Senin, 21 Desember 2015

Khotbah Minggu 27 Desember 2015 Lukas 2: 41-52 Thema: “Yesus makin Bertambah Besar, Makin Dikasihi”


Pendahuluan
Dikisahkan bagaimana Yesus yang sudah berumur 12 tahun diajak orang tuanya ke Yerusalem untuk merayakan Paskah. Ketika mereka kembali ke Nazaret, Yesus tertinggal. Mereka kembali ke Yerusalem mencarinya. Pada hari ketiga mereka menemukannya sedang duduk di tengah-tengah para ahli agama di Bait Allah. 
Pertumbuhan Yesus sebagai anak tidak lepas dari peran Yusuf dan Maria sebagai orangtua duniawiNya. Yusuf dan Maria selalu taat akan tradisi dan perintah Allah bagi umat Yahudi, dimulai ketika Yesus disunat pada hari kedelapan (Luk 2: 21). Perayaan paskah dalam nats ini adalah salah satu di antara tiga hari raya festival yang selalu dirayakan umat Yahudi dalam setahun. Menurut hukum Yahudi, setiap laki-laki dewasa perlu pergi ke Jerusalem untuk ketiga hari raya festival tersebut (Kel 23:14-17; Ul 16:16). Kali ini Yusuf dan Maria datang dalam perayaan terpenting yakni paskah, yang kemudian diikuti selama seminggu dengan hari raya tidak beragi. Paskah ini merupakan perayaan memperingati orang Israel dibebaskan dari Mesir dan bebas dari hukuman Allah kepada anak sulung mereka (Kel 12:21-36).
Demikianlah kisah yang terjadi, Yesus yang sudah berusia 12 tahun dibawa oleh orangtuanya ke Jerusalem karena dianggap sudah cukup besar dan dewasa serta di dalam pikiran orangtuaNya mempersiapkan Dia sebagai anak Taurat. Bagi umat Yahudi, anak memasuki usia 13 tahun dianggap sebagai anak Taurat, karena itu mereka terus belajar hukum-hukum Taurat hingga beranjak dewasa.
Dari bacaan nats kita pada minggu ini ada beberapa hal yang bisa kita pelajari, yakni sbb:
1. Tanggungjawab orangtua dalam pertumbuhan fisik dan rohani (ayat 41-42)
Sebagai seorang anak manusia, Yesus mengalami proses pertumbuhan fisik dan rohani. FisikNya sangat sehat yang dibuktikan dengan keikutsertaanNya ke Jerusalem yang membutuhkan 4 – 5 hari perjalanan. Hal ini tentu tidak diperoleh seketika, melainkan memberi perhatian lewat makanan dan juga kegiatan fisik sehingga tubuh Yesus sebagai anak bertumbuh baik dan sehat. Tetapi di samping pertumbuhan fisik tersebut, Yusuf dan Maria juga memperhatikan pertumbuhan rohani Yesus dengan mulai mengajarkan dan mengikutkan dalam acara-acara rohani Yahudi tersebut, dan membiasakan ikut dalam pengajaran-pengajaran agama Yahudi (Mzm 132:12). Hal inilah yang mungkin menjadi latar belakang kehadiran Yesus di Bait Allah tersebut, malah Yesus tidak terlalu menikmati  perayaan yang biasanya dilakukan dengan carnaval mengelilingi kota, tetapi justru Dia masuk ke dalam Bait Allah untuk mendengar diskusi para rabi dan ahli taurat.
Inilah yang menjadi tugas dan tanggungjawab orangtua di dalam membesarkan anak yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap keluarga.
2. Pentingnya pertumbuhan karakter bagi anak (ayat 44-45)
Tradisi perayaan paskah di zaman itu dirayakan dengan cara carnaval. Dalam arak-arakan itu biasanya para lelaki berjalan di belakang untuk menjaga kaum wanitanya yang berjalan di depan dari para pencopet dan pelaku jail lainnya. Yusuf dan Maria membiarkan Yesus berjalan sendiri yang mungkin dengan kelompok lainnya. Di sini tampak bahwa sebagai orangtua, Yusuf dan Maria, mereka mendidik kedewasaan Yesus dengan “membiarkan” Dia untuk berjalan sendiri. Tetapi sikap ini juga harus disertai tanggungjawab dan pengawasan dari orangtua. Maka ketika carnaval sudah meninggalkan kota Yerusalem, mereka baru menyadari Yesus tidak ada dalam rombongan (perjalanan Nazaret ke Jerusalam itu 4-5 hari sehingga sering bermalam di jalan). Sebagai orangtua, Yusuf dan Maria akhirnya memutuskan untuk kembali mencariNya.
Sebagaimana kita ketahui, memberi kepercayaan seperti ini akan menumbuhkan kematangan dan sikap tanggungjawab bagi seorang anak. Kebiasaan sebagian orangtua untuk tidak memberi “kepercayaan” agar anak lebih matang, biasanya justru akan membuat anak tersebut akan semakin lambat dewasa dan mandiri. Pengalaman dan tantangan yang dialami dan dihadapi oleh seorang anak dalam kesendiriannya, akan menempa dia menjadi anak yang tangguh. Inilah yang membentuk karakter anak tersebut menjadi lebih siap dalam mengarungi kehidupan, sebagaimana Yesus kita lihat sebagai manusia tidak pernah takut dalam menjalani pelayananNya. Ia bertambah di dalam hikmat karena kasih karunia Allah ada di atas-Nya. Kodrat manusiawinya juga sempurna, berkembang sempurna seperti yang diinginkan oleh Allah kepadaNya.
3. Kekuatiran yang bertanggungjawab dalam pertumbuhan (ayat 46-49)
Hal ketiga yang bisa dilihat, adanya kekuatiran dari Yusuf dan Maria. Mendidik anak dalam kematangannya juga harus disertai pengawasan yang berlandasaskan kasih. Itulah yang terlihat pada Yusuf dan Maria, ketika menyadari Yesus tidak bersama mereka. Keduanya langsung kembali yang menunjukkan betapa tanggungjawab dan baiknya cinta kasih di antara mereka. Kasih berbuahkan kedekatan. Bahkan ketika mereka menemukan Yesus ada di Bait Allah, unsur kasih dan kedekatan ini terlihat dengan respon Maria yang tampak girang, tercengang (walau sedikit marah) dengan mengatakan: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau" (ayat 48). Jawaban Yesus juga sangat sederhana tetapi matang: "Mengapa kamu mencari Aku? (ayat 49a). Kehangatan kasih sayang itulah yang ikut mewarnai pertumbuhan Yesus, yang dalam perkembangannya kemudian Yesus dalam pelayanan perasaanNya sangat peka terhadap orang lain, hati-Nya selalu penuh dengan kehangatan kasih sayang. Itulah buah hubungan kasih sayang antara anak dan orangtua.
Maria yang menyadari Yesus adalah Anak Allah sangat kuatir akan keberadaan Yesus, yang tetap merasa Yesus masih “seorang anak kecil”. Seorang ibu biasanya sangat sulit melihat pertumbuhan anaknya yang semakin hari semakin besar, bahkan seolah-olah tidak rela semakin dewasa. Ini juga sama halnya ketika kita memiliki seorang bawahan yang berkembang, kadang ada rasa “tidak menerima” bawahan kita tersebut dipromosi menjadi pimpinan atau manager, atau bekas mahasiswa kita menjadi dosen. Tetapi haruslah demikian, kita biarkan dengan sukacita, bagaikan anak burung yang belajar terbang dengan sayapnya, melayang ke atas dan terbang tinggi sebagaimana Allah merencanakan hal tersebut dalam kehidupannya.
4. Belajar sebagai dasar pertumbuhan
Bait Allah sangat popular di wilayah Yudea sebagai tempat belajar. Rasul Paulus juga belajar di tempat-tempat tersebut di bawah bimbingan gurunya Gamaliel (Kis 22:3). Pada masa paskah biasanya topik yang didiskusikan adalah tentang kedatangan Mesias dan para peserta yang hadir di Bait Allah umumnya para rabi-rabi terkenal ikut dalam diskusi seperti itu. Kita tahu bahwa umat Yahudi sangat merindukan datangnya Mesias mengingat kerajaan Romawi yang menjajah mereka begitu lama.
Di tempat inilah kemungkinan Yesus mulai menyadari diriNya sebagai Anak Allah. Itulah yang membuat jawaban Yesus kemudian, ”… Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" (ayat 49b). Yusuf dan Maria mungkin sedikit memahami apa arti kata “di rumah Bapaku”(ayat 50). Mereka tahu akan hubungan yang khusus Yesus dengan Allah sebagaimana peristiwa pesan-pesan malaikat tentang kehamilan dan peristiwa kelahiran Yesus. Tetapi mereka belum tahu persis akan rencana Allah terhadap Yesus sehingga bagi mereka tetap membesarkan Yesus beserta adik-adikNya laki-laki dan perempuan (Mat 13:55-56). Bagi mereka Yesus adalah anak normal sebagaimana anak-anak lainnya dan tetap mengikuti pelajaran-pelajaran Taurat. Nats ini menyimpulkan, “Maria menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya” (ayat 51), dalam arti Maria mepergumulkan dan merenungkan semua peristiwa tersebut.
Yesus menyadari ayah-ibunya adalah Yusuf dan Maria. Ia tetap respek terhadap keluarga dan orangtuanya itu sehingga kemudian Yesus kembali ikut pulang ke Nazareth. Alkitab tidak menjelaskan bagaimana Yesus bertumbuh selama 18 tahun kemudian. Namun, kita dapat lihat Ia pasti senang dan terus rajin belajar firman Tuhan sebagaimana Ia perlihatkan di Jerusalem. Demikian juga Ia belajar dan bertumbuh menjadi seorang tukang kayu dan membantu Yusuf, ayah duniawiNya. Kesiapan ini juga yang membuat Ia dapat menggantikan Yusuf sebagai sumber penghasilan dan kepala keluarga (Yusuf kemungkinan mati muda, lihat Mrk 3:31 dan Mrk 6:3). Dia juga tidak memandang rendah pekerjaan tangan dan kasar. Yesus tetap dalam kehidupan biasa, “makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (ayat 52), sampai Ia mulai dalam pelayanan penuhNya setelah dibaptis di sungai Jordan sesuai dengan misi Allah kepadaNya.
Kesimpulan
Nats dalam minggu ini kita diajarkan tentang pertumbuhan Yesus sebagai anak manusia dan hubungannya dengan Yusuf dan Maria, ayah-ibu duniawiNya. Kita diajarkan melalui kehidupan Yesus akan tanggungjawab orangtua dalam pertumbuhan fisik dan rohani anak-anak. Demikian juga dengan pentingnya pertumbuhan karakter bagi anak dengan memberi mereka tanggungjawab dan kemandirian sejak awal. Memang kekuatiran selalu ada dalam pertumbuhan tersebut, tetapi sepanjang itu dilakukan dengan penuh kasih dan tanggungjawab, maka hasilnya akan selalu baik sebagaimana kita lihat dalam kehidupan Yesus. Yesus terus belajar dalam kehidupannya sebagai dasar pertumbuhan pribadiNya sehingga siap menyongsong masa depan pelayananNya. Mari kita terus belajar dari kehidupan Yesus. Amen


Tidak ada komentar: