Selasa, 08 Juli 2014

Khotbah Minggu 13 Juli 2014. Thema: “MENDENGAR, MENGERTI DAN BERBUAH” Matius 13:1-9, 18-23


Pengantar:
Perumpamaan ini adalah salah satu perumpamaan yang paling dikenal dalam Alkitab karena sering diajarkan atau dikhotbahkan. Tampaknya perumpamaan ini tidak membutuhkan terlalu banyak penafsiran karena Yesus sendiri sudah menjelaskan maknanya kepada para murid. Tapi walaupun perumpamaan ini cukup mudah dipahami, perumpamaan ini tetap harus diperhatikan. "Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar, mengerti dan berbuah!"
Secara umum kita pasti sudah mengetahui bahwa tempat terbaik untuk menanam benih itu adalah di tanah yang baik dan subur bukan di jalan, bebatuan maupun di semak duri. Seperti perumpamaan Tuhan Yesus tentang seorang penabur, bahwa Firman Allah itu diumpamakan seperti benih yang membutuhkan tanah yang baik dalam perkembangannya. Dengan harapan bahwa benih itu nantinya akan bertumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang banyak.
Hal ini menjadi perenungan bagi kita, ketika Firman Tuhan diberitakan haruslah kita bertanya pada diri, dimana posisi kita dalam mendengar Firman Tuhan? Di pinggir jalan, di bebatuan, di semak duri atau di tanah yang baik? Sebab Firman Tuhan hanya akan tumbuh dan berbuah di tanah yang baik. Seperti halnya tanah yang baik yang sudah siap menerima benih untuk di tanamkan padanya, demikianlah kita dalam mendengar Firman Tuhan bahwa dari dalam diri kita ada kesiapan menerima pertumbuhan Firman Tuhan dan yang akan menghasilkan buah.
Keterangan:
 Sdr/i Yang dikasihi Tuhan Yesus.!    Bagi yang akrab dengan dunia pertanian tentu mudah  memahami perumpamaan Tuhan Yesus dalam bacaan Injil pada ibadah Minggu ini. Kita juga dapat mengerti bahwa memang ada tanah yang menjadi jalan untuk menuju tanah garapan, ada tanah yang dipenuhi oleh semak karena tidak terawat, ada tanah yang bercampur bebatuan, serta ada tanah yang memang telah disiapkan dengan baik. Kita tentu juga dapat mengerti, karena itu memang bisa terjadi, benih yang kita bawa ’kececer’ (jatuh secara tidak disengaja dan tidak diketahui). Benih yang kececer itu dapat di jalan, yang juga dilewati oleh unggas yang kemudian memakannya, di tanah yang berbatu, di semak dan akhirnya ditabur di tanah yang digarap dengan baik. Dan kita tahu bahwa benih yang tumbuh di tanah yang telah dipersiapkan dengan baik, akan menghasilkan panen yang baik. Dengan dasar pemahaman yang dekat dengan hidup, kita melihat dua faktor dalam perumpamaan yaitu benih dan tanah.
Pertama, benih yang tertabur di tanah yang berbatu dan bersemak duri tetap dapat tumbuh. Hal itu berarti benih yang ditabur itu adalah benih yang berkualitas baik, yang mampu tumbuh dalam kondisi apapun. Yesus menyatakan bahwa benih itu adalah firman Tuhan tentang Kerajaan Allah. Kita yakin bahwa dalam setiap firman Tuhan selalu ada kehendak baik dari Tuhan bagi kita, saudara dan saya. Itulah benih yang berkualitas baik dan dapat tumbuh dalam segala kondisi tadi.  
Kedua, macam-macam tanah menggambarkan kondisi hati dan hidup kita. Hati dan hidup kita bisa seperti jalan tanah. Firman Tuhan yang kita terima dengan cepat hilang, bak ungkapan ’masuk telinga kiri keluar telinga kanan’, tidak ada kesediaan untuk mendengar mengerti, menghayati dan melakukannya. Hati dan hidup kita bisa seperti tanah yang tipis di atas batu. Kita bersukacita menerima firman Tuhan, tetapi tidak tahan uji ketika diperhadapkan dengan kondisi riil kehidupan yang menghimpit kita. Hati dan hidup kita juga bisa seperti tanah yang dipenuhi semak duri, dipenuhi ambisi dan keegoisan karena kekuatiran hidup, sehingga kita hanya melihat kepentingan kita dan melalaikan firman yang mengajar kita untuk berlaku sebaliknya. Namun kita juga bisa seperti tanah yang baik, yang dapat membuat benih tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah, yang dapat terjadi apabila kita setia menjadi pendengar dan pelaku firman. Benih yang baik akan tumbuh di segala kondisi tanah, tetapi untuk menghasilkan buah atau panen yang baik ia harus tumbuh di tanah yang baik pula.
Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah seperti jenis tanah apakah hati dan hidup kita saat ini? Kalau kita ditanya, hati dan hidup kita ingin seperti tanah yang macam apa, tentu kita semua akan menjawab menjadi seperti tanah yang baik. Namun jika ditanyakan jenis tanah yang mana yang sesuai dengan hati dan hidup kita saat ini,kita akan memberi jawaban yang bermacam-macam. Bisa jadi kita seperti tanah yang menjadi jalan, seperti tanah yang berbatu, tanah yang penuh semak, atau, puji Tuhan, kalau sudah seperti tanah yang baik.
Apa yang dikehendaki oleh Tuhan atas hati dan hidup kita, pastilah bahwa kita menjadi seperti tanah yang subur, yang membuat benih menjadi tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah. Mengapa Tuhan menghendaki kita menjadi tanah yang subur? Hal ini sesuai dengan visi Kerajaan Allah itu sendiri, yaitu pemulihan seluruh ciptaan ke dalam keadaan damai sejahtera. Dengan menjadi tanah yang subur berarti kita telah hidup di dalam Kerajaan Allah dan kebenarannya. Dengan menjadi tanah yang subur itu kita berarti menjadikan firman Tuhan itu nyata dan dapat dirasakan oleh kehidupan.
Bagaimana supaya kita menjadi tanah yang subur? Ya seperti tanah pada umumnya; tanah yang subur adalah:
1.   -  Bersih dari kotoran-kotoran, bibit penyakit, bebatuan, semak-semak. Artinya hati dan hidup kita:
   -     Kudus / hidup dalam kekudusan
   -     Bersih dari segala nafsu,
   -    Memiliki hati yang bersih seperti seorang anak kecil
2.     Mengandung air dan unsur hara yang cukup untuk kebutuhan hidup tanaman. Supaya memiliki kandungan-kandungan seperti itu, maka tanah perlu perlakuan, seperti disiram, dipupuk, dicangkul. Siapa yang melakukan, ya pemilik tanah itu. Siapa pemilik tanah itu, Ia adalah Tuhan sendiri. Oleh sebab itu sebagai tanah kita harus mau dicangkul disiram dan dipupuk oleh Tuhan. Bagaimana ia memupuk kita, yaitu melalui Roh Kudus di dalam hati nurani. Artinya kita mau menerima Roh Kudus dan tuntunanNya
Bagaimana setelah kita menjadi tanah yang subur, apa yang harus kita lakukan?
1.     Tanah mau menerima benih. Artinya kita mau menerima firman Tuhan
2.     Tanah memberi kehidupan bagi benih. Artinya
-        Merenungkan firman itu / membuat firman itu selalu tinggal dalam hati kita
-        Mempercayaai firman itu dan taat kepadanya
-        Menjadikan firman itu menjadi nyata dengan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari
Yang sering terjadi di dalam hidup kita: kita bisa mempercayaai banyak hal, tetapi sulit mempercayai firman Tuhan. Contoh:
-        Saat kita naik bis / taksi; biasanya langsung naik dan duduk & tanpa pernah menanyakan apakah mobil itu layak jalan, remnya baik, mesinnya baik, sopirnya punya sim atau tidak, berapa lama ia menjadi sopir, dll.
-        Saat kita lapar dan haus kemudian kita masuk ke rumah makan, kita langsung pesan makanan dan setelah dihidangkan langsung disantap. Kita tidak pernah bertanya apakah makanan itu mengandung zat-zat berbahaya / tidak, mengandung bibit penyakit / tidak, apakah dagingnya mengandung cacing / tidak?
Bapak, ibu dan saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
”Kalau saat ini hati dan hidup kita masih seperti jalan tanah, masih seperti tanah yang berbatu, seperti tanah yang dipenuhi semak, mari kita berjuang, mengolah, dan mengubahnya untuk menjadi tanah yang baik. Kita bersihkan hati dan hidup kita dari segala nafsu dan keinginan yang tidak baik dan dengarlah Roh Kudus kemudian kita menerima firman itu dengan sepenuh hati, percaya dan melakukannya. Dengan begitu hidup kita akan mampu menghasilkan buah yang baik bagi kemuliaan Tuhan dan bagi sesama.”
Selamat mengolah hati dan hidup, selamat berbuah. Amin. Dari berbagai sumber.