Selasa, 24 November 2015

MEMBANGUN HUBUNGAN DENGAN TUHAN


Membangun hubungan dengan Tuhan bukanlah sebuah langkah yang sulit. Sebab firman Tuhan berkata, Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu (Yak 4:8). Di dalam bahasa Inggris, pesan firman ini lebih jelas. Dikatakan bahwa draw near to God and he will draw near to you. Di dalam pengertian aslinya, draw near menggambarkan tangan kita yang mendekat, menyambut uluran tangan Tuhan, yang sudah terlebih dahulu terulur pada kita. Kalimat ini amat jelas tujuannya yaitu sebuah hubungan persekutuan di dalam doa antara manusia dan Allah, menggambarkan gairah dan keinginan bersekutu denganNya. Inisiatip hubungan itu adalah Allah sendiri dan bagian kita adalah menyambut inisiatipNya. Kita harus memberi respon. Saya suka membayangkan anak saya sewaktu bermain layangan. Ketika ia berusaha menarik turun layangan itu dengan benang, maka layang-layang tersebut makin dekat kepadanya. Berarti, di dalam hubungan dengan Tuhan, usaha untuk mendekat kepada Allah harus dimulai di dalam diri kita. Semakin kita menginginkanNya, bergairah, maka sikap itu akan menjadi sinyal bagi Allah untuk menjawab kegairahan kita kepadaNya.
Bahwa aturan di dalam membangun hubungan dengan Tuhan, ada di dalam diri kita. Bukan di dalam diri orang lain atau pengalaman orang lain. Gagalnya kita membangun hubungan dengan Tuhan seringkali terjadi karena kita terlalu terfokus pada pengalaman orang lain dan secara alamiah menjadikan itu sebagai sebuah standard yang juga harus kita alami. Ini jebakan iblis yang mau menggagalkan hubungan kita dengan Tuhan. Perhatikan aturan ini. (a) Setiap kita punya hubungan yang khas dengan Tuhan yang tidak harus sama dengan pengalaman orang lain. Tuhan kita sangat kreatif. (b) Hubungan dengan Tuhan tidak pernah dapat dimetodakan. Seringkali cara Tuhan intim dengan seseorang berbeda secara radikal dibandingkan caranya dengan orang lain.
Tuhan pasti punya cara berhubungan dengan kita. Di dalam Alkitab dengan jelas Yesus mengatakan, "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Matius 6:5-6). Doa merupakan sebuah hubungan intim yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di dalam kamar sewaktu sepasang suami isteri sedang berada di dalam. Keintiman dengan Tuhan seperti itu. Setiap orang punya cara yang khas untuk terhubung dengan Tuhannya di dalam “kamar”nya masing-masing. Tapi coba kita lihat apa yang terjadi hari-hari ini. Banyak orang justru memamerkan bagaimana ia cinta Tuhan dan berhubungan dengan Tuhan secara emosional di hadapan orang lain. Orang seperti ini biasanya tidak berakar di dalam hubungan intim. Bahkan apa yang mereka tampilkan bukanlah hubungan yang sejati. Mereka menyembah Tuhan tidak dengan roh tetapi di jiwa. Yesus mendeteksi kehadiran orang-orang ini disekelilingnya dan mencerca mereka dengan sebutan munafik! Orang seperti ini hanya memakai topeng di dalam setiap pekerjaan pelayanan yang dilakukannya. Saya banyak menjumpai orang-orang di dalam pelayanan saya yang memang terlihat sangat rohani dan antusias di depan jemaat dan orang lain, menyatakan kecintaannya kepada Tuhan. Tetapi dikemudian hari terungkap bahwa orang ini ternyata tidak seperti itu. Dia suka menceritakan kerinduannya untuk terhubung dengan Tuhan tetapi pada kenyataannya apa yang ditampilkannya adalah sesuatu yang emosional. Sesuatu yang ingin dilihat oleh orang lain.
Ada satu contoh kasus di dalam gereja. Pada waktu Yesus sedang berada di dekat kotak persembahan, Dia dengan jelas mengamati seseorang yang memberikan persembahan dalam jumlah besar agar orang di dalam gereja melihat siapa dia. Sesaat setelah itu, seorang janda miskin juga memasukkan persembahannya. Tetapi Yesus berkata maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. (Markus 12:43). Itu sebabnya saya seringkali berkata kepada teman-teman di dalam pelayanan, hati-hati menerima persembahan dari orang yang secara emosional tidak stabil. Hatinya dengan cepat dapat berubah dari mendekatimu menjadi membenci atau menjauhimu hanya karena kita – hamba hamba Tuhan – tidak mau menuruti apa yang menjadi keinginannya. Kekacauan di dalam gereja seringkali dipicu oleh ulah sejumlah orang yang secara finansial kuat tetapi mengatur gembala atau hamba Tuhan. Penyembahan, kerinduan dan hubungan yang sejati ada di dalam kamarmu! Bukan apa yang kamu tampilkan di depan orang banyak. Bukan persembahan persembahan materi yang engkau berikan kepada orang lain. Bukan gayamu saat memuji dan menyembah yang menarik perhatian orang lain. Tetapi ditentukan oleh bagaimana hatimu dengan sungguh-sungguh mencari wajahNya, pada saat engkau sedang terhubung denganNya di dalam kamar secara pribadi.
Perjumpaan di dalam kamar adalah sebuah intimacy. Allah bergairah terhadap setiap keintiman. Alkitab pernuh dengan firman yang bersifat janji. Perhatikan, janji selalu berhubungan dengan pemberian Allah kepada sdr dan saya. Dimana ada penyembahan, disanalah Allah hadir sebab Dia menginginkan penyembahan dan tentu saja penyembah. Penyembahan adalah sesuatu yang menyenangkan hatiNya. Ketika Daud memburu Tuhan dan berkeinginan berada di dekatNya setiap saat, Daud membentuk dirinya menjadi seorang penyembah. Dia bahkan membangun komunitas penyembahan disekeliling tabut Tuhan, duapuluh empat jam, imam-imam musik bergiliran menari, memuji dan menyembah Tuhan. Hadirat Allah hanya dapat ditarik dan dipertahankan melalui penyembahan. Rupanya ini kuncinya! Penyembahan adalah kunci keintiman kita dengan Tuhan. Alkitab berkata, Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel. (Mazmur 22:3) .
Rasul Paulus mengingatkan kita untuk menyala-nyala terlebih dahulu sebelum melayani Tuhan. Penting sekali bagi kita untuk menyala terlebih dahulu. Itu akan membuat roh kita peka dan melayani bukan dengan kekuatan daging atau jiwa kita. Roh yang peka diperlukan untuk memutuskan apakah kita masuk ke dalam sebuah pintu yang terbuka atau tidak. Ingat sdr-sdr, tidak semua pintu yang terbuka harus kita masuki. Kita tidak pernah tahu siapa yang ada dibalik pintu itu. Terutama di dalam hal persembahan. Kalau kita membawa hadirat Tuhan, maka banyak pintu akan terbuka di depanmu. Orang akan berbondong-bondong mendatangi dan melekat kepadamu dengan motif yang berbeda-beda. Ada yang tulus dan ada yang punya kepentingan khusus. Saya mau jujur kepada sdr sebagai sesama hamba Tuhan. Saya banyak menemukan tipe-tipe orang dalam membangun motifnya saat mengatakan menjadi pendukung pelayanan. Hati-hati sdr. Orang yang semula bermuka manis dapat berbalik mencerca kita karena motivasinya di dalam memberi kurang baik. Oleh sebab itu, kita harus tetap memposisikan diri sebagai hamba Tuhan dan bukan hamba uang! Saya pernah punya pengalaman seperti ini. Seseorang yang mendekat kepadamu akan diuji dan dibuktikan motivasinya seiring dengan waktu. Bukan diuji oleh besar persembahannya kepadamu. Jangan lupa, hati manusia bisa berubah! Jika orang-orang ini kecewa dan tidak menerima sesuatu yang mereka harapkan dari pemberian persembahan kasih kepadamu, mereka bisa berbalik mencelamu dihadapan orang lain. sekali lagi berhati-hati. Tidak setiap orang yang ingin terhubungan dengan kita memiliki motivasi yang benar sampai kelak itu teruji dengan waktu.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk masuk di dalam keintiman? kita perlu mendekat kepada Tuhan melalui penyembahan dan hubungan pribadi. Aplikasi praktisnya sangat sederhana. Saya selalu memposisikan diri di depan Tuhan pada waktu saya berdoa atau cuma sekedar duduk diam menikmati hadiratNya di manapun saya pergi. Saat-saat paling menyenangkan adalah ketika menuju ke kantor di dalam mobil. Saya bisa merasakan urapan dan jamahanNya selama perjalanan dari rumah ke gereja. Kamar kita adalah ruang doa kita. Kita harus punya ruang privacy bersama Tuhan. Ruang privacy tidak melulu bicara tentang kamar (atau tempat) tetapi menyangkut waktu atau saat-saat berhubungan denganNya. Ada titik dimana saya sedang berada ditengah komunitas, saya merasa Dia sedang memberi sinyal untuk terhubung denganNya, maka saya akan langsung menyambut uluran tanganNya saat itu juga. Saya pergi menyingkir dan intim dengan Dia. Itu saat-saat yang indah dimana Dia sedang meminta sesuatu yang pribadi dengan kita. Jadi hal ini tidak berbicara tentang elevasi waktu belaka! Tetapi kualitas perjumpaan. Sama seperti Ester berjumpa dengan Raja, yang hanya berlangsung beberapa menit. Tetapi perjumpaan yang sesaat itu, mampu membuat hati raja terikat kepadanya. Itulah kualitas perjumpaan yang selalu menjadi kerinduan saya di dalam terhubungan dengan Tuhan baik saat memuji, menyembah, berdoa atau membaca firmanNya. Terlebih saat melakukan sejumlah aktifitas lainnya. Amen

RENCANA PROGRAM PELAYANAN DAN KEGIATAN JEMAAT GKPI JEMAAT KHUSUS PERUMNAS HELVETIA TAHUN 2016






https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/hphotos-xtp1/v/t1.0-9/11873525_10203225945608294_8721880659391495298_n.jpg?oh=124de93c051e34e86d4373564c786edb&oe=56528C88

















PENDAHULUAN
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, Bapa Gereja dan Bapa orang percaya atas segala berkat dan kasih karunia-Nya yang berkelimpahan dalam hidup kita. Khususnya pada hari ini kita dalam keadaan sehat dan dapat berkumpul di gereja ini untuk melaksanakan “Sidang majelis Jemaat”
Pengurus Harian Jemaat (PHJ) GKPI Jemaat Khusus Perumnas Helvetia mengucapakan selamat datang dan terimakasih atas kehadiran kita semua. Tuhan Yesus Bapa Gereja pasti akan memperhitungkan  setiap pelayanan kita.
Sesuai dengan Peraturan Rumah Tangga (PRT) GKPI pasal 7 tahun 2103 bahwa Sidang Majelis Jemaat dilaksanakan untuk mengevaluasi dan membahas “Program dan Kegiatan Jemaat”
Sehugungan dengan hal tersebut maka gereja kita melaksanakan Sidang Majelis Jemaat untuk membahas “Rencana Pelayanan dan Kegiatan Jemaat” tahun 2016.  Hasil pembahasan sidang majelis ini akan disampaikan dan kita usulkan pada “Sidang Umum Jemaat” untuk  disahkan sebagai pedoman pelaksanaan program dan kegiatan pelayanan di GKPI Jemaat Khusus Perumnas Helvetia. 
Untuk itu, izinkanlah kami untuk menyampaikan dan memaparkan “Rencana Program dan Kegiatan Jemaat” tahun 2106 sesuai dengan usulan yang kami rampung dari Pengurus Harian Jemaat dan seluruh Seksi-Seksi yang ada di Jemaat ini.Dan kami sangat mengharapkan segala masukan dan saran dari peserta sidang untuk perbaikan.
Dengan sepenuh hati kami mohon maaf kepada seluruh perserta sidang atas kesalahan dan kekurangan penulisan serta panyampain kami pada Sidang Majelis ini. Tuhan Yesus Kristus, Raja gereja yang memberikan hikmad bijaksana kepada kita semua sehingga “Sidang Majelis Jemaat” yang kita laksanakan dapat menghasilkan dan menetapkan “Rencana Program Pelayanan dan Kegiatan” tahun 2016.
Salom..

--- SELAMAT  BERSIDANG ---




RENCANA PROGRAM
PELAYANAN DAN KEGIATAN JEMAAT
GKPI JEMAAT KHUSUS PERUMNAS HELVETIA
TAHUN 2016
I. BIDANG APOSTOLAT (PEKABARAN INJIL)
    1. IBADAH / KEBAKTIAN MINGGU :
Ibadah / Kebaktian Minggu pada tahun 2016 masih sama dengan tahun 2015, yaitu ; Ibadah Sekolah Minggu, Ibadah Minggu Pagi dan Ibadah Minggu Siang.
1.1. Ibadah Sekolah Minggu
a.  Ibadah Sekolah Minggu dilaksanakan setiap hari Minggu dan dimulai  pukul 7.30 s/d 08.45 WIB yang dilayani oleh guru-guru Sekolah Minggu dan Vikar.
b.   Ibadah Sekolah Minggu dilayani oleh 8 orang Guru Sekolah Minggu dan setiap Ibadah Sekolah Minggu dilaksanakan pengelompokan sesuai dengan  tingkatan umur.
c.   Ibadah Sekolah Minggu dibuka oleh Guru Sekolah Minggu dan ditutup oleh Penatua dan Pendeta.
d.  Bahan Renungan/Kotbah berdasarkan Buku Panduan yang dikeluarkan oleh Kantor Sinode GKPI.
1.2. Ibadah Minggu Pagi (Tata Ibadah Bahasa Indonesia)
a. Ibadah Minggu pagi dilaksanakan setiap hari Minggu dimulai pukul 08.50 WIB s/d pukul 10.15 WIB
b. Lagu Pujian dalam Tata Ibadah diambil dari Buku Kidung Jemaat (KJ), Buku Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), Buku Nyanyian Kidung Baru (NKB) dan lagu rohani lainya yang sesuai dengan tema Ibadah Minggu.
c. Setiap Minggu I, Tata Ibadah didahului dengan menyanyikan Hymne GKPI “Yesus Tuhanku”.
d.           Setiap Minggu IV, Tata Ibadah didahuli dengan menyanyikan “Mars GKPI”.
e. Pelayan Firman / Pengkotbah :
    - Yang melayani Firman Tuhan/Kotbah adalah Pendeta GKPI Jemaat Khusus Perumnas Helvetia 3 (tiga) kali dalam sebulan dan Pendeta dari luar lingkup PGI 1 (satu) kali dalam sebulan.
-  Pada Minggu V   yang melayani Firman Tuhan/Pengkotbah adalah Pndeta dari Luar lingkup GKPI ataupun Pendeta GKPI Jemaat Khusus Perumnas Helvetia.
-  Petugas Pengumpul Persembahan adalah Penatua dan pemuda-Pemudi setiap Minggu II dan Minggu IV .
-  Singer/Songleader adalah dari kalangan seksi pemuda-pemudi (PP).
1.3. Ibadah Minggu Siang (Tata Ibadah Bahasa Batak Toba)
a. Ibadah Minggu Siang dilaksanakan setiap hari Minggu dimulai pukul 11.30 WIB s/d selesai.
b. Lagu Pujian dalam Tata Ibadah diambil dari Buku Ende sesuai dengan Almanak GKPI.
c. Setiap Minggu I, Tata Ibadah didahului dengan menyanyikan Hymne GKPI “JESUS TUHANKU DI HO MA AU ON”.
d.           Setiap Minggu IV, Tata Ibadah didahuli dengan menyanyikan “Mars GKPI”.
e. Pelayan Firman / Pengkotbah :
    - Yang melayani Firman Tuhan/Kotbah adalah Pendeta GKPI Jemaat Khusus Perumnas Helvetia 3 (tiga) kali dalam sebulan dan Pendeta dari luar lingkup PGI 1 (satu) kali dalam sebulan.
-  Pada Minggu V   yang melayani Firman Tuhan/Pengkotbah adalah Pendeta dari Luar lingkup GKPI ataupun Pendeta GKPI Jemaat Khusus Perumnas Helvetia.
f. Petugas Pengumpul Persembahan adalah :
    - Penatua
    - Seksi Perempuan setiap Minggu I.
    - Seksi Pria setiap Minggu III             
               g. Singer/Songleader adalah :
              - Penatua
    - Seksi Perempuan setiap Minggu I.
                   - Seksi Pria setiap Minggu III   

    2. IBADAH / KEBAKTIAN KATEGORIAL :
        Yaitu Ibadah/Kebaktian yang dilaksanakan oleh masing-masing seksi dan  perkumpulan Koor yang ada di gereja ini, antara lain :
        2.1. Kebaktian Sekolah Minggu
        - Kebaktian Sekolah Minggu dilaksanakan dalam bentuk Pendalaman Alkitab (PA) yang dilayani oleh Guru-Guru Sekolah Minggu dan Vicar.
        -  Tempat kebaktian bergantian di rumah anggota jemaat orangtua dari anak Sekolah Minggu.


        2.2. Kebaktian Remaja
        - Kebaktian Remaja dilaksanakan sekali dalam ...... yang dilayani oleh Pendeta, Vicar dan Penatua.
        -  Tempat kebaktian bergantian di rumah anggota.
        -  Tata Ibadah adalah Bahasa Indonesia.
        2.3. Kebaktian Pemuda-Pemudi (PP)
        -  Kebaktian Pemuda-Pemudi (PP) dilaksanakan sekali dalam sebulan setiap Minggu I di rumah anggota atau di gereja yang dilayani oleh Pendeta, Vicar dan Penatua.
        -  Tata Ibadah adalah Bahasa Indonesia.
        2.4. Kebaktian Seksi Perempuan
        - Kebaktian Seksi Perempuan dilaksanakan sekali dalam sebulan setiap hari Kamis Minggu I di gereja yang dilayani oleh Pendeta dan Vicar.
        -  Tata Ibadah adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Batak Toba.
        2.5. Kebaktian Ina Par Ari Kamis
        -  Kebaktian Ina Par Ari Kamis dilaksanakan setiap hari Kamis bertempat di gereja yang dilayani oleh Pendeta, Vicar dan Penatua Perempuan.
        -  Tata Ibadah adalah Bahasa Indonesia.
        -  Setelah selesai Kebaktian dilanjutkan dengan latihan Koor
        2.6. Kebaktian Ina Naomi
         - Kebaktian Ina Naomi dilaksanakan sekali dalam sebulan setiap hari Sabtu Minggu terakhir bertempat di gereja yang dilayani oleh Pendeta, Vicar dan Penatua Perempuan. Kebaktian dimulai pukul 17.00 WIB.
        -  Tata Ibadah adalah Bahasa Batak Toba.
               -  Latihan Koor dilaksanakan setiap Hari Sabtu pukul 17.00 WIB untuk dinyanyikan pada Ibadah Minggu dan pelayanan lainnya.
        2.7. Kebaktian Ibu Theresia
        -  Kebaktian Ibu Theresia dilaksanakan setiap hari Jumat bertempat di gereja yang dilayani oleh Pendeta, Vicar dan Penatua Perempuan. Kebaktian dimulai pukul 17.00 WIB.
        -  Tata Ibadah adalah Bahasa Batak Toba.
               -  Latihan Koor dilaksanakan setiap Hari Sabtu pukul 17.00 WIB untuk dinyanyikan pada Ibadah Minggu dan pelayanan lainnya.

        2.8. Kebaktian Lansia
        2.9. Kebaktian Malam di weyk
    3. PELAYANAN SAKRAMEN
        3.1. Perjamuan Kudus
                   - Perayaan Jumat Agung
                   - Peneguhan Sidi
                   - Perayaan Natal I
                   - Atas permintaan Jemaat
        3.2. Baptisan Kudus
                   - Minggu,  Juni 2016
                   - Natal II,
                   - Atas Permintaan Anggota
        3.3. Peneguhan Sidi
                   - Peneguhan Sidi TA. 2015/2016
                   - Ajaran Baru Belajar Sidi TA. 2016/2017, dimualai
- Pemberian/Cenderamata Alkitab Kepada Pelajar Sidi Pada Saat Peneguhan Sidi 
II. BIDANG PASTORAT (PENGGEMBALAAN)
1. SEKSI KEROHANIAN
1.1. ---
1.2. –
2. SEKSI PEKABARAN INJIL
    2.1. ---
    2.2. ----
3. SEKSI SEKOLAH MINGGU SEKSI PEMUDA-PEMUDI (PP)
    3.1. ---
    3.2. ----
4. SEKSI PEREMPUAN
    4.1. ---
    4.2. ----
5. SEKSI PRIA
    5.1. ---
    5.2. ----
6. SEKSI PRIA
    5.1. ---
    5.2. ----

III. BIDANG DIAKONI (PELAYANAN/MELAYANI)   
          1. SEKSI DIAKONI
IV. RENCANA PROGRAM/KEGIATAN YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN
      1. PEMBACAAN / PENEGASAN WARTA JEMAAT
Sesuai dengan kritik dan saran beberapa anggota jemaat dan juga melihat/ mengamati pelaksanaan Tata Ibadah di beberapa GKPI khususnya tentang Warta Jemaat, maka Pengurus Harian Jemaat (PHJ) mengusulkan agar warta jemaat khususnya “Berita Umum” mengenai Pelayanan dan Pelaksanaan Kegiatan tidak lagi dibacakan.  Namun untuk beberapa hal warta jemaat yang perlu penegasan untuk mengingatkan dapat dibacakan oleh petugas warta jemaat. Warta jemaat yang perlu penegasan akan dibicarakan/ditentukan pada sermon Penatua dan Pelayan.  
      2. BIAYA PEMAKAIAN  AC
Pengadaan AC Gereja GKPI Jemaat Khusus Perumnas Helvetia dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2015 dan sudah dipergunakan selama 18 bulan sampai dengan saat ini. Melihat biaya pemeliharaan AC (Beban Listrik, Servis dan Kerusakan) sangat besar maka diusulkan agar pemakaian AC untuk kegiatan-kegiatan tertentu seperti :
-      Ibadah Perjanjian Pra Nikah
-      Ibadah Pernikahan
-      Perayaan Natal
-      Dan lai-lain
bagi  anggota jemaat GKPI Jemaat Khusus Perumnas Helvetia ataupun jemaat dari luar yang memakai gereja agar dibebankan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 300.000.- (Tiga Ratus Ribu Rupiah).   
      3. PENGADAAN RAK BUKU
Untuk menata seluruh arsip gereja maka sangat dibutuhkan lemari arsip berupa Rak Buku.  Sedangkan lemari yang ada dapat dipergunakan untuk penyimpanan arsip kumpulan Koor dan Sekolah Minggu, Pemuda-Pemudi.
Rak Buku tersebut akan ditempatkan di ruang komputer / Kantor Gereja.

      4. TRANSPORT PENATUA
Untuk tahun 2016 diusulkan pemberian transport kepada Penatua yang melayani Kebaktian Pemuda-Pemudi (PP), Remaja dan Sekolah Minggu. Uang transport ini sama besarnya dengan uang transport Penatua yang melayani di Kebaktian Malam di weyk yaitu sebesar Rp. 50.000.-
      5. INVENTARISASI HARTA BENDA GEREJA
Inventarisasi / pendataan ulang segala harta benda milik GKPI Jemaat Khusus Perumnas Helvetia supaya dapat dilaksanakan pada tahun 2016.  Waktu pelaksanaan agar ditetapkan oleh Sidang Majelis Jemaat ini khususnya seksi Sarana Prasarana.
Inventarisasi harta benda gereja dilaksanakan oleh Seksi Sarana/Prasarana bersama dengan PHJ.  Untuk memudahkan pelaksanaan Inventarisasi tersebut, Seksi Sarana Prasana disarankan agar dapat membentuk tim.
      6. PENAMBAHAN PENATUA
Untuk meningkatkan Pelayanan kepada Jemaat maka perlu penambahan Penatua khususnya di :
-  Weyk 5 (Lima) ; Pentua hanya 1 (satu) orang yaitu Pnt. Drs. T. Parhusip.
-  Weyk Sukadono; Penatua 2 (dua) orang  yaitu Pnt. W.L. Tampubolon dan Pnt. D. Sinaga. Namun demikian Pnt. W.L. Tampubolon tidak dapat melayani karena kesehatan.
    “Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penjaringan Calon Penatua di weyk tersebut”.
      7. PENAMBAHAN GURU SEKOLAH MINGGU
Untuk meningkatkan Pelayanan kepada anak-anak Sekolah Minggu maka perlu penambahan Guru Sekolah Minggu tahun 2016. Penambahan guru Sekolah Minggu berdasarkan kebutuhan pelayanan setiap minggunya yaitu  :
-  2 (dua) melayani kelas....
-  2 (dua) orang melayani
-  2 (dua) melayani kelas....
-  2 (dua) orang sebagai Song 
        8. PEMBERIAN ALMANAK
        9. PEMBERIAN SUARA GKPI
        10. PENAMBAHAN SPEAKER
          11. PENAMBAHAN MANEJEMENT SOUND
          12. SIDANG UMUM JEMAAT
          13. SOUND SYSTEM LAMA
          14. PANITIA NATAL
          15. SIDANG UMUM JEMAAT

16. PEMBERIAN KALENDER

Khotbah Minggu 29 Nopember 2015 Yeremia 33:14-16 Tema : ”Tuhan Menepati Janji-Nya”


Dalam Kitab Yeremia ini, Allah menyampaikan Firman melalui Nabi Yeremia yang   menubuatkan kedatangan Mesias dari keturunan Daud. Kedatangan Mesias senantiasa dinantikan dan diharapkan oleh umat Tuhan pada saat itu, karena dalam pemikiran mereka yang ketika itu berada dibawah kekuasaan Pemerintah Babel. Secara politik Mesias adalah pahlawan yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Babel .Band Yer 29:10-14
Hari ini,  kita mulai memasuki masa adven. Adven berasal dari bahasa latin “adventus”, yang berarti kedatangan, dan dalam konteks kekristenan adven berarti kedatangan Tuhan. Dalam hal ini, kita menantikan/merayakan kedatangan Tuhan Yesus yang telah lahir di bumi ini sekaligus menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali. Dalam penantian itu kita mempersiapkan diri seutuhnya, merenungkan bagaimana kita telah diselamatkan oleh kasih Tuhan, dan bagaimana kita menjalani kehidupan kita di dunia ini. Untuk menolong kita melakukan perenungan itu, maka setiap minggu adven dilakukan penyalaan lilin, dan hari ini adalah lilin pertama.
 Lilin pertama ini disebut sebagai Lilin Pengharapan/Lilin Nubuat/Lilin Nabi (Minggu Pengharapan). Lilin Pengharapan ini mau menyatakan bahwa kedatangan Tuhan Yesus, atau yang pada zaman perjanjian lama lebih dikenal dengan sebutan Mesias, telah dinubuatkan oleh para nabi. Salah satu nabi yang menubuatkan kedatangan Mesias itu adalah nabi Yeremia. 
Ini adalah suatu janji pengharapan bagi Yeremia sendiri, dan bagi bangsa Israel, terutama bangsa Yehuda, yang pada waktu itu sedang berada dalam situasi terpuruk, baik dalam aspek ekonomi, hukum, sosial-budaya, fisik, psikis, mental bahkan spiritual. Keterpurukan ini disebabkan oleh ketidak pedulian bangsa itu, terutama para pemimpinnya pada upaya perbaikan kehidupan bangsa dalam berbagai aspek tadi. Mereka tidak peduli pada keadilan dan kebenaran, bahkan tidak peduli pada teguran yang sering disampaikan oleh nabi Yeremia sendiri. Sementara itu bangsa-bangsa lain di sekitar mereka datang menyerbu dan menguasai Yehuda. Jadi, bangsa Yehuda pada zaman itu benar-benar bobrok, kesuraman menguasai mereka, dan ancaman menghampiri mereka dari segala penjuru. Kita bisa membayangkan bagaimana keadaan orang-orang yang hidup pada zaman itu. Dalam situasi seperti itulah Tuhan melalui nabi-Nya Yeremia menjanjikan suatu harapan, yaitu kehidupan masa depan yang jauh lebih baik, dan itu terjadi ketika Allah sendiri datang memulihkan bangsa-Nya. Allah tahu bahwa bangsa Yehuda membutuhkan pemulihan, dan pemulihan itu hanya dimungkinkan jika Allah sendiri yang mengerjakannya.
TUHAN dalam pemberitaan Yeremia ini menegaskan bahwa Ia pasti menepati janji-Nya. Apa saja janji yang hendak ditepati-Nya itu? Pemulihan apa saja yang hendak dilakukan-Nya?
-          Menumbuhkan Tunas keadilan bagi Daud Ã  kepemimpinan bangsa Yehuda yang selama ini sangat jauh dari prinsip-prinsip keadilan akan segera dipulihkan oleh Tuhan, dan itu berasal dari keturunan raja Daud.
-          Melaksanakan keadilan dan kebenaran di negeri (Yehuda) Ã  apa yang dirindukan oleh rakyat selama ini, yaitu keadilan dan kebenaran, akan dilaksanakan oleh Allah sendiri melalui pemimpin yang ditumbuhkan-Nya itu.
-          Membebaskan Yehuda Ã  pembebasan dari penindasan para penguasa yang lalim, dari penindasan bangsa lain, dan dari keterpurukan.
-          Memberikan kehidupan yang tenteram bagi Yerusalem Ã  tidak ada lagi ancaman, tidak ada lagi intimidasi, tidak ada lagi kekuatiran, tidak ada lagi kegelisahan, tidak ada lagi keputusasaan; sebaliknya yang adalah rasa aman, rasa nyaman, feel at home, dan rasa damai.
Atas dasar itulah kemudian kaum Israel dan Yehuda akan dipanggil “TUHAN keadilan kita”.
Kita tentunya sudah pernah mengalami masa-masa sulit: dalam keluarga, dalam studi, dalam persahabatan, bahkan dalam kehidupan bergereja. Dalam kondisi yang sulit, dalam keadaan terjepit, secara manusiawi apa pun bisa dilakukan; percaya atau tidak, banyak orang yang berperilaku aneh akhir-akhir ini untuk menutupi suasana hatinya yang gundah-gulana, banyak orang yang pura-pura gila atau sakit ketika masalah terasa begitu berat membebani, banyak juga yang benaran gila ketika masalah datang silih berganti dan akhirnya membuatnya stres/depresi. Banyak remaja/pemuda yang bunuh diri karena broken-heart, banyak anak yang tidak terurus karena broken-home, banyak yang tidak fokus belajar lagi karena SMS-nya tidak dibalas oleh si-dia atau pesan FB-nya tidak ditanggapi, atau mungkin karena uang belanja yang belum dikirim oleh orangtua.
 Pada saat-saat pencobaan, pada saat-saat adanya tekanan, kita biasanya merindukan terjadinya hal-hal yang dahsyat atau pun mukjizat. Dalam situasi yang terjepit, kita kemungkinan mau melakukan apa pun, bahkan sekalipun hal itu salah. Dalam keadaan darurat, segala kemungkinan bisa saja kita lakukan, sekalipun mungkin membahayakan diri kita sendiri. Ketika kita diperhadapkan pada situasi yang sulit, bukan tidak mungkin kita bisa kehilangan pegangan dan harapan. Dalam situasi dan kondisi penyakit yang tidak menentu, kita bisa saja “kecewa” dengan Tuhan, dan mungkin berkata: “apa lagi Tuhan yang Engkau inginkan dariku? Katanya Engkau adalah Allah yang dahsyat, sumber mukjizat, tapi mana ….???”. Bukan tidak mungkin kita bisa saja alergi dengan hal-hal yang rohani! Di bawah tekanan, di bawah ancaman, di dalam kesulitan, di dalam penderitaan, di dalam kesesakan, di dalam kekecewaan (patah hati), di dalam kebingungan, dan dalam situasi yang tidak menentu, kita bisa saja menghalalkan segala cara, berbohong, pura-pura gila, tidak mau makan, berontak, pesimis, bahkan menghujat Tuhan pun bisa saja terjadi. Sdra/i, orang yang hidup tanpa pengharapan sesungguhnya sudah tidak memiliki hidup. Mereka yang sudah tidak punya pengharapan adalah mereka yang hidup dalam kehampaan, tidak mempunyai tujuan hidup, tidak memiliki semangat hidup, serta melihat hidup ini sebagai sesuatu yang membebani dan tidak berguna
Namun, pada hari ini kita disemangati oleh Firman Tuhan, bahwa seburuk dan separah apapun kondisi dan situasi kita saat ini, Tuhan pasti mampu berkarya, Dia mampu memulihkan kita. Itulah pengharapan kita, dan kita percaya bahwa Tuhan pasti menepati janji-Nya itu. Pengharapan Kristen adalah sebuah pengharapan yang diletakkan kepada Tuhan, bahkan walaupun segala sesuatunya sudah nampak mustahil bagi manusia.
 Oleh sebab itu, pengharapan kita hanya ditujukan kepada Allah saja. Segala sesuatu yang kita miliki saat ini tidak dapat menjanjikan pengharapan yang kekal bagi kita. Pekerjaan atau jabatan apapun memang sangat penting, namun tidak dapat menjanjikan kedamaian dan ketenteraman bagi kita, bahkan seringkali pekerjaan atau jabatan itu menjadi masalah ketika kita menyalahgunakannya. Institusi pemerintah dan swasta, termasuk institusi pendidikan dan penegak hukum, juga tidak dapat memberi kita pengharapan yang sempurna dalam hal penegakkan kebenaran dan keadilan, bahkan seringkali institusi itu menjadi sumber ketidakbenaran dan ketidakadilan. Keluarga, teman-teman, rekan kerja, demikian juga kepandaian bahkan uang, tidak dapat menjanjikan sesuatu yang pasti bagi kita. Oleh sebab itu kita tidak dapat menaruh pengharapan kita sepenuhnya di atas semuanya itu. Tetapi Tuhan itu setia terhadap janji-Nya dan Dia berkuasa melaksanakan janji-Nya. 
Menantikan kedatangan Tuhan berarti menanti janji-Nya; menanti janji-Nya berarti hidup dalam pengharapan, atau seperti judul salah satu buku: “bergumul dalam pengharapan” (struggling in hope). Dan pengharapan kita ialah bahwa Tuhan akan melaksanakan kebenaran dan keadilan di negara kita ini.
Walaupun saudara memiliki teman yang bisa membantu, atau kepandaian ataupun uang yang banyak, janganlah menaruh pengharapanmu kepada semua itu. Teman tidak selamanya bersedia membantu, demikian juga kepandaian bukan jaminan kita akan berhasil, uang yang banyak juga bisa habis. Tetapi Tuhan itu setia terhadap janjiNya dan Dia berkuasa melaksanakan janjiNya.
Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia Heb 10:23
Dia adalah sumber Pengharapan, seperti yanag dikatakan oleh Paulus dalam Rom 15:13 Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.
Apa itu pengharapan? Harapan adalah sebuah visi untuk untuk hari depan yang lebih baik, yang merubah kita pada hari ini. Jadi saya mengharapkan sesuatu perubahan yang lebih baik untuk hari depan saya, namun harapan tersebut tidaklah abstrak. Harapan itu merubahkan diri saya sekarang ini. Misalnya, saya berharap dapat A untuk sebagian besar mata kuliah yang saya ikuti. Nah…harapan ini akan memotivasi diri saya untuk belajar keras sekarang ini. Saya mesti belajar sungguh-sungguh. Saya akan mengurangi waktu untuk facebook, waktu untuk main game , mengurangi waktu untuk jalan-jalan di Mall, bahkan waktu untuk tidur. Jika saya berharap, pekerjaan saya lebih maju dan lebih berhasil, maka harapan itu akan mengubah diri saya sekarang ini. Saya akan bekerja keras. Amen. RHLT
Dari Berbagai Sumber


Jumat, 20 November 2015

"ARTI PERJAMUAN KUDUS" I KORINTUS 11:17-34

 "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" PENDAHULUAN Apa makna Perjamuan Kudus? Perjamuan kudus adalah sebuah peristiwa di mana kita mengingat kembali peristiwa pengurbanan Yesus yang mencurahkan tubuh dan darahNya untuk penebusan dosa manusia.  Namun pada masa kini, perjamuan kudus seringkali hanya dijadikan sebuah ritual semata.  Ada yang menjadikannya hanya sebagai rutinitas dalam tahun liturgi, beberapa gereja bahkan menjadikannya sebagai ritual untuk mendatangkan mukjizat kesembuhan.  Pemahaman ini sudah bergeser dari makna sesungguhnya sebuah perjamuan kudus diadakan. Untuk itu kita perlu memahami makna perjamuan dalam budaya Israel dan bangsa sekitarnya pada saat itu PERJAMUAN SAMA DENGAN MAKAN Salah satu isu teologis yang seringkali dimunculkan di dalam surat- surat Paulus adalah mengenai makanan.  Makanan bukan hanya masalah pangan saja, namun juga mencakup permasalahan agama, budaya, dan status sosial seseorang. Paulus membahas permasalahan makanan di dalam surat-suratnya karena seringkali permasalahan ini menjadi pertikaian ataupun perselisihan antar-anggota jemaat.  Ini dapat kita lihat di jemaat Korintus antara kaum kaya dengan kaum miskin.  Di sinilah Paulus hendak memberikan makna baru dalam masalah perjamuan makan ini. Tradisi Makanan dalam Bangsa Israel Di dalam Yudaisme, ada dua sumber utama yang menjadi acuan peraturan tentang makanan Hukum Deuteronomi (Imamat 11; Ul 14:3-21) Tradisi Lisan Hukum makanan dalam Yudaisme mengatur apa yang boleh dimakan dan dengan siapa kita boleh memakannya.  Orang Farisi adalah salah satu contoh kaum yang begitu ketat dalam melakukan peraturan ini.  Oleh karena itu, sangat wajar mereka mengritik Yesus yang makan bersama pemungut cukai dan orang berdosa.  Selain itu, orang Yahudi yang saleh menghindari hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang non-Yahudi dengan beranggapan bahwa orang-orang non-yahudi itu tidak bersih.  Kita dapat ambil contoh cerita dari Daniel, Tobit, dan Yudit.  Orang Yahudi menyambut orang-orang non-Yahudi yang tertarik untuk mengikuti agama mereka, namun mereka tetap menghindari untuk makan dengan orang-orang non-Yahudi.  Sikap-sikap negatif tentang perjamuan makan dalam bangsa Yahudi bukan masalah rasa nasionalisme yang berlebihan melainkan ungkapan religius dan keyakinan sosial akan kesadaran mereka sebgai bangsa pilihan Allah. Tradisi Makanan dalam Bangsa Yunani-Romawi Ada dua jenis acara makan keagamaan yang dikenal  Acara makan khusus yang diselenggarakan di rumah, pada acara makan ini ritus keagamaan diikutsertakan.  Secangkir anggur khusus dipersembahkan kepada dewa Zeus.  Acara makan umum.  Motivasi utama dalam ritus keagamaan ini adalah gagasan pesta.  Acara makan ini tidak diwarnai dalam keheningan tapi kegembiraan. Kultus makanan dalam agama Yunani bermakna sosial.  Makanan bukan bermakna sakramental dan komunal dengan dewa-dewa.  Makanan dianggap sebagai kesempatan bagi para umat untuk menikmati persahabatan, makanan, dan hiburan.  Titik berat dari acara makan umum ini adalah persahabatan dan kegembiraan.  Oleh karena itu tidak heran jemaat Korintus pun sering mengadakan acara makan umum untuk menjalin persahabatan di tengah masyarakat Perjamuan Makan di Korintus Di dalam I Korintus 11:26-30  “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal.”  Ayat ini menggambarkan sebuah perjamuan kudus yang tampaknya mengerikan.  Ketidaklayakan kita dapat mengakibatkan sebuah hukuman pada kita. Jika memang semua manusia yang berdosa tidak boleh mengikuti Perjamuan Kudus, maka tidak ada satu manusiapun yang dapat mengikutinya. Perjamuan Kudus adalah sebuah ritual anugerah yang luar biasa, saat Allah berkenan untuk mengundang kita hadiri dalam meja perjamuannya untuk menerima keselamatan.  Ayat 26-30 bukanlah berhubungan dengan aspek vertikal antara Allah dengan manusia, melainkan lebih ditekankan ke arah horizontal.  Di sini terjadi pertikaian antara si “kaya” dan si “miskin” di mana pihak si kaya datang terlebih dahulu dan menghabiskan makanan dalam sebuah meja perjamuan. Inilah yang dipertanyakan oleh Paulus kepada mereka “apakah kamu tidak mempunyai rumah untuk makan dan minum?”  ini memberikan kita pengertian bahwa si kaya datang membawa makanannya sendiri dan memakannya sendiri tanpa berbagi kepada si miskin. Mengapa jemaat Korintus melakukan hal tersebut? Ini dikarenakan mereka masih terpengaruh dengan kebudayaan lama mereka.  Rumah di Romawi mempunyai dua ruangan yaitu triclinium (ruangan makan) dan atrium (beranda).  Mereka yang mempunyai status sosial tinggi, kalangan atas menempati ruangan triclinium yang telah dihidangkan berbagai makanan sedangkan kalangan bawah menempati atrium yang kurang menyenangkan dan hanya dapat memperhatikan kalangan atas menyantap makanan. Inilah yang dikritik oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus.  Bagi Paulus, Perjamuan Kudus harus memiliki ungkapan persamaan dan kesatuan yang khusus dalam tubuh Kristus.  Paulus di sini hendak meningkatkan rasa solidaritas anggota jemaat dengan menasihati mereka agar memulai dan mengakhiri bersama.  Mereka harus menunggu satu sama lain (1 Kor 11:33). Ini berarti kalangan atas harus menyambut tamu yang miskin dan memberlakukan mereka dengan penuh keramahan, kemurahan, dan kebaikan sehingga tidak ada satu pihak pun yang merasa tersinggung atau terluka perasaannya.  Di dalam meja Perjamuan Tuhan, semua manusia diundang untuk mendapatkan anugerah keselamatan.  Oleh karena itu, makna perjamuan kudus mempunyai aspek diakonat (pelayanan terhadap sesama) dan mengingatkan kita bahwa masih ada orang yang menderita yang berada di bawah tekanan kemiskinan, mengalami ketidakadilan, dan tersingkirkan. Perjamuan Kudus bukan hanya sekedar mengingat pengurbanan Kristus, namun memiliki aspek sosialnya yaitu mau berbagi kepada sesamanya tanpa memandang status dan golongan.


"GEREJA DAN DIAKONIA"


 I.      Pendahuluan

Salah satu dari tri tugas gereja adalah diakonia (selebihnya marturia dankoinonia). Secara singkat, diakonia dapat berarti melayani. Tentu tidaklah sulit bagi orang Kristen menemukan atau mendengar kata melayani atau pelayanan. Tanya saja kepada pendeta yang akan bertugas berkhotbah pada hari Minggu – kalau tidak salah – beliau akan menjawab “pelayanan”. Atau kepada mahasiswa teologi yang diberikan tugas pada kebaktian kampus-kalau tidak salah juga-baliau akan menjawab “melayani”.
Namun perlu dipahami bahwa bergereja dan berdiakonia bukanlah semudah yang terucapkan dengan kata-kata. Lebih dari itu, bergereja dan berdiakonia memiliki makna yang dalam dan cukup menantang untuk dilakukan orang-orang Kristen. Dalam perspektif Perjanjian Baru, diakonia mendapat posisi penting sampai-sampai orang yang melaksanakan diakonia tersebut pun harus dipilih dan tugasnya pun diberikan khusus. Selain itu, masalah yang timbul juga adalah, mengapa ada beberapa Gereja yang tidak mempunyai diaken untuk mengerjakan tugas diakonia Gereja itu sendiri atau tugas itu dilimpahkan kepada para Penatua atau pendeta sendiri. Syarat-syarat untuk menjadi diaken (orang yang mengerjakan diakonia/ pelaku diakonia) harus ditetapkan (lih. Kis. 6:1-7). Berikut ini kami akan paparkan apakah diakonia itu serta keberadaannya dalam gereja sampai saat ini.
2.1.   Pengertian Gereja
Untuk pembahasan kali ini, kami tidak terlalu mendalam untuk membahas kembali tentang arti Gereja itu sendiri karena memang pada seminar sebelumnya sudah ada pembahasan tentang Gereja. Kami cenderung memaknai istilah gereja (disamping banyaknya istilah lalin untuk gereja) dengan ekklesia yang berarti sidang, perkumpulan, perhimpunan, paguyuban pada umumnya (seperti di kampong, di kota atau negara). Kata ini juga yang kemudian dipakai gereja untuk menamai kelompok orang yang percaya kepada Kristus setelah peristiwa salib dan kebangkitan Yesus Kristus. Gereja yang adalah kumpulan orang percaya juga merupakan tubuh Kristus sehingga Gereja yang sebagai tubuh Kristus dan Kristus sebagai Kepalanya maka Gereja harus melakukan apa yang dilakukan oleh Sang Kepala Gereja juga yaitu melakukan diakonia. Gereja yang merupakan perkumpulan inilah yang menjadi sumber dan tempat terjadinya diakonia karena dalam perkembangannya diakonia bukan hanya tugas beberapa orang tertahbis saja, tapi juga tugas gereja secara keseseluruhan
2.2.   Pengertian Diakonia dalam Alkitab
Secara harafiah, kata diakonia berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Dalam bahasa Ibrani pertolongan, penolong, ezer dalam Kej. 2:18, 20; Mzm. 121:1. Diakonia dalam bahasa Ibrani disebut syeret yang artinya melayani. Dan dalam terjemahan bahasa Yunani, kata diakonia disebutkan diakonia(pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan).
Istilah diakonia sebenarnya, sudah terlihat sejak dari Perjanjian lama. Dalam Kitab Kejadian jelas dikatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (Ex Nihilo) dan semua yang diciptakan Allah sungguh amat baik (Kej. 1:10-31). Allah juga membuktikan pemeliharaan-Nya secara khusus ditujukan kepada manusia yaitu sebagai pelayanan. Manusia sebagai wakil Allah untuk melayani-Nya dalam mengurus bumi dan isinya. Inilah panggilan pertama bagi manusia untuk melayani dan sebagai manusia ciptaan Tuhan, seharusnya ia melayani. Pelayanan Allah bagi dunia terfokus kepada bangsa Israel sebagai karya penyelamatan-Nya. Dalam keluhan bangsa-Nya, Allah juga mendengarkan seruan mereka, Allah memperdulikan orang Israel dan menyatakan keselamatan serta penebusan. Pembebasan ini bertujuan supaya bangsa yang sudah dibebaskan melayani Allah dalam kebebasannya dan menjawab kasih-Nya dengan belas kasih.
Dalam Perjanjian Baru, di samping kata-kata ini terdapat 5 kata lain untuk melayani, masing-masing dengan nuansa dan arti tersendiri, yang dalam terjemahan-terjemahan Alkitab kita pada umumnya diterjemahkan dengan kata melayani yaitu:
  Douleuein, yaitu melayani sebagai budak. Kata ini terutama menunjukkan arti ketergantungan dari orang yang melayani. Orang Yunani sangat tidak menyukai kata ini. Orang baru menjadi manusia jika ia dalam keadaan bebas. Perjanjian Baru, mula-mula memakai kata ini dalam arti biasa sesuai dengan keadaan masyarakat pada masa itu. Di smaping itu, kata ini juga mendapat arti religius. Orang Kristen adalah budak Tuhan Allah atau hamba Kristus Yesus (Rom. 1:1). Itu sesungguhnya merupakan suatu gelar kehormatan. Seorang Kristen tidak melakukan keinginan dan rencananya sendiri, tetapi keinginan dan rencana Tuhan Yesus yang telah melepaskannya dari belenggu dosa dan dengan demikian sudah membebaskannya.
 Leitreuein, yaitu melayani untuk uang. Kata bendanya latreia(pelayanan yang diupah) juga dipakai dalam pemujaan dewa-dewa. Dalam terjemahan Yunani dalam PL, yaitu Septuaginta (LXX), kata ini terdapat kurang lebih 90 kali, pada umumnya untuk melayani Tuhan Allah dan pada khususnya untuk pelayanan persembahan . Juga dalam Perjanjian Baru, kata ini menunjukkan pelayanan untuk Tuhan Allah atau dewa-dewa, tidak pernah untuk saling melayani manusia. Roma 12:1 menyebutkan logike latreia (ibadah yang sejati). Melayani Tuhan dengan tubuh, yaitu dengan diri sendiri dalam keberadaan yang sebenarnya adalah ibadah yang sesungguhnya dalam hubungan baru antar Kristus dan manusia.
Leitourgein yaitu dalam bahasa Yunani digunakan untuk pelayanan umum bagi kesejahteraan rakyat dan negara. Dalam LXX arti sosial politik ini terutama dipakai di lingkungan pelayanan di kuil-kuil. Dalam Perjanjian Baru (khususnya surat Ibrani), kata ini menunjukkan kepada pekerjaan Imam besar Yesus Kristus. Kemudian dalam Roma 15:27 dan 2 Kor. 9:12, kata ini dipakai untuk kolekte dari orang Kristen asal kafir (suatu perbuatan diakonal) untuk orang miskin di Yerusalem. Dari kata inilah berasal kata liturgi, yaitu suatu kata ibadah dalam peretemuan jemaat.
 Therapeuein yaitu menggarisbawahi kesiapan untuk melakukan pelayanan ini sebaik mungkin. Kata ini juga di tempat lain, dipakai sebagai sinonim dari menyembuhkan.
Huperetein yaitu menunjukkan suatu hubungan kerja terutama relasi dengan orang untuk siapa pekerjaan  itu dilakukan. Kata ini berarti si pelaksana memperhatikan instruksi si pemberi kerja.
Dari semua kata di atas yang artinya saling berkaitan, kelompok kata diakoneinmempunyai nuansa khusus, mengenai pelayanan antarsesama yang sangat pribadi sifatnya. Kata-kata tersebut di atas di sana-sini menunjukkan arti diakonal. Ada hubungan antara liturgi dan diakonia, sementara therapeuodalam arti perawatan orang sakit erat kaitannya dengan apa yang dimaksudkan dengan diakonia.
2.3.  Diakonia Dalam Masyarakat Yunani dan Perjanjian Baru
Dalam kebudayaan Yunani, kata diakonein dan diakonos memiliki arti yang luas dan tidak dapat diterjemahkan hanya dengna memakai bahasa Indonesia saja. Itu dapat merujuk kepada beberapa arti, yaitu:
 Diakonia berarti suatu pekerjaan yang hina sifatnya, yang hanya dilakukan budak belian.
 Diakonia adalah kewajiban para budak belian, yang harus dilakukannya tanpa pamrih. Itu berarti bahwa pelaku diakonia itu dituntut kesediaannya menanggung penderitaan demi pemuasan hati tuannya.
 Diakonia adalah kesediaan memberikan tenaga pengolahan pertanian, peternakan, bongkar muat barang ke dalam kapal, bahkan menjadi tenga pendayung kapal layar.
Moralitas Yunani menekankan kewajiban untuk memperhatikan sesama: orang tua, keluarga, famii, kawan-kawan, sesama warga negara, orang asing, orang jompo, orang yang mengalami ketidakadilan. Kedermawanan dianggap sangat dipuji. Sudah menjadi kebudayaan masyarakat Yunani, bahwa melakukan pekerjaan diakonia itu adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh sang hamba dengan sebaik-baiknya, tanpa imbalan jasa apa pun (Luk. 17:10). Walalupun para budak itu tidak akan memperleh apa-apa sebagai imbalan jerih payah, namun mereka itu harus melakukan pelayanan yang sebaik-baiknya demi memuaskan hati tuannya. Dengan kata lain, di dunia Yunani dikonein dipandang sebagai pekerjaan rendah, pekerjaan budak, dan orang merdeka pasti tidak mau melakukannya.
Para penulis Perjanjian Baru juga memakai kata diakonia untuk mengartikan pelayanan menghidangkan makanan dan minuman bukan hanya dalam bentuk pelayanan hamba kepada tuannya saja, akan tetapi kata diakonia dipakai juga untuk pelayanan tuan kepada hambanya dan pelanan antarsesamanya (bnd. Mat. 4:11; Mrk. 1:31; Luk. 10:40, 12:37; Yoh. 2:5). Jelaslah bahwa kata diakonia dalam arti pelayanan makanan dan minuman itu telah dipakai secara luas dalam masyarakat termasuk orang-orang Kristen pada jemaat purba. Mengenai para wanita yang mengikuti Yesus, dikatakan melayani-Nya dengan harta benda (Luk. 8:3), sementara Mat. 25:31-46 melukiskan pelayanan sebagai memberi makan dan minum, memberi pakaian dan tumpangan, perawatan dan kunjungan orang sakit serta para tahanan yang dilihat sebagai pelayanan bagi Tuhan Allah. Kegiatan ini selalu berhubngan dengan pelayanan yang sedang diberikan kepada sesama, berhubungan dengan hal-hal yang sangat perlu untuk hidup wajar di dunia dalam suatu hubungan yang sangat pribadi.
Kendati diakonia gencar diberitakan di Perjanjian Baru, Perjanjian Lama juga ternyata memuat cukup banyak praktek diakonia (pelayanan), yaitu kepada orang miskin. Dalam Perjanjian Lama, perhatian kepada orang miskin (baca: perlindungan pada janda, yatim-piatu, dan orang asing) terdapat dalam Hukum Taurat. Berdasarkan Hukum Musa, ada beberapa undang-undang yang memberikan perhatian pada orang miskin dan keadilan sosial, seperti: Tahun Yobel (Im. 25:8-43), Perpuluhan (Kel. 22:29-30; Ul. 14:22-29; 26:1-15), Larangan mengambil bunga dari yang miskin (Kel. 22:25-27; Im. 25:35-38; Ul. 15:1-11), dan Pembatasan kekayaan raja (Ul. 17:14-17; Bnd. 1 Raj. 6-7; 11:1-6).
Dalam Perjanjian Baru, yang melakukan diakonia diberikan kepada orang yang khusus yaitu diaken, meskipun memang semua jabatan yang ada haruslah melakukan yang namanya melayani. Namun, tugas ini sepertinya didalami oleh diaken. Dalam Kis. 6:1-7 diceritakan bahwa diaken itu dipilih dan diberikan tumpangan tangan oleh para rasul dan untuk selanjutnya diberikan tugas untuk melayani janda-janda yang kurang mendapat perhatian dari orang-orang di sekelilingnya. Untuk menjadi diaken harus memenuhi syarat seperti sopan santun, tidak bercabang lidah, tidak memfitnah orang, dapat dipercaya dalam segala hal dan suami dari satu istri serta memimpin anak-anaknya dengan baik (Lih. 1 Tim. 3:8). Namun, diaken juga harus memberikan pelayanan bukan karena suatu jabatan. Pelayanan ini disebut juga dengan pelayanan kasih, tetapi bukan pelayanan kasih dari Gereja kepada manusia, sama seperti pelayanan-pelayanan yang lainnya demikian pula pelayanan diakoni Gereja hanya berfungsi sebagai alat. Subjek dari pelayanan diaken adalah Allah yang sebebnarnya bertindak dalam pelayanan itu. Diaken hanya menyampaikan pemberian-Nya itu kepada manusia khususnya manusia yang menderita. Pelayanan diakoni sangat penting, sama pentingnya dengan pemberitaan Firman. Keduanya saling membutuhkan, saling mengisi dan saling menjelaskan. Tanpa pelayanan diakonia, pembertitaan Firman tidak mempunyai hubungan dengan dunia dan karena itu ia hanya merupakan pidato yang kososng yang tidak dapat dipercayai.
Maksudnya bukan membedakan dalam jabatan antara diaken dan penatua. Namun, diaken dan penatua itu berbeda. Yang membedakan adalah bahwa diaken tidak perlu menjadi pengajar Firman Allah.
2.4.   Yesus dan Diakonia
Salah satu hal yang sangat mengherankan dalam alkitab Perjanjian Baru adalah kata diakonia yang menunjukkan arti kehinaan itu justru dipakai oleh Tuhan Yesus untuk diri-Nya sediri dan pelayanan-Nya. Tuhan Yesus pada hakikatnya menjungkir-balikkan secara radikal pola hubungan antar sesama manusia yang mau dilayani itu menjadi pola baru ialah pola yang mau melayani. Dalam Perjanjian Baru, Yesus dengan jelas dan tegas mengajarka pada murid-murid-Nya untuk memberi perhatian pada orang miskin. Sebelum Yesus memulai tugas pelayanan mesianik-Nya di Palestina, Yesus membacakan Kitab Yesaya (pasal 60) seperti termaktub dalam Luk. 4:18-19: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”
Selanjutnya, perhatian dan pelayanan pada orang yang terhina dan terkucilkan ini dianggap sebagai pelayanan kepada Yesus (Mat. 25:35-48). Dalam penghakiman terakhir dan kedatangan Yesus kedua kali, semua murid ditimbang dengan tolok ukur yang jelas, yaitu apa yang mereka lakukan pada orang lapar, haus, telanjang, dan yang berada dalam penjara. Masuk kedalam Kerajaan Allah tidak didasarkan pada cara orang berdoa dan beribadah (bnd. Mat. 7:12). Dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati (Luk. 10:25-37), pelayanan kasih tak boleh dibatasi hanya untuk kalangan sendiri, tetapi pelayanan ini harus menjangkau semua orang walaupun orang yang tidak berasal dari kalangan sendiri, bahkan orang yang membenci kita. Mengutip beberapa pernyataan Yesus dalam tentang diakonia:
Matius  20:28: “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Yohanes  12:26: “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.”
2.5.   Dasar Pelaksanaan Diakonia
Dasar yang paling penting dalam diakonia adalah Yesus Kristus itu sendiri. Demikian juga dengan apa yang dilakukan oleh Yesusu sendiri, baik melalui mujizat-mujizat-Nya, kata-kata kutukan, keadilan, peneguhan, keajaiban dan anugerah adalah hal-hal yang menjadi dasar diakonia dan yang memberikan arah kepada kita untuk melakukan pekerjaan diakonal kita. Dasar pelaksanaan diakonia gereja beranjak dari hal yang paling ditekankan oleh Yesus yaitu: kedatangan-Nya bertujuan untuk melayani (Mrk. 10:45). Hal yang sama juga dikatakan Paulus yaitu Yesus darang  sebagai hamba dan menjadi sama seperti manusia (Fil. 2:7). Jadi, sifat dan sikap gereja dalam ber-diakonia berdasar pada sifat dan sikap Yesus Kristus sebagaimana telah dinyatakan dan dilakukan di dalam pelayanan-Nya. Sebagaimana Kristus hidup demikianlah juga gereja hidup. Yesus Kristus bukan hidup untuk diri-Nya sendiri tetapi juga untuk orang lain. Demikian juga orang Kristen telah menjadi warga gereja atau tubuh Kristus. Baik secara pribadi maupun secara bersama-sama, gereja harus melakukan pelayanan terhadap sesame anggota pesekutuan dan terhadap orang lain di Luar Persekutuan.
Paulus juga berkara: “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal. 6:2). Orang yang mau menolong orang lain adalah orang yang memiliki kasih. Kasih itu bukan untuk diri sendiri. Kasih yang ada pada diri seseorang adalah diperuntukkan untuk orang lain, diluar dirinya yang membutuhkan kasih itu. Dalam Injil Yohanes, Yesus berkata: Aku memberikan perintah baru kepadamu: yaitu supaya kamu saling mengasihi sama seperti aku telah mengasihi kamu demikianlah kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. (Yoh. 13:34-35). Bedasarkan kasih inilah semua pelayanan gereja dilaksanakan. Oleh karena itu, semua pelayanan haruslah menjadi suatu jawaban terhadap Allah yang lebih dahulu mengasihi kita. Jadi, konsep diakonia ditentukan keseluruhannya oleh Yesus Kristus melalui kehidupan, pekerjaan dan perkataan-Nya.

2.6.   Tujuan Diakonia
Diakonia dipandang sebagai sikap solidaritas yang mendalam terhadap orang lain berdasarkan kasih. Solidaritas itu diwujudkan dalam diakonia. Artinya dalam diakonia ada sikap tanpa pamrih, sikap yang emenekankan hidup bersama dengan tidak mencari keuntungan diri sendiri.Tujuan pekerjaan diakonal adalah membantu orang lain dan menempatkannya pada posisi yang benar di hadapan sesama manusia dan Tuhan Allah. Memperdulikan keberadaan umat manusia secara utuh yaitu kebutuhan rohani, jasmani dan kebutuhan sosial. Tujuan diakonia juga mendukung realisasi sebuah persekutuan cinta kasih dan membangun serta mengarahkan orang untuk hidup di dalamnya. Oleh sebab itu, diakonia mempunyai fungsi kritis dalam jemaat maupun di dalam masyarakat.
2.7.   Bentuk-bentuk Diakonia Dalam Gereja dan Perkembangannya
Secara umum, adapun model-model/ bentuk-bentuk diakonia dalam gereja terbagi atas tiga jenis, antara lain:
Diakonia Karitatif. Diakonia karitatif mengandung pengertian perbuatan dorongan belas kasihan yang bersifat kedermawanan atau pemberian secara sukarela. Motivasi perbuatan karitatif pada dasarnya adalah dorongan prikemanusiaan yang bersifat naluriah semata-mata. Pelayanan gereja terutama pada tindakan-tindakan karitatif atau amal berdasar pada Mat. 25:31-36. Model ini merupakan model yang dilakukan secara langsung, misalnya orang lapar diberikan makanan (roti). Diakonia ini didukung dan dipraktikkan oleh instansi gereja karena dianggap dapat memberikan manfaat langsung yang segera dapat dilihat dan tidak ada risiko sebab didukung oleh penguasa. Diakonia jenis ini merupakan produk dan perkembangan dari industrialisaasi di Eropa dan Amaerika Utara pada abad ke-19
Diakonia Reformatif atau Pembangunan. Model diakonia ini lebih menekankan pembangunan. Pendekatan yang dilakukan adalah Community Development  seperti pembangunan pusat kesehatan, penyuluhan, bimas, usaha bersama simpan pinjam, dan lain-lain. Analogi model ini adalah bila ada orang lapar berikan makanan (roti, ikan) dan pacul atau kail supaya ia tidak sekedar meminta tetapi juga mengusahakan sendiri. Pada jenis ini, diakonia tidak lagi sekedar memberikan bantuan pangan dan pakaian, tetapi mulai memberikan perhatian pada penyelenggaraan kursus keterampilan, pemberian atau pinjaman modal pada kelompok masyarakat.

Diakonia Transformatif. Dalam perspektif ini, diakonia dimengerti sebagai tindakan Gereja melayani umat manusia secara multi-dimensional (roh, jiwa dan tubuh) dan juga multi-sektoral (ekonomi, politik, cultural, hukum dan agama). Diakonia bukan lagi sekedar tindakan-tindakan amal (walaupun perlu dan tetap dilakukan) yang dilakukan oleh Gereja melainkan tindakan-tindakan transformatif yang membawa manusia dengan sistem dan struktur kehidupannya yang menandakan datangnya Kerajaan Allah. Diakonia ini bukan hanya berarti memberi makan, minum, pakaian dan lain-lain, tetapi bagaimana bersama masyarakat memperjuangkan hak-hak hidup. Diakonia transformatif  atau pembebasan boleh digambarkan dengan gambar mata terbuka. Artinya, diakonia ini adalah pelayanan mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri.

III.    Relevansi Terhadap Gereja Masa Kini
Beranjak dari pengertian diakonia yang menurut Perjanjian Baru dan versi Yesus, masing-masing kita boleh menilai keberadaan diakonia dalam gereja kita masing-masing, entah itu jenisnya, kuantitasnya, atau bahkan kualitasnya. Bagi kami, diakonia transformatif merupakan diakonia yang harus diperjuangkan gereja disamping dua jenis diakonia lain yang mungkin sudah berakar dalam tradisi gereja-gereja kita. Diakonia transformatif mau tidak mau harus menuntut perubahan cara berpikir dan bertindak sebagai gereja dalam menjalankan misinya. Dengan diakonia transformatif, gereja jangan teramat bangga jika sudah memberikan santunan berupa uang dan makanan kepada jemaatnya yang miskin atau dengan mendirikan sentral pelayanan kesehatan. Lebih dari itu, di dalamnya mengandung makna misi yang utuh, karena diakonia transformatif bertujuan untuk mewujudkan manusia dan dunia baru.
Diakonia transformatif tidak bisa dilepaskan dari misi Allah untuk meyelamatkan isi dunia pembangunan gereja tidak boleh menjadi penghalang dan hillangnya semangat diakonia transformatif dari orang percaya. Untuk itu, diakonia transformatif memiliki tendensi pada  beberapa dimensi kehidupan, yaitu:
Diakonia sebagai ibadah,
Diakonia sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan hidup,
Diakonia sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dan persaudaraan dengan sesama manusia,
Diakonia sebagai upaya untuk menciptakan keadilan sosial dan perwujudan Kerajaan Allah,
Diakonia sebagai upaya menciptakan kemanusiaan dan kesejahteraan bagi semua.
Dalam Gereja-gereja pada masa kini, diaken sudah tidak lagi ada. Namun, di GBKP jabatan diaken masih tetap ada dan di GKPS, mempunyai jabatan Syamas, namun syamas ini bukan seperti diaken yang disebut dalam Perjanjian Baru karena praktik yang kelihatan adalah bahwa sebelum menjadi penatua maka seseorang harus menajdi syamas terlebih dahulu. Sepertinya, Gereja-gereja menjadikan pelayanan atau diakonia tersebut dilakukan oleh pentua dan para pendeta. Menurut kami, memang pelayanan dilakukan oleh siapa saja, baik itu diaken, penatua, pendeta dan bahkan jemaat sekalipun, namun kami berpikir ada baiknya jika diaken diperhitungkan kembali untuk focus dalam pelayanan diakonia.
IV.   Kesimpulan
Sejauh penjelasan di atas, kita sampai pada beberapa kesimpulan:
Secara harafiah, kata diakonia berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Kata diakonia berasal dari bahasa Yunani yaitu diakonia(pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan).Douleuein, yaitu melayani sebagai budak. Leitreuein, yaitu melayani untuk uang. Leitourgein yaitu dalam bahasa Yunani digunakan untuk pelayanan umum bagi kesejahteraan rakyat dan negara. Therapeuein yaitu menggarisbawahi kesiapan untuk melakukan pelayanan ini sebaik mungkin. Huperetein yaitu menunjukkan suatu hubungan kerja terutama relasi dengan orang untuk siapa pekerjaan  itu dilakukan.
Dalam kebudayaan Yunani, kata diakonein dan diakonos memiliki arti yang luas dan dapat merujuk kepada beberapa arti, yaitu:
 Diakonia berarti suatu pekerjaan yang hina sifatnya, yang hanya dilakukan budak belian.
 Diakonia adalah kewajiban para budak belian, yang harus dilakukannya tanpa pamrih. Itu berate bahwa pelaku diakonia itu dituntut kesediaannya menanggung penderitaan demi pemuasan hati tuannya.
Diakonia adalah kesediaan memberikan tenaga pengolahan pertanian, peternakan, bongkar muat barang ke dalam kapal, bahkan menjadi tenga pendayung kapal layar.
Bentuk-bentuk/ jenis-jenis diakonia yang terdapat pada gereja masa kini adalah diakonia karitatif, diakonia reformatif/ pembangunan dan diakonia transformatif
Diakonia transformatif merupakan diakonia yang harus diperjuangkan gereja dan harus memberi perubahan terhadap gereja secara utuh.
Bukankah lebih baik jika pelayanan atau diakonia itu dikhususkan kepada para diaken seperti yang dilakukan oleh Perjanjian Baru pada masa itu.