (Yeh. 2:9) jelas menopangnya secara rohani di masa-masa itu. Firman Tuhan yang kudus adalah makanan dan minuman rohani yang melindunginya sebagai hamba TUHAN. Saudara, situasi sulit yang dihadapi Yehezkiel tidak beda jauh dengan situasi yang dihadapi kekristenan masa kini. Kita pun seolah hidup di tengah bangsa pemberontak, keras kepala, dan tegar hati, walaupun Tuhan telah menegur dengan berbagai cara: deraan gempa bumi, malapetaka alam maupun buatan manusia, dan keterpurukan ekonomi yang semakin menjadi-jadi, dst. Sama seperti kepada Yehezkiel, kita diperintahkan untuk tidak takut kepada manusia, sebaliknya taat, tidak memberontak kepada penugasan Tuhan. Tugas Yehezkiel memang berat sekali. Ia harus memberitakan firman penghukuman pada bangsanya sendiri. Untuk masa kini, bagaimanakah anda memahami arti "panggilan Allah" dalam kehidupan pribadi anda, khususnya sebagai orang percaya dan peran penting yang dapat dan akan anda lakukan untuk keluarga, gereja, masyarakat, dan negara? Pada dasarnya setiap orang percaya dipanggil oleh Tuhan untuk menyatakan kebenaran, sebab setiap orang yang merespon panggilan Allah, menerima kebenaran supaya kebenaran tersebut diteruskan kepada orang lain, sehingga orang lain ikut diselamatkan juga. Hidup kekristenan kita adalah sebuah panggilan dari Allah. Kita dipilih dan dipanggil untuk menjadi perpanjangan lidah Allah. Ada sesuatu yang Tuhan mau atas hidup kita seturut dengan panggilan kita. Kita harus berbeda, tampil beda dengan dunia ini. Ini adalah tantangan sebuah panggilan! Kita harus berdiri tegak dalam sebuah kebenaran! Panggilan dan penugasan Allah tidak pernah salah bagi setiap orang percaya yang dipilih-Nya menjadi umat kepunyaan-nya. Ia yang memanggil dan memperlengkapi kita. Kita dipanggil untuk memberitakan kabar baik, kabar keselamatan kepada orang-orang yang belum diselamatkan. Perubahan-perubahan apakah yang telah anda alami ketika melakukan tugas dan panggilan yang telah anda mengerti dan lakukan dengan baik? Sudahkah kita melakukannya dengan sepenuh hati? Mari, lakukanlah tugas dan panggilan kita sebagai orang percaya dengan keberanian dan kebenaran. Jadilah sebagai “penjaga” bagi sesama. Mulailah dalam komunitas kecil, baik dalam keluarga, persekutuan gereja, dan dalam lingkungan masyarakat. Saling menjadi satu dengan yang lainnya dengan cara saling mendoakan, saling menghibur, saling menguatkan, saling menasihati, dan saling membangun. Secara manusia kita semua pasti mendambakan suatu kehidupan yang mulus dan bebas dari berbagai kesulitan. Realistiskah? Kehidupan tidaklah lepas dari kesulitan, bahkan sering kita dengar paradigma bahwa kehidupan identik dengan kesulitan, hidup adalah penderitaan. Apakah Tuhan memang menciptakan kita semua hanya untuk menderita? Untuk menjawab semua ini kita dapat berpedoman pada Yeremia 29:11, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” AMIN.

Kamis, 05 Juli 2012

SIKAP PELAYAN TUHAN (Matius 20:26-28)

“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.” (2Tim. 4:2) "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa." Yohanes 10:27-29. PENDAHULUAN : • Di dalam gereja diperlukan orang-orang yang melayani dan memimpin jemaat dijalankan berdasarkan jiwa seorang pelayan yang memiliki sikap hati melayani orang lain, sama seperti Kristus. • Selain Yesus, seorang yang dapat menjadi contoh atau teladan dalam hal pelayanan dan kehambaannya adalah Rasul Paulus. Dahulu ia adalah seorang keras, punya otoritas dan memegang kuat hukum Taurat dan adat Yahudi, namun setelah bertemu dengan Tuhan Yesus, ia mengalami perubahan hidup yang radikal, kemudian kita mengenalnya sebagai rasul Paulus, hamba Kristus Yesus (Roma 1:1). Oleh anugerah Tuhan, Paulus melakukan pekerjaan baik (Efesus 2:10) dan melayani jemaat Kristus (2 Korintus 11:23-28) . I S I : Bagaimana karakteristik seorang pelayan Tuhan? Ada 3 karakteristik pelayan Tuhan : I. TRANSPARAN (I Korintus 2:1-3)  Saulus yang akhirnya menjadi Paulus sebelum ia bertobat adalah orang yang arogan. Akan tetapi setelah bertobat ia menjadi orang yang apa adanya. Paulus bukanlah seorang yang munafik dan ia tidak menutupi kelemahan-kelemahannya. Di hadapan jemaat Korintus ia mengakui bahwa ia lemah, takut dan gemetar ketika berdiri di hadapan mereka (2 Korintus 10:10).  Paulus adalah seorang hamba Kristus yang transparan. Secara figur ia jauh dari semua harapan, tentang seorang yang hebat di masyarakat modern. Ia bukanlah seorang yang sempurna dan ia menyatakan keadaan dirinya yang sebenarnya. (Galatia 6:11, Roma 7). Rasul Paulus melayani karena kasih karunia Tuhan. II. RENDAH HATI (I Korintus 2:4-5)  Apabila seorang pemimpin mencari nama besar, maka pemimpin itulah yang akan diagungkan dan dipuja. Dalam pelayanan, rasul Paulus tidak ingin dikenal, ia selalu memperkenalkan Yesus Kristus yang telah menyelamatkan manusia dari kuasa dosa dan maut. Pelayanannya tidak bergantung pada hikmat manusia, tetapi kepada kekuatan Allah. Pelayanan Paulus membawa banyak orang untuk melihat Kristus dan percaya kepada-Nya.  Pemimpin yang rendah hati akan mengagungkan dan mengutamakan Yesus sebagai Tuhan, dia akan berbicara tentang kuasa Tuhan, kasih Tuhan, firman Tuhan, pekerjaan Tuhan dll semua hanya untuk kemuliaan Tuhan. III. J U J U R (2 Korintus 4:1-2)  Dalam pelayanannya, Tuhan mengajarkan hal tentang kejujuran, sebuah integritas. Banyak orang hanya melihat reputasi, yaitu pandangan orang dari sisi luar tentang kehidupan seseorang, namun Tuhan melihat karakter dalam diri seseorang, yaitu integritas – kejujuran. Pepatah mengatakan: Kita yang sesungguhnya adalah kita pada saat kita sendirian.  Seorang yang memiliki kejujuran akan menjadi pelayan Tuhan yang sejati. Tidak ada motivasi yang lain untuk kepentingan diri sendiri, tidak ada kepura-puraan, tidak ada maksud tersembunyi, tidak ada kemunafikan, tidak ada permainan politik, tidak ada kata-kata yang dibuat-buat, tidak akan memanipulasi orang lain, tidak ada kepalsuan. Kejujuran hati akan memperlihatkan ”keaslian” dan kemurnian. KESIMPULAN : Sebagai seorang hamba Kristus, kita telah menerima kasih dan anugerah keselamatan dari Bapa, sehingga kita pun ingin banyak orang juga menerima kasih dan anugerah ini. Dalam pelayanan, Kristus Yesus harus menjadi yang utama, bukanlah diri kita; sehingga kita dapat melayani sebagai hamba Kristus yang melayani secara transparan (tanpa kemunafikan), dengan kerendahan hati yang tulus dan kejujuran (kemurnian).

MENERIMA PENGAMPUNAN (Hosea 1:1-3)

PENDAHULUAN : • Ketika firman Tuhan datang kepada Hosea untuk mengawini Gomer, seorang wanita sundal. Tentu Tuhan mempunyai alasan tersendiri melalui kisah ini. Dan bila kita membaca keseluruhan kitab Hosea, maka kita dapat menemukan makna (pesan) Tuhan bahwa Ia adalah Tuhan yang sangat mengasihi kita dan Ia sudah menebus kita dari keterikatan dosa. Hosea melambangkan Yesus, dan mempunyai arti yang sama, yaitu Tuhan adalah keselamatanku. Sedangkan Gomer itu melambangkan kita, yang berdosa, tidak setia, tidak mempunyai keintiman, suka memikirkan kesenangan dunia, lebih mementingkan mengejar uang dan kekayaan daripada Tuhan. • Apakah ada SPIRIT OF GOMER (roh Gomer) di dalam kehidupan kita? Gomer melahirkan 3 anak, yaitu Yizreel, Lo-Ruhama dan Lo-Ami. Ketiga anaknya itu melambangkan keadaan tentang kehidupan kita, jika tetap hidup seperti Gomer (Bacalah Hosea 1). I S I : Apakah arti dari simbol nama-nama anak-anak Gomer bagi kita? Ada tiga arti, yaitu : I. YIZREEL (Hosea 1:3-4)  Yizreel mempunyai arti Tempat Penghukuman, Place where Israel Military Power is going to be destroyed. Sebelum Yesus menebus hidup kita, keadaan kita seperti halnya tempat penghukuman. Hidup kita terhukum oleh karena dosa. Upah dan hukuman dosa telah dijatuhkan bagi kita yaitu maut. Kita binasa karena dosa yang terus mengikat hidup kita. Namun Yesus telah menanggung hukuman dosa kita, Ia telah menebus hidup kita, dan sekarang kita telah dibebaskan, diampuni dan tidak dihukum lagi (Hosea 3:2-3). Kita menjadi tempat berkat.  Ceritakan, bagaimana Saudara diampuni dan diberkati ? Ucapkan: “Saya menerima pengampunan dan saya diberkati” II. LO-RUHAMA (Hosea 1:6)  Lo-Ruhama mempunyai arti Tidak Dikasihi, Tidak Disayangi, No Pity. Dosa membuat kita tidak dikasihi. Tuhan tidak membenci kita tetapi Ia membenci dosa kita. Ia sangat mengasihi kita dan Ia telah menebus hidup kita. Tuhan membawa kita kembali ke dalam persekutuan dengan Bapa. Ia menginginkan kita memiliki keintiman dengan Dia setiap saat. Semakin kita banyak diampuni dan dikasihi maka semakin kita banyak memberikan kasih. Penebusan Yesus dikayu salib membuktikan betapa besar kasih-Nya kepada kita. Kita menjadi target dari kasih karunia Tuhan yang berlimpah-limpah. Kita sudah diampuni dan dikasihi Tuhan.  Ceritakan, bagaimana Saudara diampuni dan dikasihi ? Ucapkan : “Saya menerima pengampunan dan saya dikasihi” III. LO-AMI (Hosea 1:9)  Lo-Ami mempunyai arti bukan Umat-Ku. Karena dosa, maka Tuhan memalingkan wajah-Nya dari hidup kita. Kehidupan kita yang berdosa membuat diri kita tidak menjadi umat Tuhan sebab kita sendiri tidak menjadikan Ia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Namun setelah hidup kita ditebus oleh Yesus, maka kita menjadikan Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita secara pribadi. Kita telah menjadi umat Tuhan dan Ia telah menjadi Tuhan kita. Kita memiliki hubungan, keintiman dengan Tuhan. Menjadi sebuah kebanggaan bagi kita jika kita diakui, diterima menjadi anak-anak Allah yang hidup di dalam Yesus. Kita sudah menjadi umat-Nya.  Ceritakan, bagaimana Saudara diampuni dan diterima menjadi umat-Nya? Ucapkan : “Saya menerima pengampunan dan saya adalah umat-Nya” KESIMPULAN : Seperti halnya Hosea telah menebus Gomer, demikianlah Yesus telah melakukan hal yang sama terhadap hidup kita. Ia menebus dan menyelamatkan kita. Sebelumnya kita seperti anak-anak Gomer, kita menjadi tempat penghukuman (Yizreel), tetapi karena Yesus sudah meebbus kita sekarang menjadi tempat berkat, sebelumnya kita menjadi anak yang tidak disayangi, tetapi sekarang kita disayangi, sebelumnya kita bukanlah umat Tuhan, tetapi sekarang menjadi umat-Nya. Gomer telah diampuni Hosea, kita pun telah menerima pengampunan dari Yesus.

“ARAHKAN PANDANGAN MU KE DEPAN” Bacaan: Filipi 3:13-17

Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka- Amsal 4:25 Mark Twain pernah mengatakan, “Kalau seekor kucing pernah duduk di atas tungku panas, kucing itu tidak akan duduk di atas tungku panas lagi. Kucing itu juga tidak akan duduk lagi di atas tungku dingin.” Kesimpulannya adalah kucing tersebut mengasosiasikan tungku dengan pengalaman yang buruk dan panas. Pengalaman yang buruk tersebut dibawanya terus, hingga ia menganggap setiap tungku (tidak peduli bahwa tungku itu dingin) adalah panas dan berbahaya. Maaf… Sedikit banyak kita juga seperti kucing tersebut. Sikap kita pada hari ini terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang terjadi di waktu lalu. Jika dalam sebuah situasi yang terjadi di masa lalu kita mengalami kegagalan, maka pada situasi yang sama di waktu yang berbeda pun, kita sering percaya bahwa kita akan gagal lagi. Sederet pengalaman buruk di masa lalu mungkin pernah kita alami. Kegagalan-kegagalan yang terjadi di sepanjang perjalanan hidup kita. Kesalahan-kesalahan fatal yang sebenarnya bisa dihindarkan. Pengambilan keputusan yang salah, yang menyisakan sederet akibat sampai hari ini. Juga masa kecil yang buruk, tindakan-tindakan kekerasan yang kita terima, baik secara fisik maupun psikis, ucapan atau tindakan yang merendahkan, miskinnya kasih sayang dari orang tua dan masih banyak hal yang menimbulkan kepahitan dalam hati. Jadikan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran berharga bagi kita. Namun jangan pernah biarkan diri kita hidup di masa lalu. Jangan sampai pengalaman buruk di masa lalu menghantui dan membayangi kehidupan kita di masa kini. Jika tidak, hidup kita hanya akan dikuasai oleh ketakutan dan kekuatiran. Kita takut untuk mencoba hal-hal yang baru (yang mirip dengan kejadian buruk yang pernah kita alami). Kita takut untuk melihat masa depan, karena hidup kita masih dikuasai buruknya masa lalu. Kita takut untuk bersikap optimis. Kita takut menatap hidup dengan keberanian. Tapi, orang yang hidup dengan ketakutan tidak akan pernah sukses. Jadi, tinggalkan pengalaman buruk di masa lalu kita. Saya lebih menyukai mimpi masa depan daripada sejarah masa lalu “JANGAN ANGGAP ENTENG KEPADA YANG KECIL” Kisah Baut Kecil Bacaan: Filipi 2:1-11 Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; - Filipi 2:3 Sebuah baut kecil bersama ribuan baut seukurannya dipasang untuk menahan lempengan-lempengan baja di lambung sebuah kapal besar. Saat melintasi samudera Hindia yang ganas, baut kecil itu terancam lepas. Hal itu membuat ribuan baut lain terancam lepas pula. Baut-baut kecil lain berteriak menguatkan, "Awas! Berpeganglah erat-erat! Jika kamu lepas kami juga akan lepas!" Teriakan itu didengar oleh lempengan-lempengan baja yang membuat mereka menyerukan hal yang sama. Bahkan seluruh bagian kapal turut memberi dorongan semangat pada satu baut kecil itu untuk bertahan. Mereka mengingatkan bahwa baut kecil itu sangat penting bagi keselamatan kapal. Jika ia menyerah dan melepaskan pegangannya, seluruh isi kapal akan tenggelam. Dukungan itu membuat baut kecil kembali menemukan arti penting dirinya di antara komponen kapal lainnya. Dengan sekuat tenaga, ia pun berusaha tetap bertahan demi keselamatan seisi kapal. Sayang, dunia kerja termasuk di gereja seringkali berkebalikan dengan ilustrasi di atas. Kita malah cenderung girang melihat rekan sekerja "jatuh", bahkan kita akan merasa bangga apabila kita sendiri yang membuat rekan kerja gagal dalam tanggung