Senin, 20 Juli 2015

Khotbah Minggu 26 Juli 2015 2. Raja 4:42-44 “Percaya dan Yakin akan Kuasa Tuhan”


Mengapa Allah memberi kemampuan untuk melakukan mujizat kepada nabi Elisa? Pertama, Allah memberi kemampuan melakukan mujizat kepada nabi Elisa untuk meneguhkan posisinya sebagai pengganti nabi Elia. Perhatikan bahwa dalam sejarah umat Tuhan, Allah sering memberikan mujizat untuk menandai dimulainya suatu era baru atau untuk membuka hati masyarakat yang bersikap tertutup terhadap pekerjaan Allah. Kedua, Allah memberi kemampuan melakukan mujizat kepada nabi Elisa untuk mengatasi jalan buntu. Tanpa mujizat, tentu sulit bagi Elisa untuk menolong keluarga janda seorang nabi (4:1-7), membalas budi keluarga perempuan Sunem (4:8-37), menyediakan makanan bagi serombongan nabi pada masa kelaparan (4:38-41), serta memberi makan seratus orang dengan sekantong bahan makanan (4:42-44).
Nats hari ini paling tidak memberikan dua pelajaran penting. Pertama, bila kita dengan segenap hati melaksanakan pekerjaan Tuhan, Allah pasti akan melengkapi kita dengan segala sesuatu yang kita perlukan agar kita bisa melaksanakan tugas tersebut. Kedua, bagi seorang beriman, tidak pernah ada jalan yang benar-benar buntu, karena Allah selalu sanggup menembus jalan buntu. Kesanggupan Allah untuk menolong kita melampaui apa yang bisa kita pikirkan. Bila kita mengandalkan akal saja, kita akan putus asa saat menghadapi jalan buntu. Bila kita mengandalkan Tuhan, kita akan melihat kemungkinan-kemungkinan yang sebelumnya nampak tidak mungkin. Jalan buntu merupakan sarana di tangan Allah agar kita bersandar kepada-Nya.
Memberi pada masa sukar biasanya tidak akan dilakukan oleh manusia, ia akan memilih untuk mengamankan persediaanya daripada memberikan apa yang dia miliki pada orang lain, bahkan cenderung akan saling memangsa. Namun kisah kita saat ini agaknya memberi sisi yang berbeda. Sisi yang berbeda itu terlihat dari tokoh dipanggung kisah ini dan juga tokoh dibalik layar/panggung kisah ini.
Seseorang dari Baal-Salisa
Ditengah paceklik dan kesukaran makanan (yang menjadi latar belakang kisah ini),  ia yang tidak disebutkan namanya ini, mampu memberikan persembahan bagi Allah melalui Abdi Allah (Elisa). Persembahan itu adalah roti hulu hasil (Bread of the first fruit), ia digerakkan oleh imannya bahwa setiap hasil pertama dari pekerjaannya adalah milik Allah dan harus dipersembahkan kepada Allah (bnd Imamat 23:20). Disini kelihatanlah bahwa kekurangan dan paceklik tidak mematikan iman orang percaya untuk tetap setia pada apa yang Tuhan  ajarkan dan yang dia imani. Penderitaan, kelaparan, kesengsaraan, tidak memunculkan kekuatiran yang berlebihan dan tidak menghalangi orang percaya memberikan pada Allah apa yang seharusnya milik Allah, ia tidak memilih dirinya aman dulu baru memberi, karena ia sadar keamanan hidupnya ada pada Allah bukan pada hitung-hitungannya sendiri. Apa yang ditunjukkan disini juga mengingatkan kita agar senantiasa mengambil apa yang seharusnya milik kita dan melepas apa yang seharusnya bukan milik kita, entah saat lapar atau kekurangan, kita tidak boleh menyerakahkan diri dengan mengambil apa yang bukan hak kita, kecuali kita diberi. Kita perlu belajar untuk bergantung pada Allah yang senantiasa menyediakan keperluan kita dan seluruh hak-hak kita, tanpa perlu mengambil hak orang lain. 
Elisa
Sesungguhnya pemberian roti dan gandum ditengah kekurangan ini, sangatlah menolong Elisa, jika dia simpan sendiri, ia bisa survive beberapa lama, tetapi apa yang ditunjukan dalam kisah ini memberi nilai baru dalam menghadapi kekurangan. Biasanya ditengah paceklik manusia akan sangat egois dan mementingkan diri sendiri bahkan tidak jarang akan berebutan dan saling memangsa. Namun Nabi Elisa tidak menyimpan untuk dirinya, malah menyuruh pelayannya membagikannya pada orang-orang disekitarnya (ay 42). Kekurangan dan kesukaran tidak mematikan rasa solider Elisa tapi justru ditengah kesukaran rasa solidaritas semakin besar. Lihatlah Elisa menyuruh membagikan roti itu pada orang-orang, dia tidak mengatakan berikan aku lebih dahulu kemudian berilah mereka, tetapi ia menyuruh memberi kepada orang lain. Ini adalah karakter pemimpin yang dibutuhkan ditengah kesukaran, dia tidak akan tenang makan jika yang dipimpinnya belum makan. Dan tidak akan bersenang-senang pada saat umatnya susah. Susah senang hadapi bersama.
Hal ini mengingatkan saya pada apa yang selalu ibu saya lakukan ketika saya masih kecil. Ketika musim buah durian misalnya, Ibu tidak akan pernah mau makan durian sendirian di Pasar/onan meski jika pun dimakan tidak akan ada yang tahu, tapi ibu selalu berkata, dang tolap ahu mangallang durian on sahalakku hape genlengku dang mangallang (saya tidak sanggup memakan durian ini sendirian sementara anak-anakku tidak makan), dan justru ketika ibu membawa 3 buah durin untuk dinikamti bersama dirumah, rasa durian ini lebih nikmat karena ditambah cita rasa kebersamaan dan juga rasa cinta ibuku (paling tidak menurut versiku).
Tema yang  sejajar dari sikap pemberi roti itu dilanjutkkan oleh nabi Elisa, memberi pada masa sukar, kepentingan bersama lebih urgent dari kepentingan pribadi. Pendorang utama Elisa dalam hal ini adalah firman Allah yang didengarnya dan yang kemudian dia sampaikan kepada pelayannya “ Orang akan makan bahkan akan ada sisanya” (Ay 43). Iman Elisa pada Firman yang didengarnya menggerakkan dia untuk berbagi dalam kesukaran dengan keyakinan Penuh, sehingga jelaslah tujuan Elisa dalam hal ini bukan berbagi supaya ia disebut orang baik dan dermawan tetapi menunjuk pada ketaatan dan keyakinnya pada Firman Tuhan yang tentu berujung pada kemuliaanNYA.
Pelayan Elisa
Awalnya mereka heran bagaimana mungkin mereka menghidangkan 20 roti dan sedikit gandum pada 100 orang? Bukankah itu akan membuat keributan? Memang secara logika ini tidak mungkin. Tapi kemudian ketika Elisa memerintahkan dia kembali utuk menghhidangkan roti tersebut dengan tambahan janji Tuhan dalam firmanNya, maka pelayan itupun menaati Elisa dan menyakini firman Tuhan, dengan menghidangkan roti itu kepada orang banyak itu, dan sesaui dengan FirmaN Tuhan makanlah mereka (termasuk Nabi dan pelayanya) dan masih ada sisa. Ketaatan dan keyakinan pada Firman menghancurkan logika, apa yang kelihatan mustahil bagi ku itu sangat mungkin bagiMU adalah lirik lagu rohani yang mungkin cocok menggambarkan peristiwa ini. Ketika TUhan berfirman maka semua menjadi. Makanan itu cukup, bahkan lebih dari cukup. Hal serupa terjadi tatkala Yesus memberi makan 5.000 orang dengan lima roti jelai dan dua ikan kecil (Yohanes 6:1-14). Contoh-contoh ini mengajarkan prinsip: Bila Allah memberi, Dia mampu memberi lebih dari cukup. 
Allah
Meski Allah tidak dimunculkan sebagai tokoh dalam kisah ini, namun Kisah ini menceritakan pemeliharaan Allah yang tak terduga pada saat yang tepat. Dan dalam tindakan pemeliharaanNya Dia tidak pernah gagal karena Dia maha kuasa dan bisa melakukan apa saja tanpa batas, hanya saja kita sering membatasi kuasaNya dengan akal kita. Dia memakai Elisa sebagai saluran dan perantaraa tindakan penyelamatanNya dan direspon oleh Elisa dengan iman dan ketaatan, sehingga ia dimampukan mengelola apa yang ada mengatasi kesukaran saat itu. Selain itu, kisah ini juga mengingatkan kita agar saat kita merasa bahwa Allah meminta kita melayani Dia dengan cara yang baru atau tidak lazim, tidak seharusnya kita menolak hanya karena kita merasa tidak mampu. "Kami hanya punya beberapa kerat roti," mungkin kita akan berkata demikian. Namun Tuhan menjawab, "Percayalah kepada-Ku. Apa yang ada padamu sudah lebih dari cukup"- ingatlah perkataan Yesus berikut ini “Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Matius 6:8) oleh karena itu haruskah kita kuatir lagi akan apa yang akan kita makan, minum dan pergunakan untuk menjalani hidup yang ada ditangan Allah ini? Bersandarlah pada Allah maka IA akan menyediakan apa yang kita butuhkan dan sekali lagi Bila Allah memberi, Dia mampu memberi lebih dari cukup. Sehingga kita dimampukan memberi, berkarya, melayani ditengah kesukaran, . AMIN
Disadur dari berbagai sumber.


Tidak ada komentar: