Senin, 08 September 2014

Khotbah Minggu, 14 September 2014 Roma 14: 1-12 Thema: "Hidup atau Mati kita Milik Tuhan"

Orang-orang percaya di Roma berselisih paham tentang pantangan-pantangan makanan dan hari-hari khusus. Beberapa diantara mereka berpendapat bahwa makan daging adalah dosa, sehingga mereka hanya makan sayur-sayuran. Yang lain berpendapat bahwa tidak merayakan hari-hari suci Yahudi adalah dosa. Karena itu Paulus menjelaskan bagaimana orang-orang percaya dapat berbeda pendapat tentang hal-hal yang tidak penting kerena itu,
Setelah mengerti konsep tentang kasih yang berkait dengan kebenaran dan kesucian (ay. 8 s/d 14), Paulus mengingatkan agar kita yang sudah mengerti tidak boleh sombong dan merasa diri hebat lalu menghina orang lain. Apa yang Paulus ingatkan ini dipaparkannya pada pasal 14 ayat 1-12. Tiga ayat pertama mengajarkan untuk mengerti pendahuluan tentang perintah jangan menghakimi. Lalu, sembilan ayat sisanya merupakan alasan perintah jangan menghakimi itu.
Di ayat 1, Paulus mengingatkan jemaat Roma, “Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.” Kata “lemah iman” diterjemahkan dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), “Orang yang tidak yakin akan apa yang dipercayainya” Berarti, “lemah iman” identik dengan orang yang tidak yakin akan apa yang dipercayainya. Kepada orang ini, Paulus mengingatkan jemaat Roma untuk menerima mereka. Apa artinya menerima? Apakah berarti kita tidak peduli dengan kelemahan imannya? Ataukah kita berkompromi iman? Tidak. Kalau kita mengerti konteksnya, ayat ini dan keseluruhan surat Roma tidak ditulis bagi semua orang, tetapi hanya bagi umat Tuhan, sehingga kita mengerti lingkup pembahasan Paulus, yaitu hanya bagi umat pilihan-Nya. Dengan kata lain, di dalam tubuh Kristus, ada anak-anak Tuhan yang (sementara waktu) kurang yakin akan imannya atau lemah imannya, mungkin dikarenakan kurangnya pengertian yang mereka peroleh. Lemahnya iman di sini tentu BUKAN berarti tidak memiliki iman dasar/primer yang penting, tetapi lingkupnya hanyalah iman sekunder bahkan tersier yang kurang penting (baca ayat selanjutnya). Oleh karena itu, Paulus mengajar jemaat Roma untuk menerima orang yang lemah imannya, mengapa? Karena umat Tuhan yang lemah imannya pun tetap adalah umat Tuhan yang perlu dibimbing, bukan dimusuhi. Bukan hanya diterima, Paulus mengatakan bahwa kita tidak perlu mempermasalahkan pendapat orang-orang yang lemah imannya itu. Apa artinya? Apakah berarti kita masa bodoh terhadap pandangan mereka? Di dalam NIV, pernyataan “mempercakapkan pendapatnya” bisa diterjemahkan memberikan penghakiman atas pendapatnya. Terjemahan Indonesia dari teks Yunaninya adalah, “jangan ke dalam perselisihan-perselisihan pendapat-pendapat.” Dari kedua terjemahan ini, kita bisa mengerti bahwa maksud Paulus bukannya kita cuek dengan pendapat orang yang lemah imannya itu, tetapi kita tidak perlu mempermasalahkannya pendapat orang yang lemah imannya itu sampai ribut dan bertengkar/berselisih.
Mengapa Paulus berkata bahwa kita tidak perlu mempermasalahkan pendapat tersebut sampai ribut? Karena alasannya jelas, yaitu, hal-hal yang dipermasalahkan adalah hal-hal sekunder yang tidak mutlak (ay. 2). Orang yang terlalu mempermasalahkan hal-hal sepele sampai ribut adalah orang yang kurang dewasa dalam iman. Mengapa? Karena orang itu tidak bisa membedakan mana hal yang primer dan mutlak dengan hal yang sekunder dan tidak mutlak. Bagaimana dengan kita, khususnya kita yang sudah belajar theologi? Banyak dari kita yang sudah mempelajari banyak theologi merasa sombong. Jika ada yang berbeda hal-hal sepele dengan apa yang kita imani, kita langsung marah dan tidak segan-segan, kita mencap mereka yang berbeda sebagai bidat (sesat).
Lalu, orang yang lemah iman seperti apa yang Paulus maksudkan? Di ayat 2, ia menjelaskan, “Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja.” Albert Barnes dalam tafsirannya Albert Barnes’ Notes on the Bible menafsirkan orang yang lemah imannya di dalam ayat ini adalah orang Yahudi yang bertobat. Di dalam tradisinya, orang-orang Yahudi yang berpedoman pada hukum Musa tidak memakan daging binatang (baca: Imamat), meskipun mereka telah menerima Kristus.  Orang Kristen Yahudi yang masih makan sayur dan tidak makan daging tidak membuktikan diri mereka saleh, begitu juga orang Kristen non-Yahudi yang makan segalanya tidak membuktikan diri mereka saleh. Jadi, makan sayur atau tidak bukan kriteria seseorang diselamatkan. Bagaimana dengan kita? Di dalam Kekristenan sendiri, ada beberapa golongan yang memutlakkan hal-hal yang relatif, seperti kasus makanan yang Paulus paparkan ini. Ada beberapa golongan Kristen kontemporer yang memutlakkan baptisan selam. Bahkan ada yang sampai mengatakan bahwa orang Kristen yang tidak dibaptis selam tidak masuk sorga. Maka, berbondong-bondonglah orang Kristen yang sudah dibaptis percik lalu dibaptis selam, biar aman (afdhol). Padahal Alkitab TIDAK pernah mengajarkan ajaran tidak bertanggungjawab itu. Baptis hanya satu kali (Ef. 4:5), tidak perlu berulang kali apa pun alasannya! Baptisan selam, percik, atau apa pun adalah hanya sekadar cara upacaranya, yang penting intinya jelas yaitu bukti seseorang masuk ke dalam persekutuan tubuh Kristus. Baptisan selam ataupun percik TIDAK pernah menyelamatkan, yang menyelamatkan adalah Kristus saja!
Di dalam ayat 3, Paulus mengulang kembali peringatannya di ayat 1, “Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu.” Paulus mengatakan bahwa bukan hanya kita menerima orang yang lemah imannya saja, tetapi kita harus menerimanya dan tidak perlu menghakiminya, mengapa? 1. Karena Allah telah menerima orang itu/kita. (Ay. 1-3) 2. Allah menjaga milikNya sendiri (Ay. 4) 3. Yesus Kristus adalah Tuhan ( ay. 5-9). 4. Yesus Kristus adalah Hakim (ay. 10-12). 

Penerapan:
Secara tidak sadar kita seringkali menjadi hakim atas orang lain, entah itu dia saudara kita, teman kita, pacar kita, dll. Akan tetapi dalam pembacaan kita di atas, Paulus hendak mengingatkan kita untuk tidak menghakimi saudara kita. Tetapi penghakiman apa yang hendak ditekankan Paulus pada perikop ini? Penghakiman yang dimaksud Rasul Paulus di sini adalah penghakiman kepada orang lain untuk membenarkan diri sendiri.
Rasul Paulus menunjukkan ajaran ini kepada Orang Kristen Yahudi dan Orang Kristen non-Yahudi yang ada di Roma yang sedang mengalami perdebatan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Mereka saling membenarkan diri dan saling menyalahkan antara satu dengan yang lain. Orang Kristen Yahudi masih menjalankan Hukum Taurat [khususnya mengenai makanan yang boleh/tidak boleh dimakan (ayat 2) serta mengenai hari-hari tertentu yang dianggap suci (ayat 5)]. Mereka menganggap orang Kristen non-Yahudi tidak benar karena tidak menjalankan Taurat, dan demikian sebaliknya orang Kristen non-Yahudi mengangap orang yang menjalankan Hukum Taurat itu bersalah. Inilah sikap menghakimi orang lain dan membenarkan diri sendiri.
Dari perikop ini ada 4 poin penting yang bisa kita petik dan kita renungkan bersama:
Paulus mengajarkan supaya kita bisa menghargai perbedaan yang ada di antara kita.
Kita semua yang percaya kepada Kristus adalah milik BAPA di Sorga, hidup atau mati kita milik Tuhan. Setiap kita yang percaya kepada Kristus telah ditebus oleh darah-Nya yang tercurah dari kayu salib.
Semua manusia tanpa terkecuali akan dihakimi dan mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan Sang Hakim yang Agung.
Kita percaya setiap kita yang hidup di dunia ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan pengalaman yang berbeda-beda pula. Akan tetapi perbedaan tersebut jangan menjadi batu sandungan bagi kita, sebaliknya perbedaan itu hendaknya kita hargai. Jangan menganggap orang lain yang berbeda dengan kita salah atau tidak layak untuk bergaul dengan kita. Itu adalah pemahaman yang salah dan tidak dibenarkan di hadapan TUHAN. Kita percaya bahwa kita semua adalah ciptaan TUHAN, baik orang lemah maupun orang kuat, baik kaya maupun miskin, itu semuanya berasal dari TUHAN. Untuk itu hargailah orang yang berbeda dengan kita.
Ilustrasi:
Ada suami istri yang sudah lama menikah dan belum dikarunia anak. Suatu ketika sang suami merasa ada sesuatu yang aneh yang terjadi dalam keluarganya, sebab setiap kali dia menanyakan sesuatu kepada istrinya, menurut dia istrinya tidak menjawab apa-apa meskipun sebenarnya istrinya menjawab setiap apa yang ditanyakan oleh suaminya. Sang suami suatu waktu mendatangi dokter spesialis telinga dan memberitahukan apa yang sedang dia alami. Dia menceritakan kepada dokter tersebut bahwa istrinya seringkali tidak menjawab ketika ditanyakan sesuatu hal dan dia menganggap bahwa istrinya tuli. Dia menanyakan kepada dokter solusi apa yang tepat untuk menangani penyakit sang istri. Dokter kemudian memberi solusi kepada sang suami bahwa untuk memastikan sang istri tuli apa tidak sang suami harus bertanya pada jarak tertentu, yaitu pada jarak 10 meter, 5 meter dan 1 meter. Sang suami pulang dan melakukan tips yang diberikan oleh dokter tersebut. Sesampainya di rumah sang suami bertanya kepada istrinya sesuai tips yang diberikan oleh dokter tersebut:
Suami            : Ma…mama lagi ngapaen? (jarak 10 meter)
Istri               : lagi masak nasi Pa (sang suami tidak mendengar)
Suami            : Ma…mama lagi ngapaen? (jarak 5 meter)
Istri               : lagi masak nasi Pa (sang suami tidak juga mendengar)
Suami            : Ma…mama lagi ngapaen (Dengan suara keras)? (jarak 1 meter)
Istri               : Sudah 3 kali saya katakan saya lagi masak nasi Paa…..(dengan suara keras)
Teryata yang ada masalah dengan pendengaran bukan sang istri melainkan sang suami.
Dari ilustrasi di atas kita bisa belajar bahwa jangan cepat menghakimi orang lain salah, dan menganggap diri benar. Jangan-jangan kita yang salah dan orang lain yang kita anggap salah itu memang benar. Untuk itu kita harus belajar untuk mengoreksi diri dulu sebelum mengoreksi diri orang lain. Amen, dari berbagai sumber.


1 komentar:

Unknown mengatakan...

sering kali adat batak terkait2kan dalam Iman kekristenan, bahkan kadang - kadang hal ini menyebabkan sesama umat kristen menjadi terpecah karna tidak merasa sajtu jalan. " perbedaan pendapat tentang kristen yang mengharamkan penggunaan ULOS BATAK dalam sebuah pesta dengan orang kristen yang menerima penggunaan ULOS BATAK dalam pesta" hal ini sering menjadi perdebatan yang serius di sesama umat kristen, bahkan hal ini membuat sesama kristen sampai - sampai tidak bertegus sapa. lalu apa yang kita harapkan sebagaimana ayat ini....?