jawabnya. Jika itu dibiarkan, artinya perpecahan sedang dimulai dan tanpa sadar kita menggali lubang kubur sendiri. Apa yang disebut gaya hidup seorang Kristen seakan tidak berlaku di tempat kerja. Padahal setiap tindakan yang kita lakukan akan selalu disorot oleh Sang Atasan. Bagaimana sikap kita dengan rekan kerja? Mungkin saat rekan kerja menghadapi masalah, kita menganggap itu risiko yang harus ia hadapi sendiri. Tapi sebagai tim, kegagalan satu orang akan selalu membawa dampak pada keseluruhan. Jadi mengapa kita harus saling menjatuhkan? Bukankah hasilnya tentu jauh lebih baik jika kita saling mendukung dan bekerjasama menghadapi persoalan? Kristus mengajarkan bahwa kita adalah satu tubuh. Jika satu anggota mengalami masalah, yang lainnya harus mendorong dan menguatkannya. Jangan sampai masalah yang dialami rekan kerja malah membuat kita senang. Tapi baiklah kita berseru, "Berpeganglah erat-erat! Tanpa kamu, kami akan tenggelam!" Kegagalan atau kesuksesan rekan sekerja akan selalu mempengaruhi diri kita juga. Amin. Pdt. RHL. Tobing (Korwil GKPI Jabodetabek)

Minggu, 01 Juli 2012

"ORANG BERIMAN MEMBERI DENGAN SUKACITA" Khotbah Kebaktian R. Tangga 2 Korintus 8:7-15

Pendahuluan Surat 2 Korintus 8 ini dituliskan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus, dengan maksud ingin mengingatkan mereka akan janji jemaat Korintus. Jemaat Korintus pernah berjanji kepada Paulus untuk memberikan berkat yang mereka miliki berupa sumbangan dana bagi Yerusalem. Namun, dengan berjalannya hari, mereka mulai undur dari janji mereka sendiri dan Paulus melalui surat ini ingin kembali menegaskan apa yang menjadi janji jemaat Korintus. Berlimpah Karunia, Tetapi Miskin Hati Jemaat di Korintus merupakan umat yang sangat lengkap dianugerahi dengan berbagai karunia. Rasul Paulus menyebut jemaat Korintus sebagai umat yang kaya dalam segala sesuatu. Rasul Paulus memerinci kekayaan dan karunia dari jemaat Korintus, yaitu: “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, --dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami--demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini” (II Kor. 8:7). Sebagai jemaat yang tinggal di kota yang begitu strategis dan terkemuka dalam perdagangan, maka para penduduknya kebanyakan adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi dan mapan secara ekonomis. Jarak kota Korintus dengan Athena Barat hanya 65 km, sehingga mereka memiliki akses untuk memperoleh pengetahuan filsafat dan berbagai informasi termasuk pengajaran iman Kristen. Selain itu 9 karunia Roh yang diuraikan oleh rasul Paulus di I Kor. 12:1-11 ditempatkan dalam konteks jemaat Korintus. Jadi sebenarnya jemaat di Korintus merupakan model dari jemaat yang ideal sebab mereka memiliki berbagai karunia Roh, progresif dalam pertumbuhannya dan tidak kekurangan secara materi. Dari sudut komitmen, mereka juga menunjukkan kesungguhan untuk membantu jemaat yang berkekurangan. Kepada jemaat di Yerusalem yang saat itu sedang mengalami kekurangan dana, mereka berjanji untuk memberi bantuan yang diperlukan. Jadi tepatlah jikalau potret jemaat Korintus merupakan dambaan dan teladan bagi jemaat-jemaat di sekitarnya. Namun faktualnya, jemaat Korintus yang kaya dalam segala hal tersebut dan telah berkomitmen untuk memberi bantuan ternyata hanya tinggal janji. Bantuan yang mereka janjikan kepada jemaat di Yerusalem tidak pernah terwujud. Mereka cenderung menunda-nunda dan tidak ada kejelasan kapan mereka mengirimkan dana bantuan yang diperlukan, padahal kemungkinan jemaat di Yerusalem saat itu berada dalam kondisi yang sangat kritis. Semula jemaat Korintus sangat antusias dan berjanji untuk memberi, tetapi tampaknya mereka tidak ikhlas. Itu sebabnya rasul Paulus menghimbau agar jemaat Korintus dapat memenuhi janji komitmen untuk membantu jemaat di Yerusalem, yaitu: “Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu” (II Kor. 8:8). Dengan mengirimkan surat pastoral kepada jemaat Korintus, rasul Paulus hendak menguji keikhlasan kasih mereka. Sebab apa artinya mereka telah memperoleh seluruh karunia Roh dan berbagai berkat Allah serta janji iman yang muluk, tetapi secara faktual mereka cenderung menutup mata terhadap penderitaan dan pergumulan sesamanya. Karena Allah mengaruniakan segala karunia dan berkat kepada umatNya adalah agar umat juga mau membagikan kepada sesama yang berkekurangan dan sedang mengalami penderitaan. Jadi tujuan karunia dan berkat Allah yang dianugerahkan adalah setiap umat mampu memberdayakan sesama yang lemah, mengangkat orang yang sedang jatuh dan memulihkan mereka yang sedang sekarat. Tetapi tampaknya jemaat Korintus beranggapan bahwa seluruh karunia dan berkat yang dianugerahkan oleh Allah hanya untuk menunjang seluruh kepentingan komunitas mereka sendiri. Spiritualitas jemaat Korintus seperti Laut Mati yang hanya mau menerima seluruh berkat Allah yang dialirkan oleh sungai Yordan, tetapi enggan untuk menyalurkan ke wilayah lain. Ciri dari spiritualitas Laut Mati adalah kecenderungan untuk terus menampung dan menyimpan segala karunia dan berkat ilahi, dan kemudian menutupnya erat-erat agar tidak diminta atau diambil oleh orang lain. Sangat menarik bahwa di Laut Mati tidak memungkinkan seluruh mahluk atau organisme dapat hidup, sebab kadar garamnya terlalu tinggi. Banyak orang berpikir bagaimana dengan kesetaraan didalam perbedaan antara yang satu dengan yang lain dalam realitas hidup ini. Kehidupan yang kita temuai sekarang adalah indikasi kurangnya hubungan yang baik antara yang satu dengan yang lain. Homo Homini Lupus lebih jelas konsepnya kelihatan, terutama dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Yang satu menjadi harimau pemangsa bagi yang lain, yang satu lebih mengutamakan dirinya sendiri tanpa memperhatikan hak dan hidup orang lain. Permasalahan ini menjadi gambaran yang perlu kita pertimbangkan ketika sudah jelas-jelas masuk kedalam ranah gereja. Kapan gereja melakukan tugas sosial dan kepeduliaannya terhadap gereja lain? yang masih ada ketika gereja tersebut masuk dalam lembaga oikumenis saja tanpa sadar bahwa itu adalah tugas sebagai warga yang beriman kepada Yesus Kristus. Penjelasan Nast 1. Pelayanan Kasih Adalah Tugas Iman Banyak contoh-contoh pribadi yang mengaplikasikan perdamaian dengan tindakan-tindakan kasih sosial, seperti Mother Theresa yang luar biasa dalam melaksanakan misi kasih Tuhan yang nyata bagi orang-orang yang berkekurangan. Hal ini juga sama dengan yang dikatakan Rasul Yakobus yang mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati sama dengan tubuh tanpa roh juga mati. Seluruh orang yang menyatakan dirinya percaya kepadaNya adalah orang-orang yang pantas disebut percaya, namun belum tentu dengan mengatakan dirinya percaya sudah mengindikasikan orang tersebut adalah orang yang beriman dan melakukan tugas imannya dalam pelayanan kasih. Orang percaya dan beriman seharusnya sadar bahwa Tuhan telah mengasihi setiap pribadi, Tuhan bahkan telah rela menjadi miskin sekalipun Tuhan itu Maha kaya (band.ayt.9), namun ia melaksanakannya bagi kita dan demi kita. Dari pemahaman yang begitu saja kita telah dituntut untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki yakni menunjukkan bahwa kita ini telah Tuhan berikan kekayaan untuk dapat membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan dari Tuhan, dan orang Percaya menjadi jalan Tuhan untuk membantu setiap pribadi yang membutuhkan. 2. Memberi Dengan Suka Rela adalah Ujian Iman Iman yang benar adalah iman yang tahan uji, iman yang tidak gampang diombang-ambingkan kebenarannya. Memberi yang baik harus dilaksanakan dengan sukarela, dasarnya ialah iman yang benar. Jika selama ini kita memberi dengan mengharapkan imabalan itu bukan iklas/sukarela, Jika memberi dengan paksaaan dan menyatakan bahwa memberi adalah kewajiban yang menjadi pengikat itu juga tidak iklas, Jika memberi yang kita laksanakan selama ini untuk kemegahan diri sendiri (terindikasi pada saat praktek lelang) itu juga tidak iklas. Oleh karenanya yang memberi dengan iklas adalah mereka yang memberi dengan tidak mengharapkan imbalan, tetapi ucapan syukur atas kasih Tuhan. Memberi yang ikas juga bukan dengan keterpaksaan, sebab Tuhan memberikan diriNya sebagai persembahan dengan suka rela. Dan memberi dengan iklas juga bukan untuk membanggakan diri namun untuk memuji dan memuliakan serta berbangga bagi Kasih Tuhan yang sudah kita terima. pada saat itulah iman kita diuji dalam memberi iklas atau tidak iklas. 3. Memberi adalah Awal Keseimbangan Hidup Banyak orang menuntut keadilan dengan berbagai konsep keadilan yang mereka pahami, namun juga banyak orang memiliki bangunan konsep keadilan dengan subyektif. Dengan konsep yang demikian akhirnya banyak kedilan yang dibangun hanya mementingkan pihak/golongan tertetu saja. Memberi yang baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan yang kita imani ialah dengan menyadari bahwa diri kita juga tidak berlebihan dan tidak berkekurangan (Baca. ayat 14-15). Dengan demikian memberi dengan kemampuan yang tidak mempermiskin orang lain atau diri kita sendiri. Salah satu memberi dengan praktik rentenirisme adalah bentuk memberi yang bertujuan untuk memonopoli dan memiskinkan orang lain dan dirinya sendiri juga akan miskin dalam iman. Maka dengan demikian memberi yang berpihak pada keseimbangan harus menyadari bahwa semua orang memiliki kelebihan dan memiliki kekurangan. Dengan demikian aplikasi yang harus dilaksanakan ialah: a. Kita memberi kekayaan kita yang tidak dimiliki orang yang akan kita tolong b. Kita menerima pertolongan dari dari kekayaan yang ada pada orang lain dan tidak ada pada kita. Kekayaan yang dimaksud bukanlah hanya harta benda, tetapi mencakup seluruh hal keperluan kehidupan manusia (fisik, psikis, ratio, dan iman). Kesimpulan Melalalui pemaparan pemahaman iman senderhana diatas hendaknya kita merubah mintset yang salah selama ini dalam memberi. Jadikanlah seluruh tindakan kita sesuai dengan iman yang benar, dengan iman yang benar kita juga akan dimampukan bertindak yang benar dalam segala hal termasuk memberi. Tunjukkanlah bahwa Tuhan itu adil dalam kehidupan persekutuan orang beriman sebab Tuhan mencipkan dengan amat baik dengan berbagai perbedaan, didalam perbedaan kita kaya dalam melakukan tindakan kasih Tuhan, didalam perbedaan kita melaksanakan Tugas Kasih Tuhan yang telah diberikanNya bagi kita. Jadi memberi adalah tugas iman seluruh orang yang beriman, semua kita kaya dan semua pribadi adalah miskin dengan kesadaran itu kita kaya dalam kebersamaan dan iman yang saling peduli dan bertindak dalam kasih dan iman. Termulialah Tuhan. Amin