Sabtu, 26 September 2015

Khotbah Minggu 27 September 2015 17 Sert Trinitatis Markus 9: 38 – 50 Thema: Tuhan Menepati JanjiNya”


Nas Firman Tuhan ini adalah kelanjutan dari pembicaraan Tuhan Yesus dengan murid-muridNya sebelumnya di Markus 9: 30-37 yaitu perkataan Yesus yang tidak dimengerti para muridNya dan juga pembicaraan murid-muridNya tentang siapa yang terbesar diantara mereka. Dalam nas khotbah kali ini ini memperlihatkan pada kita bahwa ternyata murid Yesus juga belum mengerti sepenuhnya akan apa yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus.
Pikiran tentang siapa yang terbesar diantara mereka masih jelas terlihat ketika Yohanes mengungkapkan bahwa mereka telah mencegah orang yang diluar murid Yesus yang selalu bersamaNya untuk mengusir setan dalam nama Yesus. Anggapan murid-murid Yesus bahwa mereka tidak memiliki hak untuk berbuat sesuatu atas nama Yesus sementara mereka bukanlah bagian dari murid-murid yang selalu bersama Yesus.
Yesus menjawab: “Tidak seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku” Jawaban Yesus sebenarnya memiliki makna yang sama dengan apa yang diungkapkanNya sebelumnya. Bahwa akan tiba waktunya Yesus akan menderita, disiksa dan akan dibunuh, dan orang-orang yang berbuat atas nama Yesus saat itu bisa saja kembali berbalik untuk mengumpat Yesus.
Perikop ini terdiri dari dua bagian: pertama ayat 38-42 membicarakan tugas untuk saling bermurah hati dan bersabar; kedua: 43-50 membicarakan hal perlunya penertiban diri. Bagian pertama mengatur sikap para murid terhadap orang lain; sedang bagian kedua, mengartur sikap mereka terhadap diri mereka sendiri. Terhadap orang lain mereka harus bermurah hati, terhadap diri sendiri mereka harus keras.
Jika hidup menjadi diberkati serta dibebaskan dari kuasa kejahatan, pekerjaan semacam itu tidak boleh dirintangi, jika motif pekerjaan itu benar. Panggilan untuk hidup bertoleransi ditegaskan di sini.
Yesus berkehendak supaya kehidupan kita tidak menjadikan anak-anak kecil (dapat diartikan orang-orang yang sederhana) tersandung.
Dalam arti kiasan Yesus menegaskan bahwa perlu dilakukan operasi/ pembedahan rohani guna menyelamatkan jiwa orang.
Ayat 49: api mengandung pengertian pemurnian/penyucian; (ayat 50) garam di sini bisa berarti karunia tabiat Kristen.

Kehadiran sesorang atau sesuatu selalu membawa dampak tertentu terhadap lingkungannya baik dalam arti poristif maupun negatif. Kehadiran yang membawa dampak negatif, kehadiran yang membawa tanda-tanda kematian. Sebaliknya kehadiran yang membawa dampak positif, hampir dapat dipastikan kehadiran yang membawa tanda-tanda kehidupan (bandingkan dengan bacaan1).
Dunia di mana kita berada dan hidup sekarang ini hampir bisa dikatakan sedang berada dalam situasi dan kondisi yang menunjukkan tanda-tanda kematian. Bahkan mungkin dapat dikatakan berada dalam kematian secara menyeluruh, lahir, batin, mental, spiritual, jiwa, rasa/ perasaannya, pikirannya, kesadarannya, dst.. mati sajroning urip.
Di tengah-tengah sikon yang demikian itu, gereja/ orang Kristen dipanggil untuk hadir membawa tanda-tanda kehidupan, sehingga hidup dan kehidupan menjadi hidup secara menyeluruh.
Kehadiran yang membawa tanda kehidupan, diwujudkan dengan:
Mengembangkan sikap toleransi:
a. Menghormati hak dan pemikiran orang lain. Setiap orang punya hak untuk memikirkan sesuatu dan memikirkannya benar-benar sampai ia sendiri tiba pada kesimpulan dan keyakinannya sendiri. Jangan terlalu cepat memberikan penilaian terhadap sesuatu yang sebetulnya tidak kita mengerti. Jangan memandang enteng dan jangan menentang apa yang tidak kita mengerti.
b. Menyadari bahwa setiap orang bukan hanya memiliki hak untuk berpikir, melainkan juga hak untuk berbicara. Dari semua hak demokratis, yang paling berharga adalah kebebasan berbicara. Tentu saja ada batas-batasnya, yaitu sepanjang orang tersebut tidak menanamkan ajaran-ajaran yang bermuara pada kehancuran moralitas dan runtuhnya dasar-dasar dari semua masyarakat yang berbudaya dan yang Kristiani.
c. Selalu harus ingat bahwa setiap ajaran atau kepercayaan pada akhirnya harus dinilai dari hasilnya: orang macam apakah yang dihasilkannya? Yang perlu selalu kita pertanyakan, bukanlah “bagaimana gereja ditata?” melainkan “0rang macam apakah yang dihasilkan oleh gereja?”
Memberi pertolongan kepada yang membutuhkan. Perlu diperhatikan betapa sederhana pertolongan itu, yaitu hanya secangkir air. Kita tidak diminta untuk melakukan
hal-hal di luar kekuatan kita. Kita diminta untuk memberikan hal-hal sederhana, hal-hal yang dapat diberikan oleh siapapun
Tidak menyebabkan yang lemah tersandung. Sebab siapapun yang melakukannya pasti mendapat hukuman yang berat, dikalungi batu kilangan yang besar dan dimasukkan ke dalam laut, artinya sama sekali tidak mempunyai harapan untuk selamat.
Tidak mengajari orang lain untuk berbuat dosa. Berdosa adalah sesuatu yang mengerikan. Akan tetapi, lebih mengerikan lagi apabila seseorang mengajar orang lain untuk berbuat dosa. Allah bersikap keras terhadap orang bedosa, tetapi Ia akan bersikap tegas dan keras terhadap orang yang mempermudah orang menuju pada jalan dosa dan yang kelakuannya, entah sengaja atau tidak, menaruh batu sandungan di jalan orang yang lebih lemah.
Menyadari bahwa dalam hidup ini ada satu tujuan yang untuknya seseorang pantas berkurban. Dalam hal-hal fisik, seseorang mungkin harus memotong/ melakukan amputasi anggota tubuhnya, demi keselamatan tubuh secara keseluruhan dan kadang-kadang merupakan jalan satu-satunya untuk mempertahankan kehidupan tubuh secara keseluruhan. Dalam kehidupan rohani, hal yang serupa dapat terjadi. Artinya, jika ada sesuatu dalam hidup kita yang menjadi penghalang bagi kita untuk mematuhi kehendak Allah sepenuhnya, sekalipun itu adalah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan dan bagian hidup kita selama ini, maka penghalang itu harus dibasmi. Pembasmian itu bisa jadi sama sakitnya dengan mengalami operasi salah satu bagian dari tubuh kita. Akan tetapi, jika kita benar-benar mau mengenal kehidupan yang sebenarnya, kebahagiaan dan kedamaian yang sesungguhnya, hal itu mau tidak mau, suka tidak suka, harus dijalani.
Memberikan cita rasa baru dan gairah baru sama seperti yang dilakukan oleh garam terhadap makanan, kepada dunia yang telah dipenuhi oleh berbagai macam kelelahan dan kebosanan.
Membawa antiseptik terhadap racun kehidupan, memberikan pengaruh yang membersihkan ke dalam dunia yang penuh dengan berbagai kebusukan. Sama seperti garam mengalahkan kebusukan yang akan menyerang daging mati, demikian juga kekristenan menyerang kebusukan dunia.
Selalu mempunyai garam dalam diri kita dan selalu hidup berdamai seorang dengan yang lain. Garam dalam ayat ini berarti “kemurnian”. Orang-orang zaman itu mengatakan, tidak ada yang murni selain garam, sebab garam terbuat dari dua hal termurni, yakni matahari dan laut. Hendaklah kita selalu memiliki pangaruh yang memurnikan dari Roh Kudus. Kita murnikan diri kita dari sifat mementingkan diri sendiri, dari kepahitan, dari amarah dan dendam kesumat. Kita bersihkan diri kita dari rasa jengkel, muram, egois. Hanya dengan demikian kita mampu hidup berdamai dengan sesama.
Penutup
Pasti tidak kita inginkan bersama dan jauh dari harapan kita, dunia di mana kita tinggal semakin hari semakin menghembuskan tanda-tanda kematian dalam berbagai bidang dan segi kehidupan. Tetapi, inilah keinginan, kerinduan dan harapan kita, dunia ini selalu dipenuhi oleh tanda-tanda kehidupan secara menyeluruh dan merata dalam berbagai bidang dan berbagai segi kehidupan. Dan pasti ini sebuah keinginan dan harapan yang sangat indah, baik dan benar. Tetapi keinginan dan harapan yang baik, indah dan benar itu, harus diwujud nyatakan dalam sikap, tindakan, perilaku, tutur kata nyata.! Amin.


Tidak ada komentar